Tenggelamnya Jihad Laut di Masa Daulah Abbasiyah
Selasa, 02 November 2021 - 16:18 WIB
Angkatan laut Islam sempat tenggelam di era Daulah Abbasiyah . Munculnya armada laut Islam yang ada terlepas dari kontrol penguasa. Mereka ini dikenal sebagai sukarelawan pejuang-pejuang bahari. Misi jihad dilakukan oleh negeri-negeri kecil yang berada di ujung barat dan timur Daulah Abbasiyah.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan munculnya kelompok sukarelawan pejuang ini dilatarbelakangi oleh banyak pertikaian di internal keluarga kerajaan di satu sisi, dan munculnya negeri-negeri pecahan.
Pertikaian tersebut, katanya, menyebabkan kerajaan mengabaikan jihad, baik di matra darat maupun udara. "Lagi pula, penguasa Daulah Abbasiyah tidak memberikan perhatian serius pada Angkatan Laut, kecuali di era digdayanya saja," ujar Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi.
Di sisi lain, menurut Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi, untuk membicarakan sumbangan Daulah Abbasiyah dibutuhkan waktu yang panjang, karena dalah ini mewarnai lembaran panjang sejarah Islam.
"Sejarah daulah ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan lembaran-lembaran sejarah daulah Islam lainnya," ujar Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi.
Di antara karakteristik Daulah Abbasiyah antara lain adalah:
Pertama, panjangnya usia Daulah Abbasiyah. Daulah ini berdiri tahun 132 H/750 M dan runtuh pada tahun 656 H/1258 M.
Kedua, masa digdayanya hanya berlangsung singkat, tidak lebih dari satu abad. Sementara masa kelemahannya sangatlah panjang, lebih dari empat abad.
Ketiga, munculnya negeri-negeri dan kerajaan di belahan barat dan timur. Sebagian di antaranya merdeka penuh dan menjadi saingan kekuasaan Daulah Abbasiyah, dan bahkan melawan kekuasaan khalifah di Baghdad.
Negeri-negeri tersebut antara lain adalah Daulah Umayyah di Andalusia, Daulah Fathimiyah atau Ubaidiyah di Mesir dan Maghrib.
Menurut Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi, sebagian negeri merdeka penuh, meski secara lahiriah menampakkan kesetiaan pada Khalifah Daulah Abbasiyah.
Negeri-negeri yang merdeka itu di antaranya adalah Dinasti Ghaznawi di Khurasan, Dinasti Aghlabiyah di Tunisia, Dinasti Thulun di Mesir, lalu Dinasti Ikhsyidi yang juga berada di Mesir.
Keempat, lemahnya pengaruh kekuasaan khalifah di Baghdad. Pada awal abad IV, khalifah hanya menjadi simbol otoritas keagamaan, tidak menjadi simbol kekuasaan.
Kelima, banyaknya pertikaian dalam internal keluarga kerajaan. Pertikaian tersebut berlatar belakang suku dan golongan, semisal pertikaian antara golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah dan Syiah, suku Turki dan Persia. Belum lagi serangan bangsa Eropa Barat atas negeri-negeri Islam dalam Perang Salib yang terkenal.
Perang Salib berlangsung selama dua abad dan menjadi peristiwa penting di abad-abad pertengahan.
Awal Daulah Abbasiyah
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi mengatakan Daulah Abbasiyah berkembang atas dasar konsep penguatan kekuatan darat. Mereka tidak terlalu memperhatikan kekuatan armada laut sebagaimana telah dilakukan Daulah Umayyah.
Pengembangan angkatan laut di fase awal berdirinya Daulah Abbasiyah berjalan stagnan. Aktivitas kelautan dilakukan terbatas hanya pada wilayah Syam dan Mesir. Itu pun hanya tampak pada 40-an tahun pertama berkuasa dinasti ini. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:
Pertama, Daulah Abbasiyah memfokuskan pengembangan wilayahnya ke bagian timur. Perhatian mereka terkonsentrasi ke wilayah Khurasan dan beberapa daerah lain yang telah maju di wilayah timur. Kenyataan ini membuat upaya memerangi armada laut Byzantium menjadi terabaikan.
Banyaknya masalah internal, revolusi, dan pemberontakan di awal-awal fase terbentuknya negeri ini juga menjadi penyebab.
Kedua, Byzantium menghentikan serangan di wilayah laut terhadap negeri Islam. Hal ini disebabkan adanya konflik internal dalam negeri tersebut.
Konflik bermula setelah Raja Leo V dari Armenia menguasai tahta Byzantium, juga Revolusi Thomas dari Sicilia yang berlangsung selama periode 205-820 H. Selain itu, adanya konflik antara mereka dengan Kerajaan Bulgaria sejak masa pemerintahan Raja Constantin VI dan ibunya, Irin.
Ketiga, penguasa Daulah Umayyah di Andalusia memerdekakan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Saat itu, Daulah Umayyah di Andalusia menempatkan dirinya sebagai pesaing utama atas kekuasaan Daulah Abbasiyah, dan memainkan peranan penting dalam dunia maritim.
Sebagaimana pendahulunya di Syam, Daulah Umayyah di Andalusia juga memiliki pengalaman menakjubkan di dunia maritim.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan munculnya kelompok sukarelawan pejuang ini dilatarbelakangi oleh banyak pertikaian di internal keluarga kerajaan di satu sisi, dan munculnya negeri-negeri pecahan.
Pertikaian tersebut, katanya, menyebabkan kerajaan mengabaikan jihad, baik di matra darat maupun udara. "Lagi pula, penguasa Daulah Abbasiyah tidak memberikan perhatian serius pada Angkatan Laut, kecuali di era digdayanya saja," ujar Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi.
Di sisi lain, menurut Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi, untuk membicarakan sumbangan Daulah Abbasiyah dibutuhkan waktu yang panjang, karena dalah ini mewarnai lembaran panjang sejarah Islam.
"Sejarah daulah ini memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan lembaran-lembaran sejarah daulah Islam lainnya," ujar Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi.
Di antara karakteristik Daulah Abbasiyah antara lain adalah:
Pertama, panjangnya usia Daulah Abbasiyah. Daulah ini berdiri tahun 132 H/750 M dan runtuh pada tahun 656 H/1258 M.
Kedua, masa digdayanya hanya berlangsung singkat, tidak lebih dari satu abad. Sementara masa kelemahannya sangatlah panjang, lebih dari empat abad.
Ketiga, munculnya negeri-negeri dan kerajaan di belahan barat dan timur. Sebagian di antaranya merdeka penuh dan menjadi saingan kekuasaan Daulah Abbasiyah, dan bahkan melawan kekuasaan khalifah di Baghdad.
Negeri-negeri tersebut antara lain adalah Daulah Umayyah di Andalusia, Daulah Fathimiyah atau Ubaidiyah di Mesir dan Maghrib.
Menurut Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi, sebagian negeri merdeka penuh, meski secara lahiriah menampakkan kesetiaan pada Khalifah Daulah Abbasiyah.
Negeri-negeri yang merdeka itu di antaranya adalah Dinasti Ghaznawi di Khurasan, Dinasti Aghlabiyah di Tunisia, Dinasti Thulun di Mesir, lalu Dinasti Ikhsyidi yang juga berada di Mesir.
Keempat, lemahnya pengaruh kekuasaan khalifah di Baghdad. Pada awal abad IV, khalifah hanya menjadi simbol otoritas keagamaan, tidak menjadi simbol kekuasaan.
Kelima, banyaknya pertikaian dalam internal keluarga kerajaan. Pertikaian tersebut berlatar belakang suku dan golongan, semisal pertikaian antara golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah dan Syiah, suku Turki dan Persia. Belum lagi serangan bangsa Eropa Barat atas negeri-negeri Islam dalam Perang Salib yang terkenal.
Perang Salib berlangsung selama dua abad dan menjadi peristiwa penting di abad-abad pertengahan.
Awal Daulah Abbasiyah
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi mengatakan Daulah Abbasiyah berkembang atas dasar konsep penguatan kekuatan darat. Mereka tidak terlalu memperhatikan kekuatan armada laut sebagaimana telah dilakukan Daulah Umayyah.
Pengembangan angkatan laut di fase awal berdirinya Daulah Abbasiyah berjalan stagnan. Aktivitas kelautan dilakukan terbatas hanya pada wilayah Syam dan Mesir. Itu pun hanya tampak pada 40-an tahun pertama berkuasa dinasti ini. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:
Pertama, Daulah Abbasiyah memfokuskan pengembangan wilayahnya ke bagian timur. Perhatian mereka terkonsentrasi ke wilayah Khurasan dan beberapa daerah lain yang telah maju di wilayah timur. Kenyataan ini membuat upaya memerangi armada laut Byzantium menjadi terabaikan.
Banyaknya masalah internal, revolusi, dan pemberontakan di awal-awal fase terbentuknya negeri ini juga menjadi penyebab.
Kedua, Byzantium menghentikan serangan di wilayah laut terhadap negeri Islam. Hal ini disebabkan adanya konflik internal dalam negeri tersebut.
Konflik bermula setelah Raja Leo V dari Armenia menguasai tahta Byzantium, juga Revolusi Thomas dari Sicilia yang berlangsung selama periode 205-820 H. Selain itu, adanya konflik antara mereka dengan Kerajaan Bulgaria sejak masa pemerintahan Raja Constantin VI dan ibunya, Irin.
Ketiga, penguasa Daulah Umayyah di Andalusia memerdekakan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiyah di Baghdad. Saat itu, Daulah Umayyah di Andalusia menempatkan dirinya sebagai pesaing utama atas kekuasaan Daulah Abbasiyah, dan memainkan peranan penting dalam dunia maritim.
Sebagaimana pendahulunya di Syam, Daulah Umayyah di Andalusia juga memiliki pengalaman menakjubkan di dunia maritim.
(mhy)