Kisah Arisa, Mualaf asal Jepang (4-Habis): Nenek Memberi 20.000 Yen untuk Wujudkan Mimpi Jadi Ulama Islam
Kamis, 04 November 2021 - 11:41 WIB
Nur Arisa Maryam bercerita tentang neneknya kini sudah berusia 85 tahun. Sang nenek tinggal bersama keluarganya. Saat mengetahui Arisa menjadi muslimah dan ingin mengejar impiannya menjadi ulama Islam, sang nenek memberi uang 20.000 yen. "Ini untukmu, untuk mewujudkan impianmu," ujar nenek.
Arisa menceritakan bahwa neneknya berasal dari pedesaan di Jepang dan mereka bukan orang-orang terpelajar karena waktu muda terjadi perang di Jepang.
"Cinta mereka untuk keluarga sangat luar biasa. Saya dibesarkan dengan cinta penuh mereka," katanya.
Mulanya, ketika Arisa mengucapkan syahadat pada 17 Januari 2015, Arisa tidak memberi tahu neneknya bahwa dirinya masuk Islam. "Saya takut," tutur Arisa. "Saya tidak tahu apakah nenek bisa menerima atau tidak karena saya pikir sulit bagi nenek untuk memahami Islam," lanjutnya.
Menurut Arisa, selama ini neneknya tidak pernah mengatakan 'tidak' kepada dirinya. Nenek mendukung Arisa apa pun yang hendak dilakukan.
"Meskipun saya tidak bisa memberi tahu bahwa saya percaya kepada Allah sebagai seorang Muslimah, segera setelah saya syahadat, nenek menerima saya tanpa masalah. Nenek selalu melihat saya mengenakan jilbab dan membuatkan makanan halal khusus hanya untuk saya setiap akhir pekan," katanya.
Ketika Arisa memberi tahu neneknya tentang rencana pernikahannya, nenek menyambut dengan cinta. Arisa memperkenalkan calon suaminya yang muslim.
"Ketika saya memberi tahu bahwa saya akan memulai hidup baru dan saya menjelaskan apa yang ingin saya lakukan di masa depan, nenek tampak sedih tetapi mereka tidak pernah mengatakan tidak," ujar Arisa berkisah.
Arisa melanjutkan bahwa neneknya memberi uang 20.000 yen atau Rp2.507.476,87 (kurs 1 yen sebesar Rp125,37) dan sang nenek berkata kepada Arisa, "Ini untukmu, untuk mewujudkan impianmu. Maaf karena aku tahu itu tidak cukup untukmu. Kami tidak kaya. Kami tidak bisa melakukan apa pun untuk impianmu jadi tolong gunakan uang ini untuk masa depanmu."
"Mereka membuatku merasa ingin menangis," kata Arisa. "Terima kasih karena selalu mendukung saya meskipun saya memilih hidup sebagai seorang muslimah. Mohon maafkan saya jika saya melakukan hal-hal yang membuat mereka merasa sedih tetapi insyaAllah saya akan melakukan yang terbaik untuk menjadi orang yang lebih baik dan membuat Anda semua bahagia. Semoga Allah membimbing mereka ke jalan yang benar dan melindungi mereka selalu," harap Arisa.
Iman Menguat Setelah Pernikahan
Arisa melanjutkan studinya ke Inggris. Di sana dia mengambil kelas Bahasa Arab dan Studi Islam di salah satu institut di London. Di Inggris inilah dia bertemu dengan calon suaminya, seorang pria muslim kelahiran London. Mereka kemudian melaksanakan pernikahan dengan cara Islam di masjid di Tokyo.
“Saya berdoa agar iman kita tumbuh dan menguat hari demi hari. Iman saya menjadi lebih kuat setelah pernikahan kami. Saya yakin kita dapat bertemu dengan pasangan ideal pada waktu yang tepat. Saya berharap saya akan terus memberikan dakwah bersamanya selama sisa hidup saya. InsyaAllah!” tutur Arisa setelah pernikahannya.
Bagaimana perbandingan kehidupan sebagai muslim di Inggris dengan di Jepang?
Menurut Arisa, komunitas muslim di Jepang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan di Inggris. Di Inggris, kehidupan sebagai muslim lebih mudah karena terdapat banyak masjid dan restoran halal. “Jauh lebih mudah untuk menemukan makanan halal, bahkan kamu dapat menemukannya di supermarket biasa,” kata Arisa.
“Di Jepang, kita harus memeriksa bahan-bahan dalam produk hewani. Ini menyita banyak waktu, bahkan makanan sederhana seperti roti pun dapat mengandung lemak babi!
Di sisi lain, di Inggris saya hanya perlu memeriksa apakah ada tanda vegetarian atau halal – tidak perlu memeriksa kandungannya,” jawab Arisa lagi.
Arisa menceritakan bahwa neneknya berasal dari pedesaan di Jepang dan mereka bukan orang-orang terpelajar karena waktu muda terjadi perang di Jepang.
"Cinta mereka untuk keluarga sangat luar biasa. Saya dibesarkan dengan cinta penuh mereka," katanya.
Mulanya, ketika Arisa mengucapkan syahadat pada 17 Januari 2015, Arisa tidak memberi tahu neneknya bahwa dirinya masuk Islam. "Saya takut," tutur Arisa. "Saya tidak tahu apakah nenek bisa menerima atau tidak karena saya pikir sulit bagi nenek untuk memahami Islam," lanjutnya.
Menurut Arisa, selama ini neneknya tidak pernah mengatakan 'tidak' kepada dirinya. Nenek mendukung Arisa apa pun yang hendak dilakukan.
"Meskipun saya tidak bisa memberi tahu bahwa saya percaya kepada Allah sebagai seorang Muslimah, segera setelah saya syahadat, nenek menerima saya tanpa masalah. Nenek selalu melihat saya mengenakan jilbab dan membuatkan makanan halal khusus hanya untuk saya setiap akhir pekan," katanya.
Ketika Arisa memberi tahu neneknya tentang rencana pernikahannya, nenek menyambut dengan cinta. Arisa memperkenalkan calon suaminya yang muslim.
"Ketika saya memberi tahu bahwa saya akan memulai hidup baru dan saya menjelaskan apa yang ingin saya lakukan di masa depan, nenek tampak sedih tetapi mereka tidak pernah mengatakan tidak," ujar Arisa berkisah.
Baca Juga
Arisa melanjutkan bahwa neneknya memberi uang 20.000 yen atau Rp2.507.476,87 (kurs 1 yen sebesar Rp125,37) dan sang nenek berkata kepada Arisa, "Ini untukmu, untuk mewujudkan impianmu. Maaf karena aku tahu itu tidak cukup untukmu. Kami tidak kaya. Kami tidak bisa melakukan apa pun untuk impianmu jadi tolong gunakan uang ini untuk masa depanmu."
"Mereka membuatku merasa ingin menangis," kata Arisa. "Terima kasih karena selalu mendukung saya meskipun saya memilih hidup sebagai seorang muslimah. Mohon maafkan saya jika saya melakukan hal-hal yang membuat mereka merasa sedih tetapi insyaAllah saya akan melakukan yang terbaik untuk menjadi orang yang lebih baik dan membuat Anda semua bahagia. Semoga Allah membimbing mereka ke jalan yang benar dan melindungi mereka selalu," harap Arisa.
Iman Menguat Setelah Pernikahan
Arisa melanjutkan studinya ke Inggris. Di sana dia mengambil kelas Bahasa Arab dan Studi Islam di salah satu institut di London. Di Inggris inilah dia bertemu dengan calon suaminya, seorang pria muslim kelahiran London. Mereka kemudian melaksanakan pernikahan dengan cara Islam di masjid di Tokyo.
“Saya berdoa agar iman kita tumbuh dan menguat hari demi hari. Iman saya menjadi lebih kuat setelah pernikahan kami. Saya yakin kita dapat bertemu dengan pasangan ideal pada waktu yang tepat. Saya berharap saya akan terus memberikan dakwah bersamanya selama sisa hidup saya. InsyaAllah!” tutur Arisa setelah pernikahannya.
Bagaimana perbandingan kehidupan sebagai muslim di Inggris dengan di Jepang?
Menurut Arisa, komunitas muslim di Jepang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan di Inggris. Di Inggris, kehidupan sebagai muslim lebih mudah karena terdapat banyak masjid dan restoran halal. “Jauh lebih mudah untuk menemukan makanan halal, bahkan kamu dapat menemukannya di supermarket biasa,” kata Arisa.
“Di Jepang, kita harus memeriksa bahan-bahan dalam produk hewani. Ini menyita banyak waktu, bahkan makanan sederhana seperti roti pun dapat mengandung lemak babi!
Di sisi lain, di Inggris saya hanya perlu memeriksa apakah ada tanda vegetarian atau halal – tidak perlu memeriksa kandungannya,” jawab Arisa lagi.