Jihad Laut Daulah Aghlabiyah di Afrika Sukses Invasi ke Wilayah Eropa
Jum'at, 05 November 2021 - 15:50 WIB
Daulah Aghlabiyah mencapai masa keemasan ketika di bawah pimpinan Ziyadatullah I. Pasukan dinasti ini mampu melakukan ekspansi hingga ke wilayah Eropa. Benua Afrika pun berjaya di berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang maritim.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan Daulah Aghlabiyah memberikan sumbangan besar di bidang maritim pada permulaan abad ke-3 H. Hal ini didukung oleh beberapa faktor.
Pertama, panjangnya wilayah pesisir yang dikuasi Daulah Aghlabiyah, mulai dari Tripoli di bagian timur negeri hingga Bijayah (wilayah Aljazair) di bagian barat. Kenyataan ini menuntut adanya kekuatan maritim yang mampu menjaga wilayah pesisir dari ancaman Byzantium, bahkan yang mampu melancarkan serangan ke jantung wilayah Byzantium.
Kedua, rakyat memiliki kemahiran, kemampuan, dan kecakapan dalam bidang maritim dan segala hal yang terkait. Selain itu, rakyat Aghlabiyah sangat memahami karakter bangsa Byzantium lantaran proses interaksi yang panjang selama masa penjajahan mereka atas wilayah Afrika Utara.
Ketiga, tersedianya bahan-bahan baku utama untuk membangun armada laut. Misalnya, tersedianya tenaga terampil dan tersedianya pabrik pembuatan kapal di Tunisa sejak era Jabir bin An-Nu'man.
Keempat, tumbuhnya semangat jihad di dalam dada rakyat negeri tersebut setelah mengalami pergolakan sekian lama.
Semangat jihad tersebut tumbuh berkat tersiarnya Mazhab Imam Maliki, juga karena beberapa murid Imam Maliki tinggal di sana. Di antara mereka adalah Asad bin Al-Furat, Al-Bahlul bin Rasyid, Ibnu Umar Ar-Ruaini, dan beberapa lainnya.
Daulah Aghlabiyah berhasil menaklukkan beberapa wilayah. Di antara penaklukan penting dicapai itu adalah pada tahun 213 H, mereka berhasil menaklukkan Pulau Sicilia, sebuah pulau terbesar di Laut Mediterania.
Pada tahun 255 H, mereka menaklukkan Pulau Malta. Beberapa kali mereka menyerang Pulau Sardania, dan nyaris berhasil merebutnya.
Dengan prestasi tersebut, kaum Muslimin tahu bagaimana cara mengancam Italia dan seluruh Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan Laut Tirani, bahkan melakukan ancaman terhadap Roma Kuno.
Lahirnya Daulah Aghlabiyah
Lahirnya Daulah Aghlabiyah menyusul terjadinya fitnah dan kekacauan di wilayah Maghribi, khususnya dari kabilah-kabilah Barbar yang menganut paham Khawarij dari sekte Shufriyah dan Ibadhiyah. Kabilah-kabilah ini mengadakan revolusi menantang penguasa saat itu.
Penguasa Daulah Abbasiyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid tidak memiliki pilihan lain kecuali mengangkat satu suku Arab yang mendiami Maghribi sebagai penguasa. Khalifah lalu memerintahkan suku ini untuk memadamkan gejolak.
Upaya ini tidak bisa dilakukan langsung oleh pasukan khalifah, mengingat jauhnya wilayah Maghribi dari pusat pemerintahan di Baghdad.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan tugas berat ini pada panglima yang bernama Ibrahim bin Al-Aghlab At-Tamimi pada tahun 184 H.
Dengan kebijakan ini, Khalifah Ar-Rasyid telah melontarkan gagasan bagi dibentuknya negara-negara kecil yang diperintah oleh satu keluarga dan diwariskan secara turun-temurun.
Setelah itu, di kemudian hari muncul negara-negara kecil di wilayah timur dan barat dengan pola pemerintahan yang sama. Ada Daulah Thahiriyah dan Samaniyah di timur. Ada Daulah Thuluniyah dan Ikhsyidiyah yang berkuasa di Syam dan Mesir, serta banyak negara kecil lainnya.
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" mengatakan Ibrahim bin Aghlab diberikan hak penuh atas pemerintahan Tunisia, sebagai gantinya ia harus menyerahkan pajak tahunan sebesar 40.000 dinar ke pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.
Syaikh Abdul Aziz Az-Zuhairi dalam bukunya berjudul "Khairuddin Barbarossa: Pahlawan Islam Penguasa Lautan" memaparkan Daulah Aghlabiyah memberikan sumbangan besar di bidang maritim pada permulaan abad ke-3 H. Hal ini didukung oleh beberapa faktor.
Pertama, panjangnya wilayah pesisir yang dikuasi Daulah Aghlabiyah, mulai dari Tripoli di bagian timur negeri hingga Bijayah (wilayah Aljazair) di bagian barat. Kenyataan ini menuntut adanya kekuatan maritim yang mampu menjaga wilayah pesisir dari ancaman Byzantium, bahkan yang mampu melancarkan serangan ke jantung wilayah Byzantium.
Kedua, rakyat memiliki kemahiran, kemampuan, dan kecakapan dalam bidang maritim dan segala hal yang terkait. Selain itu, rakyat Aghlabiyah sangat memahami karakter bangsa Byzantium lantaran proses interaksi yang panjang selama masa penjajahan mereka atas wilayah Afrika Utara.
Ketiga, tersedianya bahan-bahan baku utama untuk membangun armada laut. Misalnya, tersedianya tenaga terampil dan tersedianya pabrik pembuatan kapal di Tunisa sejak era Jabir bin An-Nu'man.
Keempat, tumbuhnya semangat jihad di dalam dada rakyat negeri tersebut setelah mengalami pergolakan sekian lama.
Semangat jihad tersebut tumbuh berkat tersiarnya Mazhab Imam Maliki, juga karena beberapa murid Imam Maliki tinggal di sana. Di antara mereka adalah Asad bin Al-Furat, Al-Bahlul bin Rasyid, Ibnu Umar Ar-Ruaini, dan beberapa lainnya.
Daulah Aghlabiyah berhasil menaklukkan beberapa wilayah. Di antara penaklukan penting dicapai itu adalah pada tahun 213 H, mereka berhasil menaklukkan Pulau Sicilia, sebuah pulau terbesar di Laut Mediterania.
Pada tahun 255 H, mereka menaklukkan Pulau Malta. Beberapa kali mereka menyerang Pulau Sardania, dan nyaris berhasil merebutnya.
Dengan prestasi tersebut, kaum Muslimin tahu bagaimana cara mengancam Italia dan seluruh Eropa Tenggara. Mereka menaklukkan Laut Tirani, bahkan melakukan ancaman terhadap Roma Kuno.
Lahirnya Daulah Aghlabiyah
Lahirnya Daulah Aghlabiyah menyusul terjadinya fitnah dan kekacauan di wilayah Maghribi, khususnya dari kabilah-kabilah Barbar yang menganut paham Khawarij dari sekte Shufriyah dan Ibadhiyah. Kabilah-kabilah ini mengadakan revolusi menantang penguasa saat itu.
Penguasa Daulah Abbasiyah, Khalifah Harun Ar-Rasyid tidak memiliki pilihan lain kecuali mengangkat satu suku Arab yang mendiami Maghribi sebagai penguasa. Khalifah lalu memerintahkan suku ini untuk memadamkan gejolak.
Upaya ini tidak bisa dilakukan langsung oleh pasukan khalifah, mengingat jauhnya wilayah Maghribi dari pusat pemerintahan di Baghdad.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan tugas berat ini pada panglima yang bernama Ibrahim bin Al-Aghlab At-Tamimi pada tahun 184 H.
Dengan kebijakan ini, Khalifah Ar-Rasyid telah melontarkan gagasan bagi dibentuknya negara-negara kecil yang diperintah oleh satu keluarga dan diwariskan secara turun-temurun.
Setelah itu, di kemudian hari muncul negara-negara kecil di wilayah timur dan barat dengan pola pemerintahan yang sama. Ada Daulah Thahiriyah dan Samaniyah di timur. Ada Daulah Thuluniyah dan Ikhsyidiyah yang berkuasa di Syam dan Mesir, serta banyak negara kecil lainnya.
Dedi Supriyadi dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" mengatakan Ibrahim bin Aghlab diberikan hak penuh atas pemerintahan Tunisia, sebagai gantinya ia harus menyerahkan pajak tahunan sebesar 40.000 dinar ke pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.