Kasus Pelecehan Seksual Terus Meningkat, Bagaimana Islam Mengatur Masalah Ini?
Rabu, 17 November 2021 - 20:53 WIB
Aksi pelecehan seksual belakangan ini kian meningkat saja. Komisi Nasional Perempuan mencatat, terdapat 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode Januari-Juli 2021. Angka itu melampaui catatan 2020 yang tercatat 2.400 kasus. Kasus pada 2020 itu sendiri melonjak 68 persen dari 2019. Lalu bagaimana Islam memandang masalah ini?
Al-Quran melarang pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik. Al-Quran menyebut pelecehan seksual sebagai ar-rafast dan fakhisyah.
Menurut mufassirin ar-rafast adalah al-ifhasy li al-mar’ah fi al-kalam atau ungkapan-ungkapan keji terhadap perempuan yang menjurus kepada seksualitas.
Sedang fakhisyah mirip dengan ar-rafast yaitu perbuatan atau ungkapan ungkapan kotor yang menyerang dan merendahkan harkat dan martabat perempuan.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” ( QS Al-Isra: 32 )
Di dalam ayat ini, Allah SWT melarang seorang hamba melakukan perbuatan mendekati zina. Tindakan mendekati zina ini digambarkan sebagai tindakan: 1) fâhisyah dan 2) seburuk-buruknya jalan.
Contoh dari perbuatan fâkhisyah ini misalnya adalah pandangan yang bernuansa menelanjangi terhadap lawan jenis atau sesama jenisnya, baik sendirian atau di depan umum sehingga berujung pada upaya menghilangkan kehormatan seseorang.
Itulah sebabnya, syariat memerintahkan menahan pandangan bagi muslimin dan muslimat serta perintah menutup aurat. Allah SWT berfirman di dalam QS Al-Nûr: 30
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". ( QS An-Nur : 30 )
Substansi dari ayat ini adalah perintah menahan pandangan, menjaga farji dan menjaga aurat yang merupakan pintu masuk bagi pelecehan seksual.
Hal ini sebagaimana tercermin dari penafsiran yang disampaikan oleh Al-Thabary:
“Allah SWT mengingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: (Katakan kepada kaum mukmin), Demi Allah dan Demi Kamu, wahai Muhammad agar (menahan matanya), yakni menahan diri dari memandang sesuatu yang mengundang selera mata namun dilarang oleh Allah SWT dari memandangnya, (dan menjaga farjinya) dari diperlihatkan kepada orang yang tidak halal baginya melihat, menutup anggota tubuh dari pandangan mereka. (Demikian itu merupakan yang paling bersih buat mereka).”
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: “Jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk jarum besi, itu lebih baik daripada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya” (HR At-tabrani, Rijaluluhu tsiqatun)
Dalam hadis lain Nabi bersabda; “Jika kalian berkubang dengan babi yang berlumuran dengan lumpur dan kotoran, itu lebih baik daripada engkau menyandarkan bahumu di atas bahu perempuan yang bukan istrimu” (HR At-Tabrani)
Dua hadis ini meneguhkan, pelecehan seksual adalah hal yang dilarang dalam Islam karena ia merendahkan martabat kemanusiaan, baik martabat pelaku, terlebih lebih martabat korban.
Mufti Mesir, Syauqi Ibrahim Allam menyatakan: “Kekerasan seksual terhadap perempuan termasuk dosa besar, dan tindakan yang paling keji dan buruk dalam pandangan syariat.
Kekerasan seksual hanya lahir dari jiwa-jiwa yang sakit dan birahi-birahi rendahan sehingga keinginannya hanya menghamburkan syahwat dengan cara binatang, diluar nalar logik dan nalar kemanusiaan”.
Al-Quran melarang pelecehan seksual baik fisik maupun nonfisik. Al-Quran menyebut pelecehan seksual sebagai ar-rafast dan fakhisyah.
Menurut mufassirin ar-rafast adalah al-ifhasy li al-mar’ah fi al-kalam atau ungkapan-ungkapan keji terhadap perempuan yang menjurus kepada seksualitas.
Sedang fakhisyah mirip dengan ar-rafast yaitu perbuatan atau ungkapan ungkapan kotor yang menyerang dan merendahkan harkat dan martabat perempuan.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” ( QS Al-Isra: 32 )
Di dalam ayat ini, Allah SWT melarang seorang hamba melakukan perbuatan mendekati zina. Tindakan mendekati zina ini digambarkan sebagai tindakan: 1) fâhisyah dan 2) seburuk-buruknya jalan.
Contoh dari perbuatan fâkhisyah ini misalnya adalah pandangan yang bernuansa menelanjangi terhadap lawan jenis atau sesama jenisnya, baik sendirian atau di depan umum sehingga berujung pada upaya menghilangkan kehormatan seseorang.
Baca Juga
Itulah sebabnya, syariat memerintahkan menahan pandangan bagi muslimin dan muslimat serta perintah menutup aurat. Allah SWT berfirman di dalam QS Al-Nûr: 30
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". ( QS An-Nur : 30 )
Substansi dari ayat ini adalah perintah menahan pandangan, menjaga farji dan menjaga aurat yang merupakan pintu masuk bagi pelecehan seksual.
Hal ini sebagaimana tercermin dari penafsiran yang disampaikan oleh Al-Thabary:
“Allah SWT mengingatkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: (Katakan kepada kaum mukmin), Demi Allah dan Demi Kamu, wahai Muhammad agar (menahan matanya), yakni menahan diri dari memandang sesuatu yang mengundang selera mata namun dilarang oleh Allah SWT dari memandangnya, (dan menjaga farjinya) dari diperlihatkan kepada orang yang tidak halal baginya melihat, menutup anggota tubuh dari pandangan mereka. (Demikian itu merupakan yang paling bersih buat mereka).”
Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: “Jika kepala salah seorang di antara kalian ditusuk jarum besi, itu lebih baik daripada meraba-raba perempuan yang bukan istrinya” (HR At-tabrani, Rijaluluhu tsiqatun)
Dalam hadis lain Nabi bersabda; “Jika kalian berkubang dengan babi yang berlumuran dengan lumpur dan kotoran, itu lebih baik daripada engkau menyandarkan bahumu di atas bahu perempuan yang bukan istrimu” (HR At-Tabrani)
Dua hadis ini meneguhkan, pelecehan seksual adalah hal yang dilarang dalam Islam karena ia merendahkan martabat kemanusiaan, baik martabat pelaku, terlebih lebih martabat korban.
Mufti Mesir, Syauqi Ibrahim Allam menyatakan: “Kekerasan seksual terhadap perempuan termasuk dosa besar, dan tindakan yang paling keji dan buruk dalam pandangan syariat.
Kekerasan seksual hanya lahir dari jiwa-jiwa yang sakit dan birahi-birahi rendahan sehingga keinginannya hanya menghamburkan syahwat dengan cara binatang, diluar nalar logik dan nalar kemanusiaan”.
Baca Juga
(mhy)