Imperium Dunia dalam Mimpi Nebukadnezar Berdasar Takwil Nabi Daniel
Minggu, 12 Desember 2021 - 09:44 WIB
Kedua, merujuk pada tabel di atas, takwil Nabi Daniel mengabarkan tentang terjadinya rentetan lahir runtuh kerajaan-kerajaan besar di bumi.
Kronologi ini menunjukkan keterkaitan kuat antara “dua tanduk” yang tidak lain adalah Media-Persia, dengan seorang raja besar yang akan memimpin Media sekaligus Persia tersebut.
Sudah disepakati oleh sejarawan, kerajaan Media dan Persia bergabung di bawah satu kerajaan setelah keduanya saling berperang pada 553 SM. Dalam pertempuran itu, Persia keluar sebagai pemenang.
Selepas itu tidak ada lagi Kerajaan Media setelah Persia memasukkannya ke kekuasaannya dan setelahnya Persia memelesat menjadi imperium besar tanpa tanding.
Ini berarti seorang Raja dari Persia telah menaklukkan Kerajaan Media sehingga raja tersebut digambarkan sebagai pemilik “dua tanduk”—yang tidak lain adalah Media yang ditaklukkannya, dan tentunya kerajaannya sendiri, yakni Persia.
Maka, kata Wisnu, jika dua tanduk itu adalah Media dan Persia, kita telah sampai pada kesimpulan logis bahwa raja Persia yang menaklukkan Media adalah Koresh/Cyrus.
Raja Cyrus inilah yang mengalahkan Raja Media bernama Asryages. Tidak hanya itu, putri sang raja dinikahi oleh Cyrus sehingga Cyrus resmi menjadi penerus Kerajaan Media. Artinya, dua tanduk sebagai simbol Media dan Persia sesuai dalam konteks era Raja Cyrus.
Cyrus adalah tokoh yang dimaksud dalam mimpi Nebukadnezar melalui takwil Nabi Daniel. Raja Cyrus ini merupakan pemilik dua tanduk dalam konteks Bibel sebagai baal haqqoranayim yang dalam bahasa Arab adalah dzu alqarnayn.
Ketiga, nukilan Wahb bin Munabbih terhadap makna “dua tanduk” sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya adalah Persia-Romawi. Bukankah Media-Persia tidaklah tepat disebut Persia-Romawi?
Menurut Wisnu, ia bukanlah Persia-Romawi, dan pada kenyataannya, tidak ada satu kerajaan pun yang pernah menguasai Persia dan Romawi sekaligus, kecuali kaum muslimin, itupun yang dimaksud adalah wilayah Romawi Timur (Bizantium), bukan Romawi Barat (Kuno) di Italia sekarang.
Maka yang dimaksud nukilan Wahb bin Munabbih tentang Romawi adalah Yunani, sebab dalam alam pikir bangsa Arab, penyebutan Ar Rum termasuk Yunani, seperti perkataan Abu Umair bin Abdul Barr yang berkata, “Yang dimaksud bangsa Romawi adalah bangsa Romawi yang pertama, yaitu orang-orang Yunani yang nasabnya kembali kepada Rumi bin Lubthi bin Yunan bin Yafits bin Nuh.”
Lantas apa keterkaitannya dengan Cyrus? Wisnu menjelaskan, fakta bahwa kekuasaan Cyrus membentang hingga jauh ke barat mencapai negeri Trakia dan sebagian Makedonia yang secara umum bagian dari wilayah peradaban Yunani, telah disepakati oleh sejarawan.
Makedonia termasuk ke dalam peradaban Yunani, dan Yunani sering kali dimasukkan ke dalam “Rum” atau Romawi dalam literasi Arab Kuno. Bahkan, tatkala Cyrus menguasai seluruh wilayah Asia Minor (daratan Turki pada hari ini) saat menaklukkan kerajaan Lydia, maka sejatinya Cyrus boleh dibilang telah menaklukkan Yunani, sebab Yunani bukan saja sebuah wilayah di barat Laut Aegean sebagaimana kita pahami pada hari ini, tetapi juga mencakup wilayah timurnya, yakni Turki di mana hingga masa diutusnya Rasulullah termasuk wilayah Asia Minor.
Oleh sebab itu wilayah Asia Minor, atau Turki pada hari ini, termasuk Ar Rum.
Wahb bin Munabbih berpendapat berdasarkan apa yang ia dapat dari ahli kitab bahwa Zulkarnain adalah penguasa Romawi dan Persia sebagaimana yang disebutkan Ibnu Katsir, sementara ahli kitab yang dimaksud adalah Yahudi di Syam.
Yahudi di Syam lebih berpengetahuan tentang sejarah peradaban dan kerajaan ketimbang bangsa Arab di Hijaz.
Surah ar-Rum dalam al-Quran sendiri mengisyaratkan mengenai kalah dan menangnya kerajaan Bizantium saat melawan Sassanid-Persia.
Bizantium sendiri beribu kota di Konstantinopel, di wilayah Turki sekarang, dan sebagian besar wilayah kekuasaannya mencakup Turki dan Syam. Memang Romawi yang kita kenal adalah Romawi di negara Italia sekarang. Namun seiring berlalunya waktu, sebutan Romawi menembus batas-batas negara Italia sebagai identitas.
Kronologi ini menunjukkan keterkaitan kuat antara “dua tanduk” yang tidak lain adalah Media-Persia, dengan seorang raja besar yang akan memimpin Media sekaligus Persia tersebut.
Sudah disepakati oleh sejarawan, kerajaan Media dan Persia bergabung di bawah satu kerajaan setelah keduanya saling berperang pada 553 SM. Dalam pertempuran itu, Persia keluar sebagai pemenang.
Selepas itu tidak ada lagi Kerajaan Media setelah Persia memasukkannya ke kekuasaannya dan setelahnya Persia memelesat menjadi imperium besar tanpa tanding.
Ini berarti seorang Raja dari Persia telah menaklukkan Kerajaan Media sehingga raja tersebut digambarkan sebagai pemilik “dua tanduk”—yang tidak lain adalah Media yang ditaklukkannya, dan tentunya kerajaannya sendiri, yakni Persia.
Maka, kata Wisnu, jika dua tanduk itu adalah Media dan Persia, kita telah sampai pada kesimpulan logis bahwa raja Persia yang menaklukkan Media adalah Koresh/Cyrus.
Raja Cyrus inilah yang mengalahkan Raja Media bernama Asryages. Tidak hanya itu, putri sang raja dinikahi oleh Cyrus sehingga Cyrus resmi menjadi penerus Kerajaan Media. Artinya, dua tanduk sebagai simbol Media dan Persia sesuai dalam konteks era Raja Cyrus.
Cyrus adalah tokoh yang dimaksud dalam mimpi Nebukadnezar melalui takwil Nabi Daniel. Raja Cyrus ini merupakan pemilik dua tanduk dalam konteks Bibel sebagai baal haqqoranayim yang dalam bahasa Arab adalah dzu alqarnayn.
Ketiga, nukilan Wahb bin Munabbih terhadap makna “dua tanduk” sebagaimana dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya adalah Persia-Romawi. Bukankah Media-Persia tidaklah tepat disebut Persia-Romawi?
Menurut Wisnu, ia bukanlah Persia-Romawi, dan pada kenyataannya, tidak ada satu kerajaan pun yang pernah menguasai Persia dan Romawi sekaligus, kecuali kaum muslimin, itupun yang dimaksud adalah wilayah Romawi Timur (Bizantium), bukan Romawi Barat (Kuno) di Italia sekarang.
Maka yang dimaksud nukilan Wahb bin Munabbih tentang Romawi adalah Yunani, sebab dalam alam pikir bangsa Arab, penyebutan Ar Rum termasuk Yunani, seperti perkataan Abu Umair bin Abdul Barr yang berkata, “Yang dimaksud bangsa Romawi adalah bangsa Romawi yang pertama, yaitu orang-orang Yunani yang nasabnya kembali kepada Rumi bin Lubthi bin Yunan bin Yafits bin Nuh.”
Lantas apa keterkaitannya dengan Cyrus? Wisnu menjelaskan, fakta bahwa kekuasaan Cyrus membentang hingga jauh ke barat mencapai negeri Trakia dan sebagian Makedonia yang secara umum bagian dari wilayah peradaban Yunani, telah disepakati oleh sejarawan.
Makedonia termasuk ke dalam peradaban Yunani, dan Yunani sering kali dimasukkan ke dalam “Rum” atau Romawi dalam literasi Arab Kuno. Bahkan, tatkala Cyrus menguasai seluruh wilayah Asia Minor (daratan Turki pada hari ini) saat menaklukkan kerajaan Lydia, maka sejatinya Cyrus boleh dibilang telah menaklukkan Yunani, sebab Yunani bukan saja sebuah wilayah di barat Laut Aegean sebagaimana kita pahami pada hari ini, tetapi juga mencakup wilayah timurnya, yakni Turki di mana hingga masa diutusnya Rasulullah termasuk wilayah Asia Minor.
Oleh sebab itu wilayah Asia Minor, atau Turki pada hari ini, termasuk Ar Rum.
Wahb bin Munabbih berpendapat berdasarkan apa yang ia dapat dari ahli kitab bahwa Zulkarnain adalah penguasa Romawi dan Persia sebagaimana yang disebutkan Ibnu Katsir, sementara ahli kitab yang dimaksud adalah Yahudi di Syam.
Yahudi di Syam lebih berpengetahuan tentang sejarah peradaban dan kerajaan ketimbang bangsa Arab di Hijaz.
Surah ar-Rum dalam al-Quran sendiri mengisyaratkan mengenai kalah dan menangnya kerajaan Bizantium saat melawan Sassanid-Persia.
Bizantium sendiri beribu kota di Konstantinopel, di wilayah Turki sekarang, dan sebagian besar wilayah kekuasaannya mencakup Turki dan Syam. Memang Romawi yang kita kenal adalah Romawi di negara Italia sekarang. Namun seiring berlalunya waktu, sebutan Romawi menembus batas-batas negara Italia sebagai identitas.
Baca Juga
(mhy)