Hukum Suami Tidak Menafkahi Istri Beserta Dalilnya

Rabu, 29 Desember 2021 - 08:53 WIB
Dalam Islam, setelah menikah salah satu kewajiban suami terhadap istri yang harus dipenuhi yakni menafkahi. Foto ilustrasi/ist
Hukum suami tidak menafkahi istri dalam islam adalah dosa, terlebih lagi jika suami tidak mau bekerja dengan alasan malas atau tidak ada alasan syar'i yang mendukungnya. Bagaimana penjelasan dalilnya? Dalam Islam, setelah menikah salah satu kewajiban suami terhadap istri yang harus dipenuhi yakni menafkahi.

Nafkah di sini meliputi nafkah lahir dan batin. Kewajiban suami untuk menafkahi istri dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala dalam firman-Nya di Al Qur'an yang berbunyi:

“Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara ma’ruf, Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.’’ (QS. Al-Baqarah 233)



Serta dalam hadis, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rezeki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137)

Lantas bagaimana bila suami melanggar ketentuan itu?

Allah Ta’ala berfirman:

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوۡنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعۡضَهُمۡ عَلٰى بَعۡضٍ وَّبِمَاۤ اَنۡفَقُوۡا مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ‌ ؕ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ‌ ؕ وَالّٰتِىۡ تَخَافُوۡنَ نُشُوۡزَهُنَّ فَعِظُوۡهُنَّ وَاهۡجُرُوۡهُنَّ فِى الۡمَضَاجِعِ وَاضۡرِبُوۡهُنَّ‌ ۚ فَاِنۡ اَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُوۡا عَلَيۡهِنَّ سَبِيۡلًا‌ ؕاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيۡرًا‏


“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An Nisa: 34)

Sebelum menikah, tanggung jawab wanita ada pada orang tuanya. Namun setelah ia menikah, seluruh tanggung jawabnya beralih ke suami. Seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya. Maka itu, sudah selayaknya ia melindungi istrinya dengan cara menyayangi, menjaga dan termasuk menafkahi. Memberi uang belanja (uang makan), membelikan pakaian serta kebutuhan pokok lainnya sesuai kesanggupan.

Maka, apabila suami tidak memenuhi tanggungan tersebut, maka ia pun berdosa. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud-Ibnu Hibban, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Namun bagaimana bila suami tidak mampu menafkahi istri karena ada alasan tertentu? Mengutip tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari di laman almanaj, dijelaskan jika suami tidak memberi nafkah yang cukup, padahal dia memiliki harta yang nampak, yang memungkinkan bagi isteri untuk mengambil sendiri, atau dengan keputusan hakim, maka isteri hendaklah bersabar.

Demikian juga jika suami tidak memberi nafkah secara cukup bagi isteri dan anaknya, maka sang isteri boleh mengambil harta suami dengan tanpa idzin, tetapi dengan cara yang ma’ruf (patut, secukupnya), tidak boleh berlebihan.

Dalam masalah tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salllam telah berfatwa, sebagaimana disebutkan di dalam hadis shahih :

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ هِنْدَ بِنْتَ عُتْبَةَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ وَلَيْسَ يُعْطِينِي مَا يَكْفِينِي وَوَلَدِي إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْهُ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ فَقَالَ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ


Dari ‘Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan patut”.[HR Bukhari, no. 5364; Muslim, no. 1714].



Setelah membawakan hadis ini, Syaikh Shalih bin Ghanim as Sadlaan berkata: “Apa yang telah lalu ini menunjukkan kewajiban nafkah untuk isteri. Dan nafkah itu diukur dengan apa yang mencukupinya (isteri) dan anaknya dengan ma’ruf (patut, baik, umum). Jika suami tidak memberi nafkah, sesungguhnya sang isteri berhak mengambil nafkahnya dari harta suaminya, walau tanpa sepengetahuannya, dan hal itu hendaklah dengan ma’ruf. Dan sepantasnya bagi isteri tidak membebani suaminya dengan banyak tuntutan. Hendaklah dia ridha dengan sedikit (nafkah), khususnya jika suami berada dalam kesusahan dan kemiskinan”.

Jika suami benar-benar tidak mampu menafkahi, menurut Ustadz Abu Ismail, maka dalam masalah ini ada tiga pendapat ulama.

1. Boleh menuntut faskh (pembatalan aqad nikah)
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
مَاۤ اَصَابَ مِنۡ مُّصِيۡبَةٍ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ اِلَّا فِىۡ كِتٰبٍ مِّنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّبۡـرَاَهَا ؕ اِنَّ ذٰ لِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيۡرٌۚ (٢٢) لِّـكَيۡلَا تَاۡسَوۡا عَلٰى مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُوۡا بِمَاۤ اٰتٰٮكُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرِۙ‏ (٢٣) اۨلَّذِيۡنَ يَبۡخَلُوۡنَ وَيَاۡمُرُوۡنَ النَّاسَ بِالۡبُخۡلِ‌ؕ وَمَنۡ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الۡغَنِىُّ الۡحَمِيۡدُ (٢٤)
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan jangan pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri, yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir. Barangsiapa berpaling (dari perintah-perintah Allah), maka sesungguhnya Allah, Dia Mahakaya, Maha Terpuji.

(QS. Al-Hadid Ayat 22-24)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More