Surat Yasin Ayat 48-50: Kiamat Datang Mendadak, ketika Orang Masih Sibuk Urusan Dunia
Kamis, 13 Januari 2022 - 13:44 WIB
Surat Yasin ayat 48 sampai 50 menarasikan respons orang kafir ketika disampaikan peringatan. Setelah sebelumnya diperlihatkan penolakan mereka untuk bertakwa dan menginfakkan harta, kali ini ditunjukkan bagaimana keingkaran mereka terhadap datangnya hari kiamat dan bagaimana sebenarnya dahsyatnya fenomena tersebut.
Allah SWT berfirman:
Dan mereka berkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?”.
Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya. (QS Yasin : 48-50)
Nawawi al-Bantani dalam tafsir Marah Labid mengatakan bahwa orang kafir Mekkah bertanya pada Nabi Muhammad SAW dan orang-orang mukmin tentang kapan datangnya hari yang dijanjikan, yaitu hari kiamat.
Allah SWT menjawab pertanyaan mereka bahwa yang mereka nantikan tidak lain kecuali hanya sebuah teriakan atau tiupan yang seketika membinasakan mereka.
Menjelaskan hal ini, dalam tafsir Jami’ul Bayan, Ibnu Ath-Thabari mengutip tiga hadits yang juga menggambarkan kejadian kiamat yang mendadak. Salah satu hadits itu berbunyi:
Diriwayatkan dari Qatadah terkait QS Yasin: 49 di mana Nabi SAW berkata kepada kami; “Sesungguhnya hari kiamat datang mendadak menimpa manusia, sedangkan seseorang ada yang sedang memperbaiki kolamnya, ada yang sedang memberi minum ternaknya, ada pula yang sedang menjajakan barang dagangannya di pasar seraya menurunkan dan menaikkan timbangannya. Kiamat datang menimpa mereka dalam keadaan demikian, maka mereka tidak mampu membuat suatu wasiatpun dan tidak pula dapat kembali kepada keluarganya.”
Selain itu, juga meriwayatkan hadits dari Basyar dari Abu ‘Adiy dari Muhammad bin Ja’far dari ‘Auf bin Abi Jamilah dari Abu al-Mughirah dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata:
"Ketika sangkakala ditiup, orang-orang berada di jalan-jalan, pasar-pasar, dan sedang duduk-duduk. Ketika orang sedang melakukan transaksi dagang, belum sampai orang itu mengambil barang yang dibelinya, sangkakala ditiup. Orang baru bangun dari tidur, sangkakala ditiup. Inilah gambaran dari firman Allah SWT pada ayat 49 surat Yasin.”
Hadis ketiga riwayat dari Abu Hurairah yang mengulas tentang proses terjadinya Hari Kiamat. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sungguh Allah menciptakan sangkakala ketika menciptakan langit dan bumi, Dia memberikannya kepada malaikat Israfil. Malaikat Israfil menopang sangkakala itu dekat ke mulutnya dan menunggu kapan diperintahkan untuk meniupnya.
Abu Hurairah kemudian bertanya, “Apa itu sangkakala (al-shuwar)?”
Rasulullah menjawab, “Semacam tanduk (qarnun)?”
Abu Hurairah kembali bertanya, “Seperti apa betuknya?”
Rasulullah SAW menjelaskan, “Tanduk yang sangat besar semacam terompet yang akan ditiup tiga kali. Tiupan pertama adalah tiupan mengagetkan (nafkhat al-faza’) yang akan menghancurkan segala sesuatu. Tiupan kedua merupakan tiupan membinasakan (nafkhat al-sha’qi) yang akan membinasakan seluruh makhluk hidup. Tiupan ketiga tiupan kebangkitan (nafkhat al-qiyam).”
Ibnu ‘Asyur menerangkan kemungkinan adanya makna kedua yaitu teriakan (al-shayhah) yang dimaksud pada ayat di atas bukanlah sangkakala, tetapi teriakan orang yang melihat marabahaya.
Menurutnya, bisa saja ayat di atas terkait dengan orang-orang musyrik Mekkah yang berteriak meminta pertolongan ketika adanya serangan dari kaum muslimin yang bermaksud menguasai barang dagangan mereka ketika terjadi perang Badr.
Kemudian berlanjut pada kata yakhishshimun (bertengkar), menurut Ibnu ‘Asyur ketika menerangkan makna kedua, berkaitan dengan pertengkaran orang musyrik Mekkah ketika menghadapi kaum muslimin pada saat perang Badr .
Lalu mereka tidak sempat memberikan nasihat, yaitu ketika orang-orang musyrik Mekah akhirnya kalah pada perang Badar.
Bertujuan Memperolok
Ar-Razi dan Az-Zuhaili sepakat akan kesinambungan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Ayat sebelumnya menyinggung orang kafir yang enggan bertakwa dan mengeluarkan infak.
Pada ayat ini secara tidak langsung dijelaskan penyebab keengganan mereka, yaitu keingkaran kepada Hari Pembalasan. Karena tidak meyakini akhirat, mereka merasa tidak perlu bersusah payah melakukan amal kebaikan di dunia.
Pertanyaan orang kafir tentang kapan kiamat itu terjadi bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. At-Tabataba’i menyebutnya pertanyaan yang bernada istihza, yakni bertujuan memperolok yang didasari oleh perasaan inkar terhadap apa yang diyakini umat Islam. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Allah SWT tidak memberikan jawaban spesifik mengenai kapan kiamat tiba.
Selain karena pertanyaan tersebut dilontarkan bukan dalam rangka mencari jawaban, juga karena hal ini merupakan rahasia Tuhan yang bahkan Nabi Muhammad SAW sekalipun tidak mengetahuinya.
Dibanding memikirkan kapan waktunya, Allah SWT lebih memilih memberikan gambaran bagaimana kengerian kiamat sebagai solusi bagi siapa saja yang mengimani kiamat untuk mempersiapkan diri menghadapinya.
Kiamat datang secara tiba-tiba, tanpa bisa diduga dan disadari kedatangannya.
Pada Surat Az-Zukhruf ayat 66, Allah SWT berfirman:
Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. ( QS Az-Zukhruf : 66)
Sebagaimana dikatakan pada ayat ke-49 bahwa pada saat terjadi kiamat, bisa saja orang-orang kafir itu sedang bertengkar dengan sesamanya. Mengisyaratkan bahwa mereka ini lalai dari perkara kiamat. Mereka meributkan urusan duniawi seakan-akan lupa akan adanya hari kiamat dan tidak mempersiapkan diri menghadapinya.
At-Tabataba’i menggarisbawahi penambahan kata wahidah (satu) sebagai penekanan bahwa perkara mematikan semua makhluk hidup itu mudah bagi Allah SWT. Cukup baginya satu teriakan yang adalah tiupan pertama dari malaikat Israfil untuk mematikan seluruh makhluk hidup yang ada di dunia.
Mengenai ragam qiraat pada ayat di atas, Az-Zuhaili menyebutkan tiga versi cara membaca kata يخصمون (yakhissimun). Ashim, Ibn Zakwan dan al-Kisa’i membaca “yakhissimun”, sementara Warsy, Ibn Katsir dan Abu Amr membaca “yakhassimun”. Dan yang terakhir, Hamzah membacanya dengan “yakhsimun”.
Allah SWT berfirman:
وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هَٰذَا الْوَعْدُ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
مَا يَنظُرُونَ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ
فَلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلَا إِلَىٰ أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ
مَا يَنظُرُونَ إِلَّا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ
فَلَا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً وَلَا إِلَىٰ أَهْلِهِمْ يَرْجِعُونَ
Dan mereka berkata: “Bilakah (terjadinya) janji ini (hari berbangkit) jika kamu adalah orang-orang yang benar?”.
Mereka tidak menunggu melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka ketika mereka sedang bertengkar.
Lalu mereka tidak kuasa membuat suatu wasiatpun dan tidak (pula) dapat kembali kepada keluarganya. (QS Yasin : 48-50)
Nawawi al-Bantani dalam tafsir Marah Labid mengatakan bahwa orang kafir Mekkah bertanya pada Nabi Muhammad SAW dan orang-orang mukmin tentang kapan datangnya hari yang dijanjikan, yaitu hari kiamat.
Allah SWT menjawab pertanyaan mereka bahwa yang mereka nantikan tidak lain kecuali hanya sebuah teriakan atau tiupan yang seketika membinasakan mereka.
Menjelaskan hal ini, dalam tafsir Jami’ul Bayan, Ibnu Ath-Thabari mengutip tiga hadits yang juga menggambarkan kejadian kiamat yang mendadak. Salah satu hadits itu berbunyi:
“عن قتادة ( مَا يَنْظُرُونَ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً تَأْخُذُهُمْ وَهُمْ يَخِصِّمُونَ ) ذُكر لنا أن النبي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم كان يقول: “إِنَّ السَّاعَةَ تَهِيجُ بِالنَّاسِ، وَالرَّجُلُ يَصْلِحُ حَوْضَهُ، وَالرَّجُلُ يَسْقِي مَاشِيَتَهُ، وَالرَّجُلُ يُقِيمُ سِلْعَتَهُ فِي السُّوقِ وَيُخْفِضُ مِيزَانَهُ وَيَرْفَعُهُ وَتَهِيجُ بِهِمْ وَهُمْ كَذلكَ، فَلا يَسْتَطِيعُونَ تَوْصِيَةً ولا إلى أهْلِهِمْ يَرْجِعُونِ”
Diriwayatkan dari Qatadah terkait QS Yasin: 49 di mana Nabi SAW berkata kepada kami; “Sesungguhnya hari kiamat datang mendadak menimpa manusia, sedangkan seseorang ada yang sedang memperbaiki kolamnya, ada yang sedang memberi minum ternaknya, ada pula yang sedang menjajakan barang dagangannya di pasar seraya menurunkan dan menaikkan timbangannya. Kiamat datang menimpa mereka dalam keadaan demikian, maka mereka tidak mampu membuat suatu wasiatpun dan tidak pula dapat kembali kepada keluarganya.”
Selain itu, juga meriwayatkan hadits dari Basyar dari Abu ‘Adiy dari Muhammad bin Ja’far dari ‘Auf bin Abi Jamilah dari Abu al-Mughirah dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata:
"Ketika sangkakala ditiup, orang-orang berada di jalan-jalan, pasar-pasar, dan sedang duduk-duduk. Ketika orang sedang melakukan transaksi dagang, belum sampai orang itu mengambil barang yang dibelinya, sangkakala ditiup. Orang baru bangun dari tidur, sangkakala ditiup. Inilah gambaran dari firman Allah SWT pada ayat 49 surat Yasin.”
Hadis ketiga riwayat dari Abu Hurairah yang mengulas tentang proses terjadinya Hari Kiamat. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sungguh Allah menciptakan sangkakala ketika menciptakan langit dan bumi, Dia memberikannya kepada malaikat Israfil. Malaikat Israfil menopang sangkakala itu dekat ke mulutnya dan menunggu kapan diperintahkan untuk meniupnya.
Abu Hurairah kemudian bertanya, “Apa itu sangkakala (al-shuwar)?”
Rasulullah menjawab, “Semacam tanduk (qarnun)?”
Abu Hurairah kembali bertanya, “Seperti apa betuknya?”
Rasulullah SAW menjelaskan, “Tanduk yang sangat besar semacam terompet yang akan ditiup tiga kali. Tiupan pertama adalah tiupan mengagetkan (nafkhat al-faza’) yang akan menghancurkan segala sesuatu. Tiupan kedua merupakan tiupan membinasakan (nafkhat al-sha’qi) yang akan membinasakan seluruh makhluk hidup. Tiupan ketiga tiupan kebangkitan (nafkhat al-qiyam).”
Ibnu ‘Asyur menerangkan kemungkinan adanya makna kedua yaitu teriakan (al-shayhah) yang dimaksud pada ayat di atas bukanlah sangkakala, tetapi teriakan orang yang melihat marabahaya.
Menurutnya, bisa saja ayat di atas terkait dengan orang-orang musyrik Mekkah yang berteriak meminta pertolongan ketika adanya serangan dari kaum muslimin yang bermaksud menguasai barang dagangan mereka ketika terjadi perang Badr.
Kemudian berlanjut pada kata yakhishshimun (bertengkar), menurut Ibnu ‘Asyur ketika menerangkan makna kedua, berkaitan dengan pertengkaran orang musyrik Mekkah ketika menghadapi kaum muslimin pada saat perang Badr .
Lalu mereka tidak sempat memberikan nasihat, yaitu ketika orang-orang musyrik Mekah akhirnya kalah pada perang Badar.
Bertujuan Memperolok
Ar-Razi dan Az-Zuhaili sepakat akan kesinambungan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Ayat sebelumnya menyinggung orang kafir yang enggan bertakwa dan mengeluarkan infak.
Pada ayat ini secara tidak langsung dijelaskan penyebab keengganan mereka, yaitu keingkaran kepada Hari Pembalasan. Karena tidak meyakini akhirat, mereka merasa tidak perlu bersusah payah melakukan amal kebaikan di dunia.
Pertanyaan orang kafir tentang kapan kiamat itu terjadi bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. At-Tabataba’i menyebutnya pertanyaan yang bernada istihza, yakni bertujuan memperolok yang didasari oleh perasaan inkar terhadap apa yang diyakini umat Islam. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Allah SWT tidak memberikan jawaban spesifik mengenai kapan kiamat tiba.
Selain karena pertanyaan tersebut dilontarkan bukan dalam rangka mencari jawaban, juga karena hal ini merupakan rahasia Tuhan yang bahkan Nabi Muhammad SAW sekalipun tidak mengetahuinya.
Dibanding memikirkan kapan waktunya, Allah SWT lebih memilih memberikan gambaran bagaimana kengerian kiamat sebagai solusi bagi siapa saja yang mengimani kiamat untuk mempersiapkan diri menghadapinya.
Kiamat datang secara tiba-tiba, tanpa bisa diduga dan disadari kedatangannya.
Pada Surat Az-Zukhruf ayat 66, Allah SWT berfirman:
هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا ٱلسَّاعَةَ أَن تَأْتِيَهُم بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Mereka tidak menunggu kecuali kedatangan hari kiamat kepada mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. ( QS Az-Zukhruf : 66)
Sebagaimana dikatakan pada ayat ke-49 bahwa pada saat terjadi kiamat, bisa saja orang-orang kafir itu sedang bertengkar dengan sesamanya. Mengisyaratkan bahwa mereka ini lalai dari perkara kiamat. Mereka meributkan urusan duniawi seakan-akan lupa akan adanya hari kiamat dan tidak mempersiapkan diri menghadapinya.
At-Tabataba’i menggarisbawahi penambahan kata wahidah (satu) sebagai penekanan bahwa perkara mematikan semua makhluk hidup itu mudah bagi Allah SWT. Cukup baginya satu teriakan yang adalah tiupan pertama dari malaikat Israfil untuk mematikan seluruh makhluk hidup yang ada di dunia.
Mengenai ragam qiraat pada ayat di atas, Az-Zuhaili menyebutkan tiga versi cara membaca kata يخصمون (yakhissimun). Ashim, Ibn Zakwan dan al-Kisa’i membaca “yakhissimun”, sementara Warsy, Ibn Katsir dan Abu Amr membaca “yakhassimun”. Dan yang terakhir, Hamzah membacanya dengan “yakhsimun”.
(mhy)