Hati-hati Jaga Hati, Inilah 6 Tempat Riya Menurut Imam Al Ghazali

Senin, 17 Januari 2022 - 08:44 WIB
Banyak orang masuk jebakan riya karena amal ibadahnya, karena itu setiap muslim perlu mengenal dari mana saja potensi riya’ dapat muncul. Foto ilustrasi/istimewa
Banyak orang masuk 'jebakan' riya karena amal ibadahnya, tetapi harus diakui menghindari pamer amal ibadah ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. Orang yang melawan jebakan riya sejatinya sedang berperang melawan dorongan dari dalam diri sendiri. Satu energi besar yang bercampur baur, sukar dipisahkan antara positif dan negatifnya.

Jebakan riya’ sangat banyak, belum lagi perangkap kesombongan, gila popularitas (sum’ah), cari perhatian (tamalluq), dan semisalnya. Akan tetapi, hal itu bukan alasan untuk menghentikan atau malas beribadah. Ibadah harus tetap dijalankan perlahan seraya membenahinya secara bertahap.



Karenanya, setiap muslim perlu mengenal dari mana saja potensi riya’ dapat muncul. Seperti diungkapkan Imam al-Ghazali, beliau berkata,“Buta dari mengenal seluk-beluk benalu amal membuat kita mustahil dapat menghindarinya.” (Abu Hamid al-Ghazali, Kitab al-Arba’in fi Ushul ad-Din, halaman 102).

Dalam Kitab al-Arba’in, Imam al-Ghazali (wafat 505 H/1111 M) menjelaskan secara rinci 6 tempat yang sangat berpotensi menumbuhkan riya’. Imam al-Ghazali menjelaskannya sebagai berikut:



1. Dalam bentuk badan dan raut muka.

Seperti ‘menampakkan’ badan yang kerempeng dan lemah misalnya, agar orang-orang melihatnya tampak seperti seorang ahli ibadah, ahli riyadhah, puasa, dan semisalnya. Termasuk juga memperlihatkan raut muka sedih, supaya terlihat seperti orang yang punya pengamatan mendalam ihwal kehidupan dan kehinaan dunia. Semua itu bagian dari riya’ yang diwanti-wanti al-Ghazali.

2. Dalam penampilan

Contoh kecil, seperti mencukur kumis agar terlihat lebih menawan dan mempesona sehingga banyak orang terpukau, menundukkan kepala saat berjalan, bergerak dan melangkah secar elegan supaya tampak lebih berwibawa, menampakkan bekas sujud di dahi agar tidak diragukan kualitas sujudnya, dan hal-hal serupa.

3. Dalam gaya pakaian

Seperti mengenakan pakaian lengan panjang dengan lengan baju yang terlipat, tiada tujuan lain kecuali agar terlihat lebih keren, misalnya. Berbaju lusuh dengan beberapa tambalan juga termasuk salah satunya, bila tujuannya agar terlihat sebagai seorang sufi besar lagi bersahaja.

Keempat, riya’ dengan ucapan. Hal ini termasuk yang kerapkali menjebak para dai. Jadi, sebaiknya berhati-hati. Karena, orang alim pun tidak terlepas dari penyakit riya’. Wajar saja bila baginda Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadist riwayat Mu’âdz bin Jabal, Min fitnatil âlim, an yakunal kalam ahabba ilaihi min al-istima’, “Termasuk ujian besar seorang alim, yaitu ketika ia lebih suka berbicara daripada mendengar”. (Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ’ Ulumuddin, juz I, halaman 62).



5. Riya’ dalam perbuatan

Seperti memperlama rukuk dan sujud, misalnya, sedekah, puasa, haji, dan lain sebagainya. Semua itu sangat potensial untuk memunculkan riya’. Bahkan, gerak-gerik tubuh kita pun ketika melenceng dari niat luhur kerapkali terjerumus dalam penyakit hati ini.

6. Riya’ juga bisa tumbuh karena banyaknya murid, teman, dan guru yang bisa dipamerkan

Seperti orang yang sering berkunjung kepada para gurunya, sehingga ia memiliki branding diri yang baik di mata umat: misalnya dekat dengan orang alim, sering bertabaruk, dan seterusnya.

Mengutip tulisan Ustad Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, dijelaskan membaca sekilas penjelasan al-Ghazali tentang 6 tempat riya’, seolah untuk beramal shaleh orang menjadi sangat ribet.

"Beramal itu lillahi ta’ala, murni karena Allah semata memang tidak mudah. Bukan karena Allah mempersulit akses menuju ke sana, tetapi karena hati mnusia penuh oleh nuansa syaithani, egoisme, dan mabuk dunia, sehingga ia sulit menemukan kemurnian ibadah yang sebenarnya,"ungkapnya seperti dilansir NU Online.

Namun menurut Ustadz Ahmad Dirgahayu, sebagai hamba Allah, tentu orang tak boleh berkecil hati. Orang harus terus berupaya sedikit demi sedikit membenahi hati dengan cara apa pun. Seperti banyak membaca, mengaji kepada para ustadz, kiai, atau tuan guru yang dapat meningkatkan kualitas spiritualnya. Kuncinya, adalah tidak sampai berhenti karena terjangkit riya’ saat beramal pertama, kedua, atau bahkan ketiga kalinya. Namun amal ibadah tetap harus terus dilanjutkan sampai hati menjadi stabil dan tidak butuh dilihat lagi oleh manusia lainnya.



Wallahu A’lam
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(wid)
cover top ayah
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٌ مِّنۡ قَوۡمٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُوۡنُوۡا خَيۡرًا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٌ مِّنۡ نِّسَآءٍ عَسٰٓى اَنۡ يَّكُنَّ خَيۡرًا مِّنۡهُنَّ‌ۚ وَلَا تَلۡمِزُوۡۤا اَنۡفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُوۡا بِالۡاَلۡقَابِ‌ؕ بِئۡسَ الِاسۡمُ الۡفُسُوۡقُ بَعۡدَ الۡاِيۡمَانِ‌ ۚ وَمَنۡ لَّمۡ يَتُبۡ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوۡنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.

(QS. Al-Hujurat Ayat 11)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More