Al-Walid Bin Al-Mughirah, Tradisi Ciptaannya Dilanjutkan Islam Namun 10 Ayat Al-Qur'an Mencela Dirinya
Kamis, 17 Februari 2022 - 18:03 WIB
Dalam internal kabilah Quraisy, Bani Makhzum merupakan keluarga terpandang dan disegani. Tak heran bila puak-puak Quraisy lainnya begitu berkeinginan bersemenda dengan perempuan-perempuan dari Bani Makhzum, termasuk para taruna Bani Hasyim.
Di antara faktor yang membuat mereka terpandang adalah karena kekayaan dan sikap kedermawanan yang mereka miliki. Bani Makhzum tercatat sebagai keluarga kaya untuk ukuran orang orang Quraisy. Mereka memiliki simpanan emas dalam ribuan sukatan. Seperti disebutkan sebelumnya, kekayaan mereka tersebar di tanah Hijaz, terutama Mekkah dan Tha'if.
Ketika Perang Badar berkecamuk, Bani Makhzum menyumbang 30 ekor kuda perkasa dan 200 ekor unta untuk pasukan kafir Quraisy. Padahal, keseluruhan kuda Quraisy pada waktu itu hanyalah 70 ekor. Artinya, hampir separuh tunggangan para kesatria itu adalah sumbangan Bani Makhzum. Mereka pula yang berpartisipasi menyuplai logistik dan persenjataan bagi para prajurit yang berangkat ke medan laga.
Ayah Al-Walid, yaitu Al-Mughirah ibn Abdullah, dikenal sebagai tokoh terhormat. Tak sedikit orang yang ingin menjadikannya sebagai ayah angkat, bahkan orang-orang asing pun menasabkan diri kepadanya sebagaimana kebiasaan masyarakat jahiliyah.
Al-Walid bukanlah anak tunggal. Dia memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang tak kalah terpandang seperti dirinya, di antara Hisyam (ayah Abu Jahal), Abu Hudzaifah, Abu Umayyah, dan lain-lain.
Hakim Berpengaruh
Selain dikenal sebagai sesepuh, Al-Walid juga merupakan salah seorang hakim Arab pada masa jahiliyah. Dia kerap memimpin kaum Quraisy dalam setiap musyawarah di Dar Al-Nadwah'.
Keputusan-keputusan yang dibuat Al-Walid menjadi semacam yurisprudensi bagi masyarakat Mekkah. Bahkan, ketika Islam sudah datang, beberapa yurisprudensi yang dinilai baik diteruskan oleh Rasulullah SAW sebagai suatu pandangan objektif dan penghormatan terhadap norma-norma baik yang hidup di tengah masyarakat.
Tercatat, Al-Walid adalah orang pertama yang menetapkan keabsahan qasamah pada masa jahiliyah. Al-qasamah adalah salah satu bentuk pembuktian di peradilan dalam kasus pembunuhan ketika tidak ada alat bukti lain yang dapat menunjukkan terjadinya pembunuhan tersebut. Dalam qasamah, minimal lima puluh orang keluarga korban diharuskan mengangkat sumpah yang berisi pernyataan bahwa seseorang telah membunuh keluarga mereka.
Dan Al-Walid ibn Al Mughirah adalah orang pertama yang menetapkan keabsahan pembuktian semacam ini. Rasulullah SAW pun juga menerapkannya sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad, Muslim, dan Al Nasa'i (Al-Zuhaili, Wahbah ibn Mushthafa, Al-Figh Al-Islami wa Adillatuhu, tt Juz VII, h. 5807).
Memanjat Kakbah
Dia pula orang pertama yang memanjat Kakbah ketika akan direnovasi dan mentradisikan melepaskan sepatu dan sandal saat akan memasuki Kakbah yang mulia pada masa jahiliyah. Kebiasaan itu pun diteruskan pada masa Islam.
Diriwayatkan bahwa Al-Walid juga sudah melarang minuman khamar sejak masa jahiliyah. Bahkan, dia pernah memukul anaknya, Hisyam, karena meminum khamar. Dia pula yang menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri pada masa jahiliyah. Hukum yang sama pun ditetapkan pula dalam Islam.
Namun, adanya unsur kesamaan itu bukan karena syariat yang dibawa Rasulullah SAW meniru-niru keputusan Al-Walid, tetapi memang demikian adanya wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW.
Di antara faktor yang membuat mereka terpandang adalah karena kekayaan dan sikap kedermawanan yang mereka miliki. Bani Makhzum tercatat sebagai keluarga kaya untuk ukuran orang orang Quraisy. Mereka memiliki simpanan emas dalam ribuan sukatan. Seperti disebutkan sebelumnya, kekayaan mereka tersebar di tanah Hijaz, terutama Mekkah dan Tha'if.
Ketika Perang Badar berkecamuk, Bani Makhzum menyumbang 30 ekor kuda perkasa dan 200 ekor unta untuk pasukan kafir Quraisy. Padahal, keseluruhan kuda Quraisy pada waktu itu hanyalah 70 ekor. Artinya, hampir separuh tunggangan para kesatria itu adalah sumbangan Bani Makhzum. Mereka pula yang berpartisipasi menyuplai logistik dan persenjataan bagi para prajurit yang berangkat ke medan laga.
Ayah Al-Walid, yaitu Al-Mughirah ibn Abdullah, dikenal sebagai tokoh terhormat. Tak sedikit orang yang ingin menjadikannya sebagai ayah angkat, bahkan orang-orang asing pun menasabkan diri kepadanya sebagaimana kebiasaan masyarakat jahiliyah.
Al-Walid bukanlah anak tunggal. Dia memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang tak kalah terpandang seperti dirinya, di antara Hisyam (ayah Abu Jahal), Abu Hudzaifah, Abu Umayyah, dan lain-lain.
Hakim Berpengaruh
Selain dikenal sebagai sesepuh, Al-Walid juga merupakan salah seorang hakim Arab pada masa jahiliyah. Dia kerap memimpin kaum Quraisy dalam setiap musyawarah di Dar Al-Nadwah'.
Keputusan-keputusan yang dibuat Al-Walid menjadi semacam yurisprudensi bagi masyarakat Mekkah. Bahkan, ketika Islam sudah datang, beberapa yurisprudensi yang dinilai baik diteruskan oleh Rasulullah SAW sebagai suatu pandangan objektif dan penghormatan terhadap norma-norma baik yang hidup di tengah masyarakat.
Tercatat, Al-Walid adalah orang pertama yang menetapkan keabsahan qasamah pada masa jahiliyah. Al-qasamah adalah salah satu bentuk pembuktian di peradilan dalam kasus pembunuhan ketika tidak ada alat bukti lain yang dapat menunjukkan terjadinya pembunuhan tersebut. Dalam qasamah, minimal lima puluh orang keluarga korban diharuskan mengangkat sumpah yang berisi pernyataan bahwa seseorang telah membunuh keluarga mereka.
Dan Al-Walid ibn Al Mughirah adalah orang pertama yang menetapkan keabsahan pembuktian semacam ini. Rasulullah SAW pun juga menerapkannya sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad, Muslim, dan Al Nasa'i (Al-Zuhaili, Wahbah ibn Mushthafa, Al-Figh Al-Islami wa Adillatuhu, tt Juz VII, h. 5807).
Baca Juga
Memanjat Kakbah
Dia pula orang pertama yang memanjat Kakbah ketika akan direnovasi dan mentradisikan melepaskan sepatu dan sandal saat akan memasuki Kakbah yang mulia pada masa jahiliyah. Kebiasaan itu pun diteruskan pada masa Islam.
Diriwayatkan bahwa Al-Walid juga sudah melarang minuman khamar sejak masa jahiliyah. Bahkan, dia pernah memukul anaknya, Hisyam, karena meminum khamar. Dia pula yang menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri pada masa jahiliyah. Hukum yang sama pun ditetapkan pula dalam Islam.
Namun, adanya unsur kesamaan itu bukan karena syariat yang dibawa Rasulullah SAW meniru-niru keputusan Al-Walid, tetapi memang demikian adanya wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW.
(mhy)