Kisah Muawiyah bin Yazid Menolak Menjadi Khalifah karena Trauma
Rabu, 23 Februari 2022 - 14:56 WIB
Hal itu juga dikuatkan dengan sikap Muawiyah II yang menolak untuk membaiat salah satu anggota keluarganya menjadi khalifah setelah dirinya.
Perpecahan
Kala itu, di samping Ubaidillah bin Ziyad di Basrah, Abdullah bin Zubair pun mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah kaum Muslimin di Mekkah. Dia mendapat dukungan dari masyarakat di Hijaz dan Mesir. Dan ia masih melakukan lobi ke masyarakat Kufah yang baru saja menolak bai’at kepada Ubaidillah bin Ziyad, serta melakukan pendekatan juga ke Damaskus.
Dinasti Umayyah sebenarnya mengakui bahwa saat itu, sosok Abdullah bin Zubair adalah yang paling memenuhi kompetensi untuk menduduki kursi khalifah. Tapi mereka masih enggan memberikan bai’at pada Abdullah bin Zubair. Untuk sementara mereka sepakat menunjukkan Dahhak bin Qais untuk menjadi semacam pejabat sementara khalifah kaum Muslimin sampai terpilihnya sosok khalifah yang diakui oleh semua masyarakat Muslim.
Dengan wafatnya Muawiyah II, maka terputus pula tradisi kepemimpinan trah Abu Sufyan bin Harb di kalangan keluarga Umayyah.
Tapi Umayyah tidak pernah kehabisan stok. Selain Harb dan Affan, ia juga memiliki putra yang bernama Hakam. Keturunan Affan sudah mendapatkan jatahnya ketika Utsman bin Affan naik menjadi khalifah.
Demikian juga dengan keturuan Harb, ketika Muawiyah mendaulat dirinya menjadi khalifah bahkan mewariskannya pada Yazid bin Muawiyah. Tinggal yang tersisa sekarang adalah keturunan Hakam, yang kepala keluarganya kala itu dipegang oleh sosok yang bernama Marwan bin Hakam atau dikenal dengan Marwan I.
Perpecahan
Kala itu, di samping Ubaidillah bin Ziyad di Basrah, Abdullah bin Zubair pun mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah kaum Muslimin di Mekkah. Dia mendapat dukungan dari masyarakat di Hijaz dan Mesir. Dan ia masih melakukan lobi ke masyarakat Kufah yang baru saja menolak bai’at kepada Ubaidillah bin Ziyad, serta melakukan pendekatan juga ke Damaskus.
Dinasti Umayyah sebenarnya mengakui bahwa saat itu, sosok Abdullah bin Zubair adalah yang paling memenuhi kompetensi untuk menduduki kursi khalifah. Tapi mereka masih enggan memberikan bai’at pada Abdullah bin Zubair. Untuk sementara mereka sepakat menunjukkan Dahhak bin Qais untuk menjadi semacam pejabat sementara khalifah kaum Muslimin sampai terpilihnya sosok khalifah yang diakui oleh semua masyarakat Muslim.
Dengan wafatnya Muawiyah II, maka terputus pula tradisi kepemimpinan trah Abu Sufyan bin Harb di kalangan keluarga Umayyah.
Tapi Umayyah tidak pernah kehabisan stok. Selain Harb dan Affan, ia juga memiliki putra yang bernama Hakam. Keturunan Affan sudah mendapatkan jatahnya ketika Utsman bin Affan naik menjadi khalifah.
Demikian juga dengan keturuan Harb, ketika Muawiyah mendaulat dirinya menjadi khalifah bahkan mewariskannya pada Yazid bin Muawiyah. Tinggal yang tersisa sekarang adalah keturunan Hakam, yang kepala keluarganya kala itu dipegang oleh sosok yang bernama Marwan bin Hakam atau dikenal dengan Marwan I.
(mhy)