Kisah Yazid bin Muawiyah, Putra Mahkota Pertama dalam Sejarah Kaum Muslimin

Kamis, 17 Februari 2022 - 18:40 WIB
loading...
Kisah Yazid bin Muawiyah,...
Muawiyah menjadikan Yazid putranya sebagai penggantinya. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Yazid bin Muawiyah adalah “putra mahkota” pertama dalam sejarah kaum Muslimin. Ia lahir di dalam istana Damaskus pada tahun 25 H. Sejak kecil, hidupnya dilingkupi oleh suasana yang glamor dan jauh dari sentuhan spiritual para sahabat utama. Tubuhnya begitu tambun, dan Muawiyah selalu memanjakannya.

Ath-Thabari memaparkan tidak ada satupun riwayat yang mengatakan bahwa Yazid adalah seorang ahli ibadah ataupun memiliki ilmu yang sangat luas. Sebaliknya, ia sangat gemar berpesta pora dan berburu.

Sialnya lagi, Yazid yang tidak memiliki kecakapan ini, naik tahta pada usia 35 tahun tanpa didampingi oleh penasihat sekaliber Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah dan Ziyad bin Abihi, yang dulu mendampingi ayahnya meraih kesuksesan.

Ketika Yazid berkuasa pada tahun 60 H, menurut Ath-Thabari, ia mewarisi dari Muawiyah para gubernur yang kualitas kecerdasan jauh di bawah pendahulunya.



Di Madinah, ia memiliki gubernur bernama Al-Walid bin ‘Utbah bin Abi Sufyan, di Kufah ada al-Nu’man bin Bashir al-Ansari, di Basrah ada Ubaydallah bin Ziyad bin Abihi, dan di Mekkah ada Amr bin Sa’id bin al-‘Ash.

Mereka adalah kader yang tumbuh di bawah asuhan konflik dan fitnah di antara kaum Muslimin. Dan secara umum mereka berhasil meraih posisinya karena peranan mereka yang besar dalam mengamankan bai’at terhadap Yazid yang sudah dilakukan sejak zaman Muawiyah masih hidup. Sehingga nalar pemerintahan mereka lebih mirip seorang serdadu dan politisi ketimbang seorang negarawan apalagi ulama.

Semua gubernur Yazid, terutama Ubaidillah bin Ziyad, tidak dikenal sebagai seorang yang faqih apalagi ahli ibadah. Hal ini menegaskan tabiat kekuasaan khalifah kedua bani Umayyah ini memang bukan untuk kemaslahatan agama dan kaum Muslimin, tapi untuk melunasi semangat ashobiyah yang sudah dirintis sejak pendahulunya.

Selama masa pemerintahan Yazid, praktis tidak ada satupun kemajuan yang tercatat dari peninggalan dinasti Umayyah. Ia disibukkan dengan urusan politik demi mengamankan posisinya sebagai khalifah.

Bahaya Laten
Ketika tersiar kabar bahwa Muawiyah wafat dan digantikan oleh Yazid bin Muawiyah, semua tampak diam dipermukaan dan menyetujui keputusan tersebut. Namun Yazid merasa belum puas pada apa yang dilihat dan didengarnya.

Ia meyakini bahwa masih ada bahaya laten yang memungkinkan terjadinya gejolak di berbagai wilayah yang menyatakan protes atas keputusan tersebut. Dan kecurigaannya tidak sepenuhnya salah. Kuatnya hegemoni kekuasaan yang ditinggalkan ayahnya memang sudah tidak memungkinkan lagi suara sumbang terdengar dari setiap wilayah atas kedudukan Yazid.

Namun demikian, memang banyak masyarakat yang tidak sepakat keputusan tersebut. Di antara banyak tokoh yang masih hidup pada waktu itu dan memiliki pengaruh sangat besar di masyarakat adalah Husein bin Ali, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair. Ketiganya tidak ada menyetujui Yazid sebagai khalifah. Hal ini membuatnya semakin cemas dan terganggu.

Akhirnya, kata Ath-Thabari, ketika pertama kali mengawali pemerintahannya, ia sudah menulis pada Al-Walid bin ‘Utbah yang ketika itu menjabat gubernur di Madinah, sebuah surat yang ditulis dalam perkamen kecil, berisi perintah kepada Al Walid:

“Tangkap Husein, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair dan minta mereka memberikan baiatnya (sumpah setia pada pemerintahan Yazid). Bertindaklah sedemikian keras sehingga mereka tidak memilikikesempatan untuk melakukan apapun sebelum memberikan sumpah setia…“



Mulanya, Al Walid ragu untuk melaksanakan perintah ini. Namun Marwan bin Hakam menguatkannya dan menasihatinya agar tidak ragu menjalankan perintah ini. Sesuai nasehat Marwan, di antara ketiga orang ini, hanya Abdullah bin Umar yang tidak berbahaya.

Ia sudah larut dalam ibadah dan sudah menjauhi dunia, sehingga tidak mungkin punya keinginan untuk mengambil kekuasaan. Yang perlu dikhawatirkan dan perlu dijinakkan segera adalah Abdullah bin Zubair dan Husein bin Ali. Karena mereka memiliki pengaruh yang luar biasa, terutama Husein bin Ali yang masih memiliki dukungan luas di dunia Islam.

Maka berangkatlah Al Walid kepada Abdullah bin Zubair dan Husein bin Ali. Namun keduanya sudah tidak ada di Madinah dan dikabarkan sudah berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

Abdullah bin Zubair berangkat bersama saudaranya, sedang Husein bin Ali berangkat bersama seluruh keluarga besarnya, termasuk adik perempuannya Zainab binti Ali, putra-putra Hasan bin Ali, adik-adik Al Husein, dan putra-putrinya.

Al Walid memerintahkan pada pasukannya untuk mengejar mereka, namun mereka sudah jauh dan tidak mungkin lagi dikejar. Sejak keluarnya surat perintah dari Yazid, mendadak kedua orang ini (Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair) menjadi buronan kelas satu di dunia Islam.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2856 seconds (0.1#10.140)