Inilah Mengapa Rasulullah SAW Sering Puasa di Bulan Syaban
Kamis, 03 Maret 2022 - 16:09 WIB
Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Siti Aisyah sering berpuasa di bulan Syaban , hal ini karena perintah puasa Ramadhan turun pada bulan Sya'ban. Perintah puasa ini tepatnya pada Bulan Syaban tahun 2 hijriyah atau 15 tahun setelah kenabian.
Ustaz Adi Hidayat atau UAH mengatakan dengan turunnya perintah puasa pada Bulan Syaban, maka ada waktu satu bulan bagi umat Islam untuk latihan melakukan puasa Ramadhan.
Makna lainnya, selama 15 tahun kenabian, berarti belum ada perintah puasa Ramadhan. Asal tahu saja, Nabi hijrah pada tahun ke-13 kenabian, sedangkan wahyu puasa Ramadhan baru turun pada tahun kedua hijriah.
Lantas, adakah puasa yang diwajibkan sebelum puasa Ramadhan?
Merujuk pada pendapat Dr Muhammad Hasan Hitou dalam kitabnya "Fiqhu Shiyam" bahwa pensyariatan puasa pada masa awal Islam dimulai dengan puasa tiga hari di setiap bulannya, yang kemudian kita kenal sebagai ayyamul bidh.
Puasa ini adalah puasa selama tiga hari pada pertengahan bulan. Dimulai pada tanggal 13 dan kemudian berakhir di tanggal 15 di setiap bulannya.
Selain itu, puasa yang juga disyariatkan sebelum Ramadhan adalah puasa Asyura (10 Muharram). Hal ini berpijak pada salah satu hadits yang juga termaktub dalam kitab tersebut: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Samroh yang berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan untuk puasa Asyura, dan menganjurkan kami untuk melakukannya, dan memperhatikan kami di sisi beliau. Kemudian ketika puasa Ramadhan diwajibkan, beliau tidak lagi memerintahkan kami (untuk puasa Asyura) dan tidak lagi memperhatikan kami melakukannya di sisi beliau."
Kalimat “tidak memerintah dan tidak lagi memperhatikan” dalam hadits di atas bukan berarti Rasulullah bersikap apatis ataupun tidak peduli terhadap puasa Asyura. Sikap Rasulullah menjadi berubah disebabkan karena perubahan hukum puasa Asyura sendiri. Yaitu yang awalnya wajib, sehingga sang rasul sangat menekankan dan memperhatikan, kemudian hukumnya berubah menjadi hanya sebatas sunah.
Demikianlah bahwa sebelum diwajibkannya puasa selama sebulan penuh Ramadhan, Allah telah mengajari umat Muhammad dengan puasa 3 hari di setiap bulannya dan puasa Asyura.
Adapun hikmah yang dapat dipetik adalah bahwa Allah sekali-kali tidaklah membebani manusia kecuali sesuai dengan tingkat kesanggupannya.
Dapat dibayangkan bagaimana nasib kaum Muslimin ketika perintah puasa langsung pada tahap puasa Ramadhan, puasa sebulan penuh tanpa adanya treatment, atau media latihan yang berupa puasa 3 hari di setiap bulannya dan juga puasa Asyura. Sudah barang tentu umat Islam akan sangat keberatan dan lemah. Sungguh, Allah adalah dzat yang Maha Bijaksana dalam segala urusan-Nya.
Ustaz Adi Hidayat atau UAH mengatakan dengan turunnya perintah puasa pada Bulan Syaban, maka ada waktu satu bulan bagi umat Islam untuk latihan melakukan puasa Ramadhan.
Makna lainnya, selama 15 tahun kenabian, berarti belum ada perintah puasa Ramadhan. Asal tahu saja, Nabi hijrah pada tahun ke-13 kenabian, sedangkan wahyu puasa Ramadhan baru turun pada tahun kedua hijriah.
Lantas, adakah puasa yang diwajibkan sebelum puasa Ramadhan?
Merujuk pada pendapat Dr Muhammad Hasan Hitou dalam kitabnya "Fiqhu Shiyam" bahwa pensyariatan puasa pada masa awal Islam dimulai dengan puasa tiga hari di setiap bulannya, yang kemudian kita kenal sebagai ayyamul bidh.
Puasa ini adalah puasa selama tiga hari pada pertengahan bulan. Dimulai pada tanggal 13 dan kemudian berakhir di tanggal 15 di setiap bulannya.
Selain itu, puasa yang juga disyariatkan sebelum Ramadhan adalah puasa Asyura (10 Muharram). Hal ini berpijak pada salah satu hadits yang juga termaktub dalam kitab tersebut: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Samroh yang berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan untuk puasa Asyura, dan menganjurkan kami untuk melakukannya, dan memperhatikan kami di sisi beliau. Kemudian ketika puasa Ramadhan diwajibkan, beliau tidak lagi memerintahkan kami (untuk puasa Asyura) dan tidak lagi memperhatikan kami melakukannya di sisi beliau."
Kalimat “tidak memerintah dan tidak lagi memperhatikan” dalam hadits di atas bukan berarti Rasulullah bersikap apatis ataupun tidak peduli terhadap puasa Asyura. Sikap Rasulullah menjadi berubah disebabkan karena perubahan hukum puasa Asyura sendiri. Yaitu yang awalnya wajib, sehingga sang rasul sangat menekankan dan memperhatikan, kemudian hukumnya berubah menjadi hanya sebatas sunah.
Demikianlah bahwa sebelum diwajibkannya puasa selama sebulan penuh Ramadhan, Allah telah mengajari umat Muhammad dengan puasa 3 hari di setiap bulannya dan puasa Asyura.
Adapun hikmah yang dapat dipetik adalah bahwa Allah sekali-kali tidaklah membebani manusia kecuali sesuai dengan tingkat kesanggupannya.
Dapat dibayangkan bagaimana nasib kaum Muslimin ketika perintah puasa langsung pada tahap puasa Ramadhan, puasa sebulan penuh tanpa adanya treatment, atau media latihan yang berupa puasa 3 hari di setiap bulannya dan juga puasa Asyura. Sudah barang tentu umat Islam akan sangat keberatan dan lemah. Sungguh, Allah adalah dzat yang Maha Bijaksana dalam segala urusan-Nya.
(mhy)