Kisah Khalifah Sulaiman Menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai Penggantinya
Sabtu, 05 Maret 2022 - 17:21 WIB
Dalam hal peribadatan, para pejabat di lingkungan Dinasti Umayyah dikenal sebagai orang-orang yang suka mengakhirkan sholat. Tapi oleh Sulaiman itu semua dibalik, ia menetapkan kebijakan untuk mengerjakan sholat di awal waktu – yang memang sudah seharusnya seperti itu.
Tapi dari semua penilaian para sejawanan tentang Sulaiman bin Abdul Malik, semua sependapat bahwa keputusannya untuk mewariskan kekuasaan Dinasti Umayyah kepada Umar bin Abdul Aziz adalah keputusan yang tepat. Ini juga yang menjadikan ia dianggap sebagai “kunci kebaikan”.
Suksesi
Dikisahkan oleh ath-Thabari, bahwa ketika menjelang wafatnya Sulaiman sempat mempertimbangkan untuk mengangkat putranya yang masih kecil sebagai khalifah untuk menggantikannya. Ia bertanya tentang perkara ini pada penasehatnya bernama Raja’ bin Haywah, dan Raja’ tidak sependapat dengan usulan tersebut.
Kemudian Sulaiman bertanya lagi, “bagaimana dengan Dawud bin Sulaiman?” – putranya yang saat itu sedang mengemban misi melakukan ekspedisi militer ke Kontantinopel. Raja’ juga tidak sepakat, karena tidak ada yang tahu nasibnya, apakah ketika itu Dawud masih hidup ataukah sudah mati.
Akhirnya Sulaiman meminta pendapat Raja’ tentang Umar bin Abdul Aziz. Kemudian Raja’ mengatakan bahwa Umar adalah sosok yang sangat tepat. Tapi Sulaiman sempat ragu, karena Umar bukan berasal dari keturunan Abdul Malik. Dikhawatirkan keputusan tersebut akan menuai protes dari keluarga Abdul Malik, mengingat saat itu masih ada putra Abdul Malik lainnya, yaitu Hisham bin Abdul Malik dan Yazid bin Abdul Malik. Kedua-duanya sedang harap-harap cemas menunggu giliran menduduki kursi khalifah dinasti Umayyah.
Akhirnya Sulaiman membuat trik yang cukup terkenal dalam sejarah. Ia menulis dua buah nama yang ditulis masing-masing dalam amplop yang tertutup rapat. Di hadapan keluarga besar Bani Umayyah ia menyerahkan surat tersebut pada Raja’ bin Haywah. Ia mengatakan bahwa di dalam amplop tersebut terdapat nama-nama orang yang akan menjadi khalifah menggantikannya.
Ia meminta sumpah dari mereka semua untuk mematuhi nama siapapun yang keluar dari amplop tersebut. Menentang perintah ini bisa diartikan sebagai penghianatan, dan itu berarti kematian bagi pelakunya. Akhirnya semua mematuhi dan mengaku setia pada semua keputusan yang sudah ditetapkan oleh khalifah Sulaiman.
Namun menurut pengakuan Raja’, tak lama berselang datanglah Hisham bin Abdul Malik kepadanya dan berkata, “tolong beritahuan padaku isi surat tersebut, aku khawatir khalifah memasukkan namaku di dalamnya. Sehingga aku bisa membuat perencanaan matang sebelumnya”.
Raja’ menjawab bahwa ia tidak mengetahui apapun tentang isi surat tersebut, dan ia tidak berani membukanya. Setelah itu Hisham berlalu.
Kemudian datanglah Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, “izinkan aku mengetahui isi surat tersebut, aku khawatir namaku ada di dalamnya, biar aku bisa mengelak dari keputusan tersebut sebelum terlambat.”
Jawaban Raja’ sama dengan jawabannya pada Hisham. Dan Umarpun berlalu. Keduanya, baik Hisham maupun Umar ingin mengetahui isi surat tersebut, tapi dengan dua motif yang berbeda. Yang satu berharap menjadi khalifah, sedang yang satunya ingin menghindar dari tanggungjawab tersebut.
Pada hari Jumat, bulan Safar 99 H, Sulaiman bin Abdul Malik wafat. Tepat seminggu sebelumnya ia sibuk memilih-milih pakaian. Berbagai jenis jubah ia kenakan namun tak ada yang memuaskan hatinya. Hingga ia melihat sebuah jubah hijau yang dikirimkan oleh Yazid bin Muhallab dari Irak, dan mengenakannya.
Ia begitu senang setelah mengenakannya. Ketika itu ia segera menghadap ke cermin dan mulai mengagumi dirinya dengan berkata, “Demi Tuhan, aku adalah raja di puncak kejantannya”. Setelah itu ia melaksanakan sholat Jumat. Sepulangnya dari sholat, ia langsung jatuh sakit, dan seminggu kemudian meninggal dunia.
Ketika menjelang wafat, ia hanya didamping oleh Raja’ bin Haywah. Raja’ menuntunnya mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian menyelimutinya dengan jubah hijau kesayangannya.
Raja' masih merahasiakan tentang berita kematian Sulaiman pada semua orang, termasuk istri khalifah, sampai ia mengumpulkan semua keluarga besar bani Umayyah.
Setelah semua berkumpul, dia lalu meminta sumpah sekali lagi dari semua yang hadir agar mematuhi nama siapapun yang keluar dari surat wasiat khalifah. Sebagian ada yang menolak, namun Raja’ tetap bersikeras agar semua yang hadir mengucapkan kembali sumpah setia mereka, dan akhirnya semua kembali bersumpah setia.
Setelah yakin dengan sumpah yang mereka ucapkan, Raja’ mulai mengabarkan, bahwa saat ini khalifah Sulaiman sudah wafat, dan ia mulai membacakan isi surat wasiat Sulaiman,
Tapi dari semua penilaian para sejawanan tentang Sulaiman bin Abdul Malik, semua sependapat bahwa keputusannya untuk mewariskan kekuasaan Dinasti Umayyah kepada Umar bin Abdul Aziz adalah keputusan yang tepat. Ini juga yang menjadikan ia dianggap sebagai “kunci kebaikan”.
Suksesi
Dikisahkan oleh ath-Thabari, bahwa ketika menjelang wafatnya Sulaiman sempat mempertimbangkan untuk mengangkat putranya yang masih kecil sebagai khalifah untuk menggantikannya. Ia bertanya tentang perkara ini pada penasehatnya bernama Raja’ bin Haywah, dan Raja’ tidak sependapat dengan usulan tersebut.
Kemudian Sulaiman bertanya lagi, “bagaimana dengan Dawud bin Sulaiman?” – putranya yang saat itu sedang mengemban misi melakukan ekspedisi militer ke Kontantinopel. Raja’ juga tidak sepakat, karena tidak ada yang tahu nasibnya, apakah ketika itu Dawud masih hidup ataukah sudah mati.
Akhirnya Sulaiman meminta pendapat Raja’ tentang Umar bin Abdul Aziz. Kemudian Raja’ mengatakan bahwa Umar adalah sosok yang sangat tepat. Tapi Sulaiman sempat ragu, karena Umar bukan berasal dari keturunan Abdul Malik. Dikhawatirkan keputusan tersebut akan menuai protes dari keluarga Abdul Malik, mengingat saat itu masih ada putra Abdul Malik lainnya, yaitu Hisham bin Abdul Malik dan Yazid bin Abdul Malik. Kedua-duanya sedang harap-harap cemas menunggu giliran menduduki kursi khalifah dinasti Umayyah.
Akhirnya Sulaiman membuat trik yang cukup terkenal dalam sejarah. Ia menulis dua buah nama yang ditulis masing-masing dalam amplop yang tertutup rapat. Di hadapan keluarga besar Bani Umayyah ia menyerahkan surat tersebut pada Raja’ bin Haywah. Ia mengatakan bahwa di dalam amplop tersebut terdapat nama-nama orang yang akan menjadi khalifah menggantikannya.
Ia meminta sumpah dari mereka semua untuk mematuhi nama siapapun yang keluar dari amplop tersebut. Menentang perintah ini bisa diartikan sebagai penghianatan, dan itu berarti kematian bagi pelakunya. Akhirnya semua mematuhi dan mengaku setia pada semua keputusan yang sudah ditetapkan oleh khalifah Sulaiman.
Namun menurut pengakuan Raja’, tak lama berselang datanglah Hisham bin Abdul Malik kepadanya dan berkata, “tolong beritahuan padaku isi surat tersebut, aku khawatir khalifah memasukkan namaku di dalamnya. Sehingga aku bisa membuat perencanaan matang sebelumnya”.
Raja’ menjawab bahwa ia tidak mengetahui apapun tentang isi surat tersebut, dan ia tidak berani membukanya. Setelah itu Hisham berlalu.
Kemudian datanglah Umar bin Abdul Aziz, dia berkata, “izinkan aku mengetahui isi surat tersebut, aku khawatir namaku ada di dalamnya, biar aku bisa mengelak dari keputusan tersebut sebelum terlambat.”
Jawaban Raja’ sama dengan jawabannya pada Hisham. Dan Umarpun berlalu. Keduanya, baik Hisham maupun Umar ingin mengetahui isi surat tersebut, tapi dengan dua motif yang berbeda. Yang satu berharap menjadi khalifah, sedang yang satunya ingin menghindar dari tanggungjawab tersebut.
Pada hari Jumat, bulan Safar 99 H, Sulaiman bin Abdul Malik wafat. Tepat seminggu sebelumnya ia sibuk memilih-milih pakaian. Berbagai jenis jubah ia kenakan namun tak ada yang memuaskan hatinya. Hingga ia melihat sebuah jubah hijau yang dikirimkan oleh Yazid bin Muhallab dari Irak, dan mengenakannya.
Ia begitu senang setelah mengenakannya. Ketika itu ia segera menghadap ke cermin dan mulai mengagumi dirinya dengan berkata, “Demi Tuhan, aku adalah raja di puncak kejantannya”. Setelah itu ia melaksanakan sholat Jumat. Sepulangnya dari sholat, ia langsung jatuh sakit, dan seminggu kemudian meninggal dunia.
Ketika menjelang wafat, ia hanya didamping oleh Raja’ bin Haywah. Raja’ menuntunnya mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian menyelimutinya dengan jubah hijau kesayangannya.
Raja' masih merahasiakan tentang berita kematian Sulaiman pada semua orang, termasuk istri khalifah, sampai ia mengumpulkan semua keluarga besar bani Umayyah.
Setelah semua berkumpul, dia lalu meminta sumpah sekali lagi dari semua yang hadir agar mematuhi nama siapapun yang keluar dari surat wasiat khalifah. Sebagian ada yang menolak, namun Raja’ tetap bersikeras agar semua yang hadir mengucapkan kembali sumpah setia mereka, dan akhirnya semua kembali bersumpah setia.
Setelah yakin dengan sumpah yang mereka ucapkan, Raja’ mulai mengabarkan, bahwa saat ini khalifah Sulaiman sudah wafat, dan ia mulai membacakan isi surat wasiat Sulaiman,