Ayat-Ayat Al-Quran Terkesan Acak, Begini Penjelasan Quraish Shihab
Minggu, 17 April 2022 - 19:09 WIB
Ketika Musa a.s. menerima wahyu Ilahi, yang menjadikan beliau tenggelam dalam situasi spiritual, Allah menyentaknya dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi material: "Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa?" ( QS Thaha [20] : 17).
Musa sadar sambil menjawab, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan memukul (daun) dengannya untuk kambingku, di samping keperluan-keperluan lain" ( QS Thaha [20] : 18).
Di sisi lain, agar peserta didiknya tidak larut dalam alam material, Al-Quran menggunakan benda-benda alam, sebagai tali penghubung untuk mengingatkan manusia akan kehadiran Allah SWT dan bahwa segala sesuatu yang teriadi -sekecil apa pun- adalah di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan Tuhan Yang Mahakuasa.
"Tidak sehelai daun pun yang gugur kecuali Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, tidak juga sesuatu yang basah atau kering kecuali tertulis dalam Kitab yang nyata (dalam jangkauan pengetahuannya)" ( QS Al-An'am [6]: 59).
"Bukan kamu yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah-lah (yang menganugerahkan kemampuan sehingga) kamu mampu melempar" ( QS Al-Anfal [8] : 17).
Kelemahan Manusiawi
Selanjutnya Qurasih Shihab, mengatakan kitab Suci Al-Quran tidak segan mengisahkan "kelemahan manusiawi," namun itu digambarkannya dengan kalimat indah lagi sopan tanpa mengundang tepuk tangan, atau membangkitkan potensi negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan itu, atau menggambarkan saat kesadaran manusia menghadapi godaan nafsu dan setan.
Ketika Qarun yang kaya raya memamerkan kekayaannya dan merasa bahwa kekayaannya itu adalah hasil pengetahuan dan jerih payahnya, dan setelah enggan berkali-kali mendengar nasihat, terjadilah bencana longsor sehingga seperti bunyi firman Allah:
"Maka Kami benamkan dia dan hartanya ke dalam bumi" ( QS Al-Qashash [28] : 81).
Dan berkatalah orang-orang yang kemarin mendambakan kedudukan Qarun, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan mempersempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan karuniaNya atas kita, niscaya kita pun dibenamkannya. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang kikir ( QS Al-Qashash [28] : 82).
Dalam konteks menggambarkan kelemahan manusia, Qurasih Shihab mengatakan Al-Quran, bahkan mengemukakan situasi, langkah konkret dan kalimat-kalimat rayuan seorang wanita bersuami yang dimabuk cinta oleh kegagahan seorang pemuda yang tinggal di rumahnya:
Maksudnya, "(Setelah berulang-ulang kali merayu dengan berbagai cara terselubung). Ditutupnya semua pintu dengan amat rapat, seraya berkata (sambil menyerahkan dirinya kepada kekasihnya-setelah berdandan), "Ayolah kemari lakukan itu!" ( QS Yusuf [12] : 23).
Demikian, tetapi itu sama sekali berbeda dengan ulah sementara seniman, yang memancing nafsu dan merangsang berahi. Al-Quran menggambarkannya sebagai satu kenyataan dalam diri manusia yang tidak harus ditutup-tutupi tetapi tidak juga dibuka lebar, selebar apa yang sering dipertontonkan, di layar lebar atau kaca.
Al-Quran kemudian menguraikan sikap dan jawaban Nabi Yusuf, anak muda yang dirayu wanita itu, juga dengan tiga alasan penolakan, seimbang dengan tiga cara rayuannya,
Yang pertama dan kedua adalah, "Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya suamimu adalah tuanku, yang memperlakukan aku dengan baik" ( QS Yusuf [12] : 23).
Yang ketiga, khawatir kedua alasan itu belum cukup. "Dan sesungguhnya tidak pernah dapat berbahagia orang yang berlaku aniaya" ( QS Yusuf [12] : 23).
Musa sadar sambil menjawab, "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan memukul (daun) dengannya untuk kambingku, di samping keperluan-keperluan lain" ( QS Thaha [20] : 18).
Di sisi lain, agar peserta didiknya tidak larut dalam alam material, Al-Quran menggunakan benda-benda alam, sebagai tali penghubung untuk mengingatkan manusia akan kehadiran Allah SWT dan bahwa segala sesuatu yang teriadi -sekecil apa pun- adalah di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan Tuhan Yang Mahakuasa.
"Tidak sehelai daun pun yang gugur kecuali Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, tidak juga sesuatu yang basah atau kering kecuali tertulis dalam Kitab yang nyata (dalam jangkauan pengetahuannya)" ( QS Al-An'am [6]: 59).
"Bukan kamu yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah-lah (yang menganugerahkan kemampuan sehingga) kamu mampu melempar" ( QS Al-Anfal [8] : 17).
Kelemahan Manusiawi
Selanjutnya Qurasih Shihab, mengatakan kitab Suci Al-Quran tidak segan mengisahkan "kelemahan manusiawi," namun itu digambarkannya dengan kalimat indah lagi sopan tanpa mengundang tepuk tangan, atau membangkitkan potensi negatif, tetapi untuk menggarisbawahi akibat buruk kelemahan itu, atau menggambarkan saat kesadaran manusia menghadapi godaan nafsu dan setan.
Ketika Qarun yang kaya raya memamerkan kekayaannya dan merasa bahwa kekayaannya itu adalah hasil pengetahuan dan jerih payahnya, dan setelah enggan berkali-kali mendengar nasihat, terjadilah bencana longsor sehingga seperti bunyi firman Allah:
"Maka Kami benamkan dia dan hartanya ke dalam bumi" ( QS Al-Qashash [28] : 81).
Dan berkatalah orang-orang yang kemarin mendambakan kedudukan Qarun, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan mempersempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan karuniaNya atas kita, niscaya kita pun dibenamkannya. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang kikir ( QS Al-Qashash [28] : 82).
Dalam konteks menggambarkan kelemahan manusia, Qurasih Shihab mengatakan Al-Quran, bahkan mengemukakan situasi, langkah konkret dan kalimat-kalimat rayuan seorang wanita bersuami yang dimabuk cinta oleh kegagahan seorang pemuda yang tinggal di rumahnya:
Maksudnya, "(Setelah berulang-ulang kali merayu dengan berbagai cara terselubung). Ditutupnya semua pintu dengan amat rapat, seraya berkata (sambil menyerahkan dirinya kepada kekasihnya-setelah berdandan), "Ayolah kemari lakukan itu!" ( QS Yusuf [12] : 23).
Demikian, tetapi itu sama sekali berbeda dengan ulah sementara seniman, yang memancing nafsu dan merangsang berahi. Al-Quran menggambarkannya sebagai satu kenyataan dalam diri manusia yang tidak harus ditutup-tutupi tetapi tidak juga dibuka lebar, selebar apa yang sering dipertontonkan, di layar lebar atau kaca.
Al-Quran kemudian menguraikan sikap dan jawaban Nabi Yusuf, anak muda yang dirayu wanita itu, juga dengan tiga alasan penolakan, seimbang dengan tiga cara rayuannya,
Yang pertama dan kedua adalah, "Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya suamimu adalah tuanku, yang memperlakukan aku dengan baik" ( QS Yusuf [12] : 23).
Yang ketiga, khawatir kedua alasan itu belum cukup. "Dan sesungguhnya tidak pernah dapat berbahagia orang yang berlaku aniaya" ( QS Yusuf [12] : 23).
(mhy)
Lihat Juga :