Puasa Tidak Salat, Gus Miftah: Seperti Orang Telanjang Pakai Sepatu
Sabtu, 25 April 2020 - 03:37 WIB
Tidak sedikit orang berpuasa di bulan Ramadhan, namun seringkali meninggalkan salat. Mereka menyangka bahwa salat dan puasa adalah ibadah yang saling terpisah alias sendiri-sendiri.
Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, KH Miftah Maulana Habiburrahman atau yang populer dipanggil Gus Miftah, mengibatkan seorang muslim yang begitu sebagai orang kentir atau gila. "Itu kentir," kata Gus Miftah menjawab pertanyaan peserta dalam pengajian online di IG akun @gusmiftah, Jumat malam (24/4/2020).
Mengapa dibilang kentir atau edan? Menurut Gus Miftah, salat dan puasa adalah dua dari lima rukun Islam. Sebelum puasa, dalam rukun Islam itu, salat terlebih dahulu. Maka, menurut dia, puasa tapi nggak salat, itu bagaikan orang yang telajang, tapi mengenakan sepatu.
"Orang yang salat itu ibarat mengenakan celana dan baju, sedangkan puasa adalah sepatu. Maka orang yang puasa tapi tidak salat ya ibaratnya seperi orang telanjang tapi mengenakan sepatu," jelasnya.
Jika yang puasa tidak salat itu juga sedekah maka ibaratnya orang telanjang yang mengenakan dasi dan sepatu. "Kentir kan?" sergahnya.
Pertanyaan semacam itu juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah. Beliau menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan salat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan salat adalah kafir dan murtad.
Dalil bahwa meninggalkan salat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
”Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan salat.” (HR Muslim no. 82)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan salat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah– (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy, seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah sahih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan salat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Hanya Shalat di Bulan Ramadhan
Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan salat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan salat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima? ”
Jawabannya adalah: “Salat merupakan salah satu rukun Islam. Salat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum salat adalah wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan salat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan salat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, KH Miftah Maulana Habiburrahman atau yang populer dipanggil Gus Miftah, mengibatkan seorang muslim yang begitu sebagai orang kentir atau gila. "Itu kentir," kata Gus Miftah menjawab pertanyaan peserta dalam pengajian online di IG akun @gusmiftah, Jumat malam (24/4/2020).
Mengapa dibilang kentir atau edan? Menurut Gus Miftah, salat dan puasa adalah dua dari lima rukun Islam. Sebelum puasa, dalam rukun Islam itu, salat terlebih dahulu. Maka, menurut dia, puasa tapi nggak salat, itu bagaikan orang yang telajang, tapi mengenakan sepatu.
"Orang yang salat itu ibarat mengenakan celana dan baju, sedangkan puasa adalah sepatu. Maka orang yang puasa tapi tidak salat ya ibaratnya seperi orang telanjang tapi mengenakan sepatu," jelasnya.
Jika yang puasa tidak salat itu juga sedekah maka ibaratnya orang telanjang yang mengenakan dasi dan sepatu. "Kentir kan?" sergahnya.
Pertanyaan semacam itu juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah. Beliau menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan salat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan salat adalah kafir dan murtad.
Dalil bahwa meninggalkan salat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
”Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan salat.” (HR Muslim no. 82)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan salat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah– (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy, seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah sahih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan salat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Hanya Shalat di Bulan Ramadhan
Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan salat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan salat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima? ”
Jawabannya adalah: “Salat merupakan salah satu rukun Islam. Salat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum salat adalah wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan salat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan salat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
(mhy)