Ramadhan Jadi Momentum Semangat Saling Berbagi untuk Melebur Virus Kebencian
Kamis, 28 April 2022 - 04:11 WIB
JAKARTA - Di samping mengajarkan aspek spiritual, bulan Ramadhan juga menempa dimensi sosial umat Islam sebagai pribadi yang peka dan empati. Karena ketika umat manusia saling peduli dan saling berbagi, tentunya tidak akan pernah ada pribadi yang saling membenci dan saling memusuhi.
Saling berbagi dan peduli pada akhirnya menjadi terapi bagi virus kebencian. Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ali M Abdillah menuturkan bahwa bulan Ramadhan merupakan media atau momentum guna ‘menggodok’ diri manusia menjadi pribadi yang lebih bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT.
“Karena bulan Ramadhan ini sejatinya merupakan media bagi penggodok diri bagi umat manusia untuk meleburkan akhlak buruk dalam dirinya,” ujarnya, Rabu (27/4/2022).
Kiai Ali melanjutkan, akhlak buruk dalam diri manusia yang seringkali menjerumuskan adalah nafsu Al Ammarah bi suu’. Nafsu ini yang membawa manusia kepada keburukan dan bersifat destruktif baik kepada dirinya sendiri maupun kepada sekelilingnya. Termasuk juga sikap saling membenci dan saling memusuhi yang justru merusak kondusifitas perdamaian bangsa.
“Nafsu Al- Ammarah inilah yang mengajak manusia untuk membuat kerusakan, destruktif. Sehingga momen Ramadhan ini adalah momen bagi kita untuk meluruhkan nafsu tersebut. Karena Al-Ammarah ini membawa kepada sikap membenci kepada sesama. Itulah esensi Ramadhan yang seharusnya,” papar Kaprodi Sejarah Peradaban Islam Pasca Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini.
Dia juga mengungkapkan, seringkali umat manusia ini tidak memahami esensi dari bulan Ramadhan dan puasa yang dijalankannya selama satu bulan penuh. Sehingga puasa hanya dianggap sebagai aktifitas tanpa makan dan minum semata.
“Padahal esensi dari puasa itu diantaranya, menahan nafsu, mengendalikan diri dan melatih diri untuk juga menjadi pribadi yang bertaqwa bahkan setelah Ramadan usai,” kata pria yang juga Sekretaris Awwal Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu'tabaroh an-Nahdliyyah (JATMAN) NU ini.
Sehingga dalam konteks empati dan berbagi kepada sesama, Pengasuh Pondok Pesantren Al Rabbani Islamic College Cikeas ini mengatakan bahwa Ramadhan juga melatih umat untuk senantiasa menahan nafsu akan harta dan nikmat yang diberikan Allah SWT dengan zakat dan sedekah kepada sesama manusia yang membutuhkan bantuan.
“Karena zakat ini sangat banyak sekali maknanya. Salah satunya adalah mengikis penyakit bathil, agar kita tidak kikir. Selain itu zakat ini juga senantiasa mengingatkan kita bahwa harta dan nikmat yang dimiliki adalah pemberian-Nya,” ujarnya.
Terakhir, Kiai Ali mengatakan bahwa dengan berzakat dan menyisihkan sebagian harta yang dimiliki, maka sebagai umat muslim telah melatih diri untuk memupuk rasa persaudaraan dengan kepedulian terhadap masyarakat tidak mampu. Sehingga akan terjalin harmoni serta mengikis rasa kebencian antar sesama umat manusia.
“Karena ketaqwaan dan kesalehan seorang umat itu akan bisa dilihat dari bagaimana kita ini bisa berbuat baik dengan sesama hamba-Nya di muka bumi ini,” pungkasnya.
Saling berbagi dan peduli pada akhirnya menjadi terapi bagi virus kebencian. Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ali M Abdillah menuturkan bahwa bulan Ramadhan merupakan media atau momentum guna ‘menggodok’ diri manusia menjadi pribadi yang lebih bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT.
“Karena bulan Ramadhan ini sejatinya merupakan media bagi penggodok diri bagi umat manusia untuk meleburkan akhlak buruk dalam dirinya,” ujarnya, Rabu (27/4/2022).
Kiai Ali melanjutkan, akhlak buruk dalam diri manusia yang seringkali menjerumuskan adalah nafsu Al Ammarah bi suu’. Nafsu ini yang membawa manusia kepada keburukan dan bersifat destruktif baik kepada dirinya sendiri maupun kepada sekelilingnya. Termasuk juga sikap saling membenci dan saling memusuhi yang justru merusak kondusifitas perdamaian bangsa.
“Nafsu Al- Ammarah inilah yang mengajak manusia untuk membuat kerusakan, destruktif. Sehingga momen Ramadhan ini adalah momen bagi kita untuk meluruhkan nafsu tersebut. Karena Al-Ammarah ini membawa kepada sikap membenci kepada sesama. Itulah esensi Ramadhan yang seharusnya,” papar Kaprodi Sejarah Peradaban Islam Pasca Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini.
Dia juga mengungkapkan, seringkali umat manusia ini tidak memahami esensi dari bulan Ramadhan dan puasa yang dijalankannya selama satu bulan penuh. Sehingga puasa hanya dianggap sebagai aktifitas tanpa makan dan minum semata.
“Padahal esensi dari puasa itu diantaranya, menahan nafsu, mengendalikan diri dan melatih diri untuk juga menjadi pribadi yang bertaqwa bahkan setelah Ramadan usai,” kata pria yang juga Sekretaris Awwal Jam'iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu'tabaroh an-Nahdliyyah (JATMAN) NU ini.
Sehingga dalam konteks empati dan berbagi kepada sesama, Pengasuh Pondok Pesantren Al Rabbani Islamic College Cikeas ini mengatakan bahwa Ramadhan juga melatih umat untuk senantiasa menahan nafsu akan harta dan nikmat yang diberikan Allah SWT dengan zakat dan sedekah kepada sesama manusia yang membutuhkan bantuan.
“Karena zakat ini sangat banyak sekali maknanya. Salah satunya adalah mengikis penyakit bathil, agar kita tidak kikir. Selain itu zakat ini juga senantiasa mengingatkan kita bahwa harta dan nikmat yang dimiliki adalah pemberian-Nya,” ujarnya.
Terakhir, Kiai Ali mengatakan bahwa dengan berzakat dan menyisihkan sebagian harta yang dimiliki, maka sebagai umat muslim telah melatih diri untuk memupuk rasa persaudaraan dengan kepedulian terhadap masyarakat tidak mampu. Sehingga akan terjalin harmoni serta mengikis rasa kebencian antar sesama umat manusia.
“Karena ketaqwaan dan kesalehan seorang umat itu akan bisa dilihat dari bagaimana kita ini bisa berbuat baik dengan sesama hamba-Nya di muka bumi ini,” pungkasnya.
(shf)