Kiamat dan Pengadilan Agung: Akhirnya Hanya Ada 2 Tempat, Surga atau Neraka
Kamis, 26 Mei 2022 - 17:41 WIB
Antarlah mereka (hai malaikat) menuju Shirath Al-Jahim. ( QS Al-Shaffat [37] : 23).
Dalam konteks pembicaraan tentang hari akhirat, Allah berfirman:
وَلَوْ نَشَآءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰٓ أَعْيُنِهِمْ فَٱسْتَبَقُوا۟ ٱلصِّرَٰطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya)? ( QS Ya Sin [36] : 66).
Di sisi lain Allah menegaskan pula bahwa:
وَاِنۡ مِّنْکُمْ اِلَّا وَارِدُهَا ؕ كَانَ عَلٰى رَبِّكَ حَتۡمًا مَّقۡضِيًّا
ثُمَّ نُـنَجِّى الَّذِيۡنَ اتَّقَوْا وَّنَذَرُ الظّٰلِمِيۡنَ فِيۡهَا جِثِيًّا
Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut. (QS Maryam [19]: 71-72).
Berdasar ayat-ayat tersebut, sementara ulama berpendapat bahwa ada yang dinamai "shirath" -berupa jembatan yang harus dilalui setiap orang menuju surga. Di bawah jalan (jembatan) itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya. Orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
Ada yang melewatinya bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda; dan ada juga yang merangkak, tetapi akhirnya tiba juga. Sedangkan orang-orang kafir akan menelusurinya pula tetapi mereka jatuh ke neraka di tingkat yang sesuai dengan kedurhakaan mereka.
Konon shirath itu lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang.
Demikian kata Abu Sa'id sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Para ulama khususnya kelompok Mu'tazilah yang sangat rasional menolak keberadaan shirath dalam pengertian material di atas, lebih-lebih melukiskannya "dengan sehelai rambut di belah tujuh".
Menurut Quraish Shihab, memang melukiskannya seperti itu, paling tidak, bertentangan dengan pengertian kebahasaan dari kata shirath. Kata tersebut berasal dari kata saratha yang arti harfiahnya adalah "menelan". Kata shirath antara lain diartikan "jalan yang lebar", yang karena lebarnya maka seakan-akan ia menelan setiap yang berjalan di atasnya.
Betapapun, Quraish menjelaskan, pada akhirnya hanya ada dua tempat: surga atau neraka
Dalam konteks pembicaraan tentang hari akhirat, Allah berfirman:
وَلَوْ نَشَآءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰٓ أَعْيُنِهِمْ فَٱسْتَبَقُوا۟ ٱلصِّرَٰطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka betapakah mereka dapat melihat(nya)? ( QS Ya Sin [36] : 66).
Di sisi lain Allah menegaskan pula bahwa:
وَاِنۡ مِّنْکُمْ اِلَّا وَارِدُهَا ؕ كَانَ عَلٰى رَبِّكَ حَتۡمًا مَّقۡضِيًّا
ثُمَّ نُـنَجِّى الَّذِيۡنَ اتَّقَوْا وَّنَذَرُ الظّٰلِمِيۡنَ فِيۡهَا جِثِيًّا
Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut. (QS Maryam [19]: 71-72).
Berdasar ayat-ayat tersebut, sementara ulama berpendapat bahwa ada yang dinamai "shirath" -berupa jembatan yang harus dilalui setiap orang menuju surga. Di bawah jalan (jembatan) itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya. Orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
Ada yang melewatinya bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda; dan ada juga yang merangkak, tetapi akhirnya tiba juga. Sedangkan orang-orang kafir akan menelusurinya pula tetapi mereka jatuh ke neraka di tingkat yang sesuai dengan kedurhakaan mereka.
Konon shirath itu lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang.
Demikian kata Abu Sa'id sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Para ulama khususnya kelompok Mu'tazilah yang sangat rasional menolak keberadaan shirath dalam pengertian material di atas, lebih-lebih melukiskannya "dengan sehelai rambut di belah tujuh".
Menurut Quraish Shihab, memang melukiskannya seperti itu, paling tidak, bertentangan dengan pengertian kebahasaan dari kata shirath. Kata tersebut berasal dari kata saratha yang arti harfiahnya adalah "menelan". Kata shirath antara lain diartikan "jalan yang lebar", yang karena lebarnya maka seakan-akan ia menelan setiap yang berjalan di atasnya.
Betapapun, Quraish menjelaskan, pada akhirnya hanya ada dua tempat: surga atau neraka
(mhy)