Kisah Raja Romawi Nicephorus I Bersimpuh di Hadapan Khalifah Harun Al-Rasyid

Sabtu, 02 Juli 2022 - 09:28 WIB
Dalam kondisi malu dan kalah, Nicephorus I bersimpuh di hadapan Khalifah Harun Al-Rasyid dan mohon ampunan. Foto/Ilustrasi : Ist
Pada tahun 187 H, Khalifah Harun Al-Rasyid menerima surat dari Kaisar Romawi yang baru, Nicephorus I, putra Stauracius. Sejarawan Arab menyebutnya Nigfur bin Istabraq.

Surat itu berisi pembatalan sepihak kesepakatan antara kaum Muslimin dan penguasa Romawi sebelumnya, Ratu Augusta.



Sekadar mengingatkan bahwa pada tahun 165 H, Harun Al-Rasyid bersama 100.000 pasukan menyerang Bizantium. Ketika itu pemimpin tertinggi Romawi adalah Ratu Augusta. Dia merupakan janda dari Kaisar Leo.

Ratu Augusta terpaksa memimpin Romawi, karena putranya, yang tidak lain adalah pewaris tahta, masih belia. Sehingga dia untuk sementara waktu menggantikan tugas-tugas pemerintahan.

Imam As-Suyuthi dalam bukunya berjudul "Tarikh Khulafa’; Sejarah Para Khalifah", menyebutkan pada saat kekuatannya sudah terdesak, Ratu Augusta memutuskan berdamai. Harun Al-Rasyid pun memenuhi permintaan tersebut dengan syarat, bahwa Ratu akan memberikan akses seluas-luasnya pada kaum Muslimin untuk berdagang di wilayah kekuasaannya.

Di samping itu, Bizantium dikenai kewajiban membayar upeti sebenar 90.000 atau 70.000 Dinar setiap tahun kepada Abbasiyah. Uang inilah yang diminta kembali oleh Nicephorus I dalam suratnya tersebut.

Surat itu sebagaimana dikutip dalam buku "The History of al-Tabari" berbunyi sebagai berikut:

“Dari Nicephorus Kaisar Bizantium kepada Harun Raja Arab. Sesungguhnya, sang ratu yang berkuasa sebelum aku telah mendudukkanmu layaknya benteng (dalam permainan catur), dan dirinya sendiri layaknya bidak. Dia memberikan harta kekayaannya kepadamu dikarenakan kelemahan dan kebodohan perempuan. Sekarang, setelah kamu selesai membaca surat ini secara seksama, segera kembalikan semua uang sudah dia kirimkan, dan tebuslah semua itu secepat mungkin. Kalau tidak, maka pedanglah yang akan berbicara di antara kita!”



Begitu selesai membaca surat ini, tubuh Harun Al-Rasyid bergetar karena marah. Tak seorang pun berani memandang wajahnya atau berbicara padanya. Pelan-pelan mereka semua menyingkir karena takut terkena amukannya. Dia lalu meminta tinta dan segera menulis surat balasan, yang isinya sebagai berikut:

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Harun Al-Rasyid, pemimpin kaum Muslimin kepada Nicephorus, anjing Bizantium: Wahai anak dari perempuan kafir, aku telah membaca suratmu dengan jelas. Adapun jawabannya, akan kau saksikan sendiri, bukan kau dengar. Salam!”

Hari itu juga Harun Al-Rasyid menyiapkan bala tentaranya, lalu berderap menuju Bizantium. Dia ingin segera menghukum raja yang congkak ini. Setelah berjalan ribuan mil, akhirnya sampailah Khalifah Harun Al-Rasyid dan pasukannya di Anatolia barat daya. Tepatnya di depan gerbang benteng Hiraclia, yang merupakan wilayah perbatasan antara Bizantium dan Abbasiyah.

Tanpa ampun, Harun Al-Rasyid dan pasukannya mengamuk di wilayah itu. Dalam waktu singkat benteng tersebut berhasil dikuasai. Khalifah Harun merampas barang-barang berharga dan terbaik untuk dirinya sendiri. Kemudian dia memerintahkan penduduk di sana dibantai, kotanya dihancurkan, dan dibakar hingga tak bersisa.



Imam Al-Suyuthi mengatakan bahwa ini adalah perang yang sangat masyhur sekaligus penaklukan yang gemilang.

Melihat kota di perbatasannya hancur berantakan oleh satu serangan saja, Nicephorus I gemetar. Dia segera menulis surat dan memerintahkan pada kurirnya untuk membawanya kepada Khalifah Harun Al-Rasyid. Dalam surat tersebut, dia memohon berdamai dan bersedia terus membayar upeti tahunan pada Abbasiyah seperti biasanya. Khalifah Harun pun mengabulkan permohonan Nicephorus I dan memutuskan kembali ke Baghdad.

Tapi di tengah perjalanan pulang tersebut, datang kabar yang mengatakan bahwa Nicephorus I sudah melanggar janjinya. Para pengawalnya yang mengerti watak Harun Al-Rasyid, bingung cara menyampaikan hal ini. Karena mereka tau, bahwa Harun pasti akan marah besar. Jadi mereka membuat syair-syair yang menyiratkan masalah yang sedang terjadi.

Khalifah Harun yang sangat menyukai puisi itu, memiliki sensitivitas terhadap bahasa isyarat. Tidak butuh waktu lama, Harun langsung bertanya pada para pengawalnya, “Benarkah Nicephorus melakukan (yang kalian sampaikan) ini?” dan para pengawalnya pun diam, seraya meng-iya-kan apa yang terbersit di benak Khalifah Harun Al-Rasyid.

Seketika itu juga Khalifah Harun Al-Rasyid merasa sangat terpukul dengan pengkhianatan ini. Dia seolah tidak menyangka bahwa seorang kaisar dari imperium besar semacam Bizantium bisa bertindak sepengecut itu.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهٗ‌ ‌ۚ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِىۡ مِنۡ لَّدُنۡكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً‌ ‌ ۚ اِنَّكَ سَمِيۡعُ الدُّعَآءِ
Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.

(QS. Ali 'Imran Ayat 38)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More