Kisah Raja Sriwijaya Kirim Surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Minggu, 07 Agustus 2022 - 19:37 WIB
Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”
Setelah sekitar dua tahun terjadi interaksi, Raja Srindravarman pun masuk Islam. “Sribuza Islam" kemudian menjadi nama yang dikenal untuk Sriwijaya Jambi.
Bukti-bukti di atas terang sekali menjelaskan bahwa sudah terbangun jaringan komunikasi politik, agama dan perdagangan internasional antar-Madagaskar (Afrika), Arab, Jawa (Nusantara), dan China yang berpusat di Khanfu (Kanton). Tak heran bila kemudian ditemukan banyak peninggalan-peninggalan historis di seputar kawasan kepulauan Nusantara.
Setelah ditemukannya bukti-bukti historis adanya orang-orang Islam yang sifatnya masih individual di beberapa tempat di Nusantara yang datang melalui aktivitas perdagangan, baik sebagai utusan, rombongan dagang maupun peninggalan batu-batu nisan yang bertarikh abad ke-7/8, Denys Lombard menemukan sumber-sumber sejarah paling tua yang menggambarkan perkembangan kehadiran orang-orang Arab Muslim tersebut dua abad kemudian (9/10) dari naskah-naskah berbahasa Arab.
Menurutnya, ada tiga sumber sejarah tertua karya penulis-penulis Arab yang banyak menceritakan tentang hubungan dagang internasional melalui jalur Asia Tenggara itu: Relation de la Chine et d'l Indie karya Ibnu Hurdidbeh tahun 881; Prairies dor karya karya Mas'udi (w. 956); dan kisah Merveilles d I'Indie karya kapten kapal Bozorg Ibn Shahryar, tahun 956.
Sumber-sumber itu banyak mengisahkan hubungan antara perdagangan Arab dengan Nusantara (dalam hubungan jalur perdagangan Afrika, Arab, Sumatra, Jawa, dan China yang terbangun sejak abad ke-7/8).
Istilah “Javaga” (Pulau Jawa), “orang wag-wag” (sebutan untuk orang Nusantara) dan “Muslim” banyak disebut-sebut dalam sumber-sumber tersebut.
Lombard menjelaskan, di Kanton pada abad ke-9, bertemulah “kapal-kapal yang datang dari Basra, Siraf, Oman, kota-kota India, Kepulauan Javaga, Campa, dan kerajaan-kerajaan lain.”
Mas'udi pun menceritakan pemberontak Huang Chao yang menghancurkan perdagangan pada tahun 879, “200 orang Muslim, Nasrani, Yahudi, dan Majusi waktu itu telah tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika mereka lari dikejar-kejar.”
Bandar-bandar dagang di Sumatera saat itu, berada dalam kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Melihat hubungan dagang yang luas dan intensif tersebut, orang-orang Arab Muslim sudah terbiasa memasuki kepulauan Nusantara sejak zaman Sriwijaya yang berlangsung sejak abad ke-7/8M.
Setelah sekitar dua tahun terjadi interaksi, Raja Srindravarman pun masuk Islam. “Sribuza Islam" kemudian menjadi nama yang dikenal untuk Sriwijaya Jambi.
Bukti-bukti di atas terang sekali menjelaskan bahwa sudah terbangun jaringan komunikasi politik, agama dan perdagangan internasional antar-Madagaskar (Afrika), Arab, Jawa (Nusantara), dan China yang berpusat di Khanfu (Kanton). Tak heran bila kemudian ditemukan banyak peninggalan-peninggalan historis di seputar kawasan kepulauan Nusantara.
Setelah ditemukannya bukti-bukti historis adanya orang-orang Islam yang sifatnya masih individual di beberapa tempat di Nusantara yang datang melalui aktivitas perdagangan, baik sebagai utusan, rombongan dagang maupun peninggalan batu-batu nisan yang bertarikh abad ke-7/8, Denys Lombard menemukan sumber-sumber sejarah paling tua yang menggambarkan perkembangan kehadiran orang-orang Arab Muslim tersebut dua abad kemudian (9/10) dari naskah-naskah berbahasa Arab.
Menurutnya, ada tiga sumber sejarah tertua karya penulis-penulis Arab yang banyak menceritakan tentang hubungan dagang internasional melalui jalur Asia Tenggara itu: Relation de la Chine et d'l Indie karya Ibnu Hurdidbeh tahun 881; Prairies dor karya karya Mas'udi (w. 956); dan kisah Merveilles d I'Indie karya kapten kapal Bozorg Ibn Shahryar, tahun 956.
Sumber-sumber itu banyak mengisahkan hubungan antara perdagangan Arab dengan Nusantara (dalam hubungan jalur perdagangan Afrika, Arab, Sumatra, Jawa, dan China yang terbangun sejak abad ke-7/8).
Istilah “Javaga” (Pulau Jawa), “orang wag-wag” (sebutan untuk orang Nusantara) dan “Muslim” banyak disebut-sebut dalam sumber-sumber tersebut.
Lombard menjelaskan, di Kanton pada abad ke-9, bertemulah “kapal-kapal yang datang dari Basra, Siraf, Oman, kota-kota India, Kepulauan Javaga, Campa, dan kerajaan-kerajaan lain.”
Mas'udi pun menceritakan pemberontak Huang Chao yang menghancurkan perdagangan pada tahun 879, “200 orang Muslim, Nasrani, Yahudi, dan Majusi waktu itu telah tewas oleh senjata atau tenggelam dalam air ketika mereka lari dikejar-kejar.”
Bandar-bandar dagang di Sumatera saat itu, berada dalam kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Melihat hubungan dagang yang luas dan intensif tersebut, orang-orang Arab Muslim sudah terbiasa memasuki kepulauan Nusantara sejak zaman Sriwijaya yang berlangsung sejak abad ke-7/8M.
Baca Juga
(mhy)