Kisah Laksamana Cheng Ho Menyebarkan Islam di Nusantara
Selasa, 09 Agustus 2022 - 05:15 WIB
Kisah Laksamana Cheng Ho menyebarkan Islam di Nusantara atau Indonesia cukup membekas. Hanya saja, pada saat Cheng Ho datang ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah banyak yang memeluk Islam.
Dalam buku berjudul “Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia dan Tiongkok” karya Fatquri Huadisebutkan selama misi penyebaran Islam di Indonesia, Cheng Ho bertemu dengan orang-orang yang telah memeluk agama Islam.
Sebagai duta Kerajaan Tiongkok, dia pun bertemu dengan Raja Majapahit. Setelah mendapat izin dari Raja Majapahit, Cheng Ho kemudian mulai menyebarkan ajaran Rasulullah SAW dan Islam sangat cepat menyebar di Indonesia.
Teori China
Berdasarkan tempat, kalangan sejarawan memang membagi masuknya Agama Islam ke Indonesia dalam lima teori yakni teori Arab, China, Persia, India, dan Turki. Pada teori China, peran Cheng Ho dan anak buahnya banyak diungkap.
Dalam buku berjudul "Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara" karya Moeflich Hasbullah disebutkan teori China menyatakan bahwa etnis China Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara.
Seperti terlihat dalam teori Arab, interaksi Muslim Arab dengan China sudah terjadi sejak masa-masa paling awal. Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke China berbarengan dalam satu jalur perdagangan pada abad ke-7/8.
Ke China di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan ke Indonesia di Sumatra pada masa kekuasaan Sriwijaya dan ke Jawa tahun 674 M berdasarkan datangnya utusan raja Arab bernama Ta Cheh/Ta Shi ke Kerajaan Ho Ling (Kaling atau Kalingga) di Jawa yang diperintah oleh Ratu Shima.
Jadi, dari penjelasan ini, tidak terbantahkan bahwa Islam berbarengan dengan China datang ke Nusantara yaitu sama-sama abad ke-7/8 M. Yang berbeda adalah intensifikasinya. Orang-orang Cina lebih intensif dengan banyak menyumbang catatan Islamisasi.
Ekspedisi Cheng Ho
Cheng Ho melakukan ekspedisi maritim raksasa selama 48 tahun (1405-1453). Michael Dillon dalam buku berjudul "China's Muslim Hui Community" menyatakan nama aslinya Zheng He, kemudian dikenal sebagai Cheng Ho. Ia lahir di Yunnan pada 1371. Dia dari suku Hui, salah satu dari 5 suku terbesar di China. Kebanyakan orang Hui memeluk Islam karena kerap bersinggungan dengan saudagar dari Persia (Iran) dan Arab sejak abad ke-7 Masehi.
Kaisar Yongle memerintahkan Cheng Ho untuk mengarungi lautan. Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh China di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi.
Armada yang dipersiapkan tidak sembarangan. Kapal-kapal besar Cheng Ho ukurannya berpuluh-puluh kali lipat dari kapal Christopher Columbus. Sebanyak 307 kapal dan lebih dari 27.800 orang dilibatkan dalam petualangan besar itu. Setidaknya 62 kapal besar, ditambah 190 kapal lain yang berukuran lebih kecil dan sisanya kapal-kapal tambahan.
Selain perbekalan yang terdiri dari berbagai macam barang, termasuk bahan pangan seperti sapi, kambing, dan ayam, kapal-kapal tersebut juga mengangkut komoditas yang akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera.
Akhirnya, perjalanan panjang pun dimulai. Armada laut raksasa pimpinan Laksamana Cheng Ho berlayar mengarungi samudra dan berlangsung dalam beberapa kali periode. Salah satu tujuan ekspedisi Dinasti Ming ini adalah mengunjungi kerajaan-kerajaan di daratan sekitar Samudra Hindia yang namanya telah samar-samar terdengar.
Cheng Ho banyak singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara dan Samudra - Hindia, melakukan kerja sama ekonomi dan perdagangan, kerja sama politik, penumpas kejahatan, menumpas kapal-kapal perompak dan bajak-bajak laut, mendamaikan peperangan, antarkelompok dan antarkerajaan, dan sebagainya.
Tempat-tempat yang disinggahinya adalah pelabuhan-pelabuhan Jawa, Sri Lanka, Auvilon, Kocin, Kalikut (kalkuita), Ormuz (selat Hormuz), Jeddah, Mogadisco, Malindi.
Setidaknya ada 7 periode yang menjadi masa-masa pelayaran armada China yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, berlangsung hampir mencapai tiga dekade, antara tahun 1405 hingga 1433. Sebagian besar dari periode itu, kapal-kapal niaga utusan Dinasti Ming singgah di berbagai negeri di kawasan Asia Tenggara, termasuk Nusantara.
Periode pertama (1405-1407), misalnya, armada Cheng Ho yang mengarungi Laut Cina Selatan mampu mencapai Jawa setelah terlebih dulu merapat di Champa (sekarang wilayah Vietnam).
Dari pesisir utara Jawa, rombongan ini melanjutkan pelayarannya ke barat, menuju Sumatra, lalu menyusuri Selat Malaka, berlanjut ke Srilanka dan India, sebelum kembali ke China.
Sebagian besar dari 7 periode pelayaran armada Cheng Ho selalu mengunjungi Nusantara dan singgah bahkan menetap sejenak untuk berniaga di sejumlah wilayah, kecuali ekspedisi ke-6 (1421-1422) yang fokus untuk menjelajahi kawasan Afrika Timur dan Timur Tengah.
Kong Yuanzhi dalam "Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara" mencatat beberapa wilayah atau kerajaan di Indonesia yang dikunjungi armada dari Dinasti Ming itu dalam periode berbeda, di antaranya adalah Jawa (Kerajaan Majapahit), Palembang, Aceh (Kerajaan Lamuri dan Samudera Pasai), Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara.
Pada 1406, armada Cheng Ho mengunjungi Majapahit dengan berlabuh di Tuban. Selanjutnya menyusuri Pantai Utara Jawa dan singgah di beberapa kota pelabuhan, termasuk Semarang, Cirebon, dan Sunda Kelapa.
Kapal-kapal Cina itu melanjutkan perjalanan ke barat dan sempat merapat di Palembang, Riau, Aceh, hingga Malaka. Setelah itu, armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni pada 1408, 1409, 1413, dan 1416.
Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia.
Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam itu.
Awal Masuknya Islam
Hanya saja, teori China tidak berbicara tentang awal masuknya Islam, melainkan peranannya dalam pemberitaan-pemberitaan tentang adanya komunitas Muslim pada masa-masa awal di Nusantara, dan peranannya dalam Islamisasi pada abad ke-15/16.
China banyak menyumbangkan data informasi sejarah tentang adanya komunitas Islam. Berita-berita tentang adanya orang-orang Arab dan Muslim pada abad ke-7/8 di Nusantara selain dari berita-berita Arab juga didapatkan dari berita-berita China.
Ini menunjukkan bahwa Islam di China, selain lebih awal juga lebih hidup. Bila pada abad ke-7 di Guangzhou sudah berdiri masjid Wa-Zhin-Zi (community), di Nusantara baru hanya ditemukan makam-makam (individu) atau interaksi utusan perdagangan.
Bahasa China yang khas juga semakin mengukuhkan identitas kehadiran dan peran mereka yang mudah dibaca. Puncak peranan China dalam penyebaran Islam terjadi pada ke-15/16 pada zaman Wali Songo .
Dalam buku berjudul “Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia dan Tiongkok” karya Fatquri Huadisebutkan selama misi penyebaran Islam di Indonesia, Cheng Ho bertemu dengan orang-orang yang telah memeluk agama Islam.
Sebagai duta Kerajaan Tiongkok, dia pun bertemu dengan Raja Majapahit. Setelah mendapat izin dari Raja Majapahit, Cheng Ho kemudian mulai menyebarkan ajaran Rasulullah SAW dan Islam sangat cepat menyebar di Indonesia.
Teori China
Berdasarkan tempat, kalangan sejarawan memang membagi masuknya Agama Islam ke Indonesia dalam lima teori yakni teori Arab, China, Persia, India, dan Turki. Pada teori China, peran Cheng Ho dan anak buahnya banyak diungkap.
Dalam buku berjudul "Islam dan Transformasi Masyarakat Nusantara" karya Moeflich Hasbullah disebutkan teori China menyatakan bahwa etnis China Muslim sangat berperan dalam proses penyebaran agama Islam di Nusantara.
Seperti terlihat dalam teori Arab, interaksi Muslim Arab dengan China sudah terjadi sejak masa-masa paling awal. Dengan demikian, Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke China berbarengan dalam satu jalur perdagangan pada abad ke-7/8.
Ke China di Canton (Guangzhou) pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) dari Dinasti Tang, dan ke Indonesia di Sumatra pada masa kekuasaan Sriwijaya dan ke Jawa tahun 674 M berdasarkan datangnya utusan raja Arab bernama Ta Cheh/Ta Shi ke Kerajaan Ho Ling (Kaling atau Kalingga) di Jawa yang diperintah oleh Ratu Shima.
Jadi, dari penjelasan ini, tidak terbantahkan bahwa Islam berbarengan dengan China datang ke Nusantara yaitu sama-sama abad ke-7/8 M. Yang berbeda adalah intensifikasinya. Orang-orang Cina lebih intensif dengan banyak menyumbang catatan Islamisasi.
Ekspedisi Cheng Ho
Cheng Ho melakukan ekspedisi maritim raksasa selama 48 tahun (1405-1453). Michael Dillon dalam buku berjudul "China's Muslim Hui Community" menyatakan nama aslinya Zheng He, kemudian dikenal sebagai Cheng Ho. Ia lahir di Yunnan pada 1371. Dia dari suku Hui, salah satu dari 5 suku terbesar di China. Kebanyakan orang Hui memeluk Islam karena kerap bersinggungan dengan saudagar dari Persia (Iran) dan Arab sejak abad ke-7 Masehi.
Kaisar Yongle memerintahkan Cheng Ho untuk mengarungi lautan. Tujuan utama ekspedisi ini adalah memperluas pengaruh China di belahan benua lainnya, akan tetapi tidak memakai cara kekerasan, melainkan dengan jalan perdagangan dan saling bertukar buah tangan dengan negeri-negeri yang dikunjungi.
Armada yang dipersiapkan tidak sembarangan. Kapal-kapal besar Cheng Ho ukurannya berpuluh-puluh kali lipat dari kapal Christopher Columbus. Sebanyak 307 kapal dan lebih dari 27.800 orang dilibatkan dalam petualangan besar itu. Setidaknya 62 kapal besar, ditambah 190 kapal lain yang berukuran lebih kecil dan sisanya kapal-kapal tambahan.
Selain perbekalan yang terdiri dari berbagai macam barang, termasuk bahan pangan seperti sapi, kambing, dan ayam, kapal-kapal tersebut juga mengangkut komoditas yang akan dijual atau dibarter di negeri tujuan, seperti emas, perak, porselen, dan terutama kain sutera.
Akhirnya, perjalanan panjang pun dimulai. Armada laut raksasa pimpinan Laksamana Cheng Ho berlayar mengarungi samudra dan berlangsung dalam beberapa kali periode. Salah satu tujuan ekspedisi Dinasti Ming ini adalah mengunjungi kerajaan-kerajaan di daratan sekitar Samudra Hindia yang namanya telah samar-samar terdengar.
Cheng Ho banyak singgah di pelabuhan-pelabuhan Nusantara dan Samudra - Hindia, melakukan kerja sama ekonomi dan perdagangan, kerja sama politik, penumpas kejahatan, menumpas kapal-kapal perompak dan bajak-bajak laut, mendamaikan peperangan, antarkelompok dan antarkerajaan, dan sebagainya.
Tempat-tempat yang disinggahinya adalah pelabuhan-pelabuhan Jawa, Sri Lanka, Auvilon, Kocin, Kalikut (kalkuita), Ormuz (selat Hormuz), Jeddah, Mogadisco, Malindi.
Setidaknya ada 7 periode yang menjadi masa-masa pelayaran armada China yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, berlangsung hampir mencapai tiga dekade, antara tahun 1405 hingga 1433. Sebagian besar dari periode itu, kapal-kapal niaga utusan Dinasti Ming singgah di berbagai negeri di kawasan Asia Tenggara, termasuk Nusantara.
Periode pertama (1405-1407), misalnya, armada Cheng Ho yang mengarungi Laut Cina Selatan mampu mencapai Jawa setelah terlebih dulu merapat di Champa (sekarang wilayah Vietnam).
Dari pesisir utara Jawa, rombongan ini melanjutkan pelayarannya ke barat, menuju Sumatra, lalu menyusuri Selat Malaka, berlanjut ke Srilanka dan India, sebelum kembali ke China.
Sebagian besar dari 7 periode pelayaran armada Cheng Ho selalu mengunjungi Nusantara dan singgah bahkan menetap sejenak untuk berniaga di sejumlah wilayah, kecuali ekspedisi ke-6 (1421-1422) yang fokus untuk menjelajahi kawasan Afrika Timur dan Timur Tengah.
Kong Yuanzhi dalam "Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara" mencatat beberapa wilayah atau kerajaan di Indonesia yang dikunjungi armada dari Dinasti Ming itu dalam periode berbeda, di antaranya adalah Jawa (Kerajaan Majapahit), Palembang, Aceh (Kerajaan Lamuri dan Samudera Pasai), Kalimantan, dan pulau-pulau lainnya di Nusantara.
Pada 1406, armada Cheng Ho mengunjungi Majapahit dengan berlabuh di Tuban. Selanjutnya menyusuri Pantai Utara Jawa dan singgah di beberapa kota pelabuhan, termasuk Semarang, Cirebon, dan Sunda Kelapa.
Kapal-kapal Cina itu melanjutkan perjalanan ke barat dan sempat merapat di Palembang, Riau, Aceh, hingga Malaka. Setelah itu, armada Cheng Ho beberapa kali ke Nusantara dalam periode yang relatif berdekatan, yakni pada 1408, 1409, 1413, dan 1416.
Kunjungan terakhir Cheng Ho ke Nusantara adalah pada 1430, ketika usianya sudah hampir mencapai 60 tahun. Tiga warsa berselang, sang laksamana meninggal dunia.
Cheng Ho datang ketika Nusantara, terutama di Jawa dan Sumatra, sedang menatap masa peralihan dari era kerajaan Hindu-Buddha ke Islam. Cheng Ho berperan penting dalam penyebaran ajaran Islam itu.
Awal Masuknya Islam
Hanya saja, teori China tidak berbicara tentang awal masuknya Islam, melainkan peranannya dalam pemberitaan-pemberitaan tentang adanya komunitas Muslim pada masa-masa awal di Nusantara, dan peranannya dalam Islamisasi pada abad ke-15/16.
China banyak menyumbangkan data informasi sejarah tentang adanya komunitas Islam. Berita-berita tentang adanya orang-orang Arab dan Muslim pada abad ke-7/8 di Nusantara selain dari berita-berita Arab juga didapatkan dari berita-berita China.
Ini menunjukkan bahwa Islam di China, selain lebih awal juga lebih hidup. Bila pada abad ke-7 di Guangzhou sudah berdiri masjid Wa-Zhin-Zi (community), di Nusantara baru hanya ditemukan makam-makam (individu) atau interaksi utusan perdagangan.
Bahasa China yang khas juga semakin mengukuhkan identitas kehadiran dan peran mereka yang mudah dibaca. Puncak peranan China dalam penyebaran Islam terjadi pada ke-15/16 pada zaman Wali Songo .
(mhy)