Ini Alasan Mengapa Kita Dilarang Memikirkan Zat Allah
Kamis, 18 Agustus 2022 - 05:10 WIB
Sebagian orang awam dan kelompok pemuja akal mungkin sering bertanya tentang Zat Allah, Tuhan pencipta semesta alam. Berikut alasan mengapa kita (manusia) dilarang memikirkan zat-Nya.
Dalam Hadis, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam berpesan agar kita tidak sekali-kali memikirkan tentang Zat Allah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu menyebutkan bahwa Nabi bersabda:
تفكَّروا فِي الْخَلْقِ وَلَا تُفَكِّرُوا فِي الْخَالِقِ، فَإِنَّهُ لَا تُحِيطُ بِهِ الفِكْرة
Artinya: "Pikirkanlah tentang makhluk dan janganlah kalian memikirkan tentang Khaliq (Pencipta), karena sesunguhnya Dia tidak dapat diliput oleh pemikiran."
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
تَفَكًّرُوْافِىْ آيَاتِ اللَّهِ وَلَا تَفَكَّرُوْافِى اللَّهِ فَإِنَّكُمْ لَمْ تُقَدِّرُوْهُ حَقَّ قَدْرِهِ
Artinya: "Pikirkanlah kekuasaan-kekuasaan Allah dan janganlah kau pikirkan Zat-Nya. Sesungguhnya kamu tak akan mampu memikirkan hakikat-Nya." (HR Ibnu Hibban)
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى
Artinya: "Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)." (QS An-Najm: Ayat 42)
Berkenaan dengan ayat ini, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh memikirkan tentang Tuhan."
Al-Bagawi mengemukakan, setan datang kepada seseorang di antara kalian, lalu mengatakan (membisikkan kepadanya), "Siapakah yang menciptakan ini dan siapakah yang menciptakan ini?" Hingga akhirnya setan mengatakan: "Siapakah yang menciptakan Tuhanmu?"
Apabila sampai kepada seseorang di antara kalian hal tersebut, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan menghentikannya.
Akal Menjadi Terguncang
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (1058-1111) dalam Ihya Ulumuddin mengatakan: "Memikirkan Zat Allah dapat menyebabkan kebingungan dan akal menjadi terguncang. Zat dan sifat Allah tidak bisa dimasukkan ke dalam akal pikiran. Sebab, kebanyakan akal tidak bisa mencernanya. Penjelasan sederhana yang disampaikan oleh sebagian ulama bahwa 'Allah terbebas dari tempat, batas dan arah. Allah tidak di dalam alam dan tidak pula di luar alam. Allah tidak tersambung dengan alam dan tidak pula terpisah dengan alam'. Semua itu telah membuat akal sebagian orang menjadi bingung sehingga mereka mengingkarinya karena mereka tidak sanggup mendengar dan memahaminya.
Bahkan ada sebagian orang tidak mampu memahami perkara yang lebih sederhana daripada itu. Kalau mereka diberitahu bahwa 'Allah Maha Suci dari memiliki kepala, kaki, tangan, dua mata dan organ tubuh. Allah juga bukan materi yang tersusun atas partikel-partikel yang memiliki volume dan ukuran', maka mereka akan langsung mengingkarinya dan menganggap bahwa ucapan itu telah melecehkan Allah dan meniadakan keagungan Allah. Bahkan ada orang awam tak waras mengatakan: 'Yang kamu katakan itu adalah ciri-ciri semangka India, bukan sifat-sifat Tuhan'. Sebab menurut si awam miskin ini, keagungan itu diukur dari organ tubuh.
Begitulah, manusia tidak mengenal kecuali dirinya sendiri sehingga ia tidak menganggap agung sesuatu yang tidak sama dengan dirinya sendiri. Setiap yang tidak sama dengannya dianggap tidak agung. Memang, ujung-ujungnya ia akan membayangkan dirinya berwajah ganteng, sedang duduk di atas ranjangnya, dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tunduk patuh padanya.
Tidak heran kalau seperti itu juga ia membayangkan Tuhannya sehingga akan dianggap agung kalau sudah seperti itu.
Bahkan andaikan lalat punya akal dan diberitahu bahwa 'Penciptamu tidak punya dua sayap, tangan, kaki dan tidak terbang' pasti ia akan mengingkarinya dan mengatakan: 'Bagaimana mungkin penciptaku lebih cacat daripada aku? Logiskah yang tidak punya sayap dan tidak bisa terbang dianggap sebagai pencipta? Mungkinkah aku punya organ tubuh sedangkan ia tak punya organ tubuh?'
Akal kebanyakan makhluk kurang-lebih seperti itu. Manusia adalah makhluk yang sangat 'bodoh, zalim dan kufur'. Oleh sebab itu, Allah mewahyukan kepada sebagian Nabi-Nya, 'Janganlah kamu beritahu hamba-hamba-Ku tentang sifat-sifat-Ku, nanti mereka akan mengingkari-Ku. Tapi beritahu mereka tentang Aku sesuai kadar akal mereka dengan bahasa yang mereka pahami'.
Dalam Hadis, Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam berpesan agar kita tidak sekali-kali memikirkan tentang Zat Allah. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu menyebutkan bahwa Nabi bersabda:
تفكَّروا فِي الْخَلْقِ وَلَا تُفَكِّرُوا فِي الْخَالِقِ، فَإِنَّهُ لَا تُحِيطُ بِهِ الفِكْرة
Artinya: "Pikirkanlah tentang makhluk dan janganlah kalian memikirkan tentang Khaliq (Pencipta), karena sesunguhnya Dia tidak dapat diliput oleh pemikiran."
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
تَفَكًّرُوْافِىْ آيَاتِ اللَّهِ وَلَا تَفَكَّرُوْافِى اللَّهِ فَإِنَّكُمْ لَمْ تُقَدِّرُوْهُ حَقَّ قَدْرِهِ
Artinya: "Pikirkanlah kekuasaan-kekuasaan Allah dan janganlah kau pikirkan Zat-Nya. Sesungguhnya kamu tak akan mampu memikirkan hakikat-Nya." (HR Ibnu Hibban)
Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى
Artinya: "Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)." (QS An-Najm: Ayat 42)
Berkenaan dengan ayat ini, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak boleh memikirkan tentang Tuhan."
Al-Bagawi mengemukakan, setan datang kepada seseorang di antara kalian, lalu mengatakan (membisikkan kepadanya), "Siapakah yang menciptakan ini dan siapakah yang menciptakan ini?" Hingga akhirnya setan mengatakan: "Siapakah yang menciptakan Tuhanmu?"
Apabila sampai kepada seseorang di antara kalian hal tersebut, hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan menghentikannya.
Akal Menjadi Terguncang
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (1058-1111) dalam Ihya Ulumuddin mengatakan: "Memikirkan Zat Allah dapat menyebabkan kebingungan dan akal menjadi terguncang. Zat dan sifat Allah tidak bisa dimasukkan ke dalam akal pikiran. Sebab, kebanyakan akal tidak bisa mencernanya. Penjelasan sederhana yang disampaikan oleh sebagian ulama bahwa 'Allah terbebas dari tempat, batas dan arah. Allah tidak di dalam alam dan tidak pula di luar alam. Allah tidak tersambung dengan alam dan tidak pula terpisah dengan alam'. Semua itu telah membuat akal sebagian orang menjadi bingung sehingga mereka mengingkarinya karena mereka tidak sanggup mendengar dan memahaminya.
Bahkan ada sebagian orang tidak mampu memahami perkara yang lebih sederhana daripada itu. Kalau mereka diberitahu bahwa 'Allah Maha Suci dari memiliki kepala, kaki, tangan, dua mata dan organ tubuh. Allah juga bukan materi yang tersusun atas partikel-partikel yang memiliki volume dan ukuran', maka mereka akan langsung mengingkarinya dan menganggap bahwa ucapan itu telah melecehkan Allah dan meniadakan keagungan Allah. Bahkan ada orang awam tak waras mengatakan: 'Yang kamu katakan itu adalah ciri-ciri semangka India, bukan sifat-sifat Tuhan'. Sebab menurut si awam miskin ini, keagungan itu diukur dari organ tubuh.
Begitulah, manusia tidak mengenal kecuali dirinya sendiri sehingga ia tidak menganggap agung sesuatu yang tidak sama dengan dirinya sendiri. Setiap yang tidak sama dengannya dianggap tidak agung. Memang, ujung-ujungnya ia akan membayangkan dirinya berwajah ganteng, sedang duduk di atas ranjangnya, dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tunduk patuh padanya.
Tidak heran kalau seperti itu juga ia membayangkan Tuhannya sehingga akan dianggap agung kalau sudah seperti itu.
Bahkan andaikan lalat punya akal dan diberitahu bahwa 'Penciptamu tidak punya dua sayap, tangan, kaki dan tidak terbang' pasti ia akan mengingkarinya dan mengatakan: 'Bagaimana mungkin penciptaku lebih cacat daripada aku? Logiskah yang tidak punya sayap dan tidak bisa terbang dianggap sebagai pencipta? Mungkinkah aku punya organ tubuh sedangkan ia tak punya organ tubuh?'
Akal kebanyakan makhluk kurang-lebih seperti itu. Manusia adalah makhluk yang sangat 'bodoh, zalim dan kufur'. Oleh sebab itu, Allah mewahyukan kepada sebagian Nabi-Nya, 'Janganlah kamu beritahu hamba-hamba-Ku tentang sifat-sifat-Ku, nanti mereka akan mengingkari-Ku. Tapi beritahu mereka tentang Aku sesuai kadar akal mereka dengan bahasa yang mereka pahami'.