Hukum Nikah Beda Agama Tidak Sah Menurut Islam
Senin, 26 September 2022 - 16:13 WIB
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ - ١٠
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Menurut Al-Thabari, ayat di atas menjelaskan tentang perjanjian Rasulullah SAW dengan kaum musyrik Mekkah di Hudaibiyah, bahwa setiap orang yang datang dari mereka harus dikembalikan kepada kaum musyrik Mekkah. Lalu ketika ada perempuan yang datang dari musyrik Mekkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka perempuan itu tidak boleh dikembalikan kepada kaum musyrikin Mekkah. Sebab orang mukmin tidak halal menikah dengan perempuan orang kafir dan orang muslimah tidak halal dinikahi oleh laki-laki kafir.
Fatwa MUI
Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 mengeluarkan fatwa tentang hukum larangan pernikahan beda agama sebagai berikut:
- Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab, menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah.
Fatwa Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Fatwa Muhammadiyah
Sedangkat organisasi Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang Jawa Timur telah mentarjihkan/menguatkan pendapat yang mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-muslimah atau ahlul kitab, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
- Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama dengan Ahlul Kitab yang ada pada waktu zaman Nabi SAW.
- Semua Ahlul Kitab zaman sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau menyekutukan Allah SWT, dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut Yahudi) dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani).
- Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama dilaksanakannya pernikahan.
- Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita Muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya.
Kesimpulan
Kesimpulanya, pernikahan beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim hukumnya tidak sah menurut kesepakatan para ulama salaf dan khalaf. Pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dengan wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) terdapat perbedaan pendapat antara para ulama, ada yang mengatakan boleh dan ada yang melarangnya. Namun keputusan Ulama Indonesia yang tergabung di organisasi MUI, NU dan Muhammadiyah sepakat melarang pernikahan beda agama secara mutlak, baik laki-laki muslim maupu perempuan muslimah.
Dari uraian di atas yang memaparkan dari berbagai perspektif, mulai dari rujukan tafsir, fikih, peraturan perundang-undangan, dan sosial keagamaan dapat disimpulkan bahwa ulama sepakat pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki muslim maupun perempuan muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram.
Begitu juga ulama sepakat bahwa pernikahan perempuan muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram. Sedangkan pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) ada perbedaan pendapat antara para ulama zaman salaf, namun ulama kontemporer khususunya ulama-ulama yang tergabung di organisasi-organisasi Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlak tidak sah dan haram.
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." (QS. Al-Mumtahanah: 10)
Menurut Al-Thabari, ayat di atas menjelaskan tentang perjanjian Rasulullah SAW dengan kaum musyrik Mekkah di Hudaibiyah, bahwa setiap orang yang datang dari mereka harus dikembalikan kepada kaum musyrik Mekkah. Lalu ketika ada perempuan yang datang dari musyrik Mekkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka perempuan itu tidak boleh dikembalikan kepada kaum musyrikin Mekkah. Sebab orang mukmin tidak halal menikah dengan perempuan orang kafir dan orang muslimah tidak halal dinikahi oleh laki-laki kafir.
Fatwa MUI
Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 mengeluarkan fatwa tentang hukum larangan pernikahan beda agama sebagai berikut:
- Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahlu kitab, menurut qaul mu'tamad adalah haram dan tidak sah.
Fatwa Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa itu ditetapkan dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989. Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan agama di Indonesia hukumnya tidak sah.
Fatwa Muhammadiyah
Sedangkat organisasi Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar Tarjih ke-22 tahun 1989 di Malang Jawa Timur telah mentarjihkan/menguatkan pendapat yang mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-muslimah atau ahlul kitab, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
- Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama dengan Ahlul Kitab yang ada pada waktu zaman Nabi SAW.
- Semua Ahlul Kitab zaman sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau menyekutukan Allah SWT, dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut Yahudi) dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani).
- Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama dilaksanakannya pernikahan.
- Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita Muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum laki-lakinya.
Kesimpulan
Kesimpulanya, pernikahan beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim hukumnya tidak sah menurut kesepakatan para ulama salaf dan khalaf. Pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dengan wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) terdapat perbedaan pendapat antara para ulama, ada yang mengatakan boleh dan ada yang melarangnya. Namun keputusan Ulama Indonesia yang tergabung di organisasi MUI, NU dan Muhammadiyah sepakat melarang pernikahan beda agama secara mutlak, baik laki-laki muslim maupu perempuan muslimah.
Dari uraian di atas yang memaparkan dari berbagai perspektif, mulai dari rujukan tafsir, fikih, peraturan perundang-undangan, dan sosial keagamaan dapat disimpulkan bahwa ulama sepakat pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki muslim maupun perempuan muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram.
Begitu juga ulama sepakat bahwa pernikahan perempuan muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram. Sedangkan pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) ada perbedaan pendapat antara para ulama zaman salaf, namun ulama kontemporer khususunya ulama-ulama yang tergabung di organisasi-organisasi Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlak tidak sah dan haram.
Lihat Juga :