Bagaimana Menjalin Pertemanan Setelah Hijrah?
Senin, 03 Oktober 2022 - 15:34 WIB
Ketika memutuskan berhijrah , seringkali yang sulit adalah menjaga keistiqamahan hijrah tersebut. Salah satu alasannya, adalah soal pertemanan. Tak bisa dipungkiri, teman-teman di masa lalu bisa menjadi penghambat niat berhijrah. Lantas, bagaimana menjalin pertemanan setelah hijrah ini? Adakah aturan syariat yang mengaturnya?
Hakikat hijrah untuk kita saat ini adalah meninggalkan apa yang dibenci oleh Allah menuju kepada hal yang dicintai oleh Allah. Sehingga ketika kita menyadari bahwa masa lalu kita membawa kita jauh dari ridho Allah, lalu kita ingin membuat perubahan karena keinginan kita untuk bisa kembali kepada Allah maka tentu ada banyak hal yang harus kita perhatikan.
Ustadz Fadly Gugul S.Ag, anggota Dewan Konsultasi Bimbingan Islam menjelaskan, setelah hijrah kita harus tetap menjaga dan menjalin pertemanan, namun ada beberapa yang harus diperhatikan, agar hijrah yang kita jalani bisa tetap istiqamah. Hal yang harus diperhatikan dalam pertemanan tersebut, menurut dai alumni STDI Imam Syafi’i Jember ini, yakni :
1. Tetap menjaga hubungan dengan keluarga
Jika teman-teman yang dimaksud ini adalah keluarga dan kerabat maka ini masuk kategori silaturahim. Menjaga hubungan dengan mereka adalah bagian dari ibadah bukan untuk sekadar mencari kenyamanan diri dan hati pribadi kita.
Di samping itu kondisi tidak nyaman yang kita hadapi di dalam menjalankan ibadah adalah menjadi satu ujian dan cobaan tersendiri yang jika kita mampu melewatinya dengan baik. Maka ia akan menjadi sebab kemuliaan di dunia dan akhirat serta pahala besar yang akan kita dapatkan.
Secara khusus berkaitan dengan hijrah yang tengah kita lakukan, hendaknya kita belajar bagaimana mencairkan suasana. Memalingkan pembicaraan serta menyelipkan usaha dakwah di dalam setiap pertemuan keluarga yang kita hadiri sesuai kemampuan. Bisa kita mengusulkan untuk mengundang ustadz agar diganti pengajian. Bisa juga kita datang membawa hadiah kecil diselipkan buku agama dan lain-lain.
"Tugas kita hanya menyampaikan nasihat tanpa menggurui dengan cara terbaik, taufiq itu dari Allah Ta’ala semata. Dan merupakan penjelasan yang dipahami bahwa tugas setiap utusan (Rasul) hanyalah memberikan penjelasan yang segamblang-gamblangnya sesuai yang diperintahkan,"paparnya.
Jika yang dijelaskan itu diterima, maka itu adalah taufik dari Allah Ta’ala. Jika tidak diterima dan yang didakwahi tetap dalam keadaan belum mendapat hidayah, maka rasul utusan tak bisa bertindak apa-apa, karena hidayah taufiq adalah hak Allah saja.
Al Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” (QS. Ibrahim: 11).
Beliau berkata,
“Utusan itu berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan pada kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat. Jika tidak mau mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua. Wallahu a’lam.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6/333).
2. Menyeleksi teman-teman terbaik
Apabila teman-teman ini bukan keluarga dan kerabat, maka menjaga pertemanan setelah hijrah dapat dilakukan dengan memberi nasihat dan saran terbaik. Teman-teman yang bukan keluarga dan kerabat ini misalnya adalah hanya teman permainan, teman sekolah dulu, dan teman nongkrong.
Tidak mudah menghadapi teman-teman yang mempunyai watak suka mengghibah dan ada kecenderungan menyakiti saudaranya dengan lisan yang tidak baik.
Bila memang benar-benar tidak kuasa mendekati dan bersabar untuk berinteraksi sehingga beberapa teman bisa berubah atau mengurangi sifat-sifat yang buruk itu, maka mulailah dalam memilih dan menyeleksi teman-teman terbaik saja, yang mendatangkan kebaikan. Diperbolehkan juga bagi kita untuk menjauhi mereka sementara. Namun tetap bisa bergaul dalam kondisi tertentu sekadar mengingatkan dan menjaga hubungan baik.
Hakikat hijrah untuk kita saat ini adalah meninggalkan apa yang dibenci oleh Allah menuju kepada hal yang dicintai oleh Allah. Sehingga ketika kita menyadari bahwa masa lalu kita membawa kita jauh dari ridho Allah, lalu kita ingin membuat perubahan karena keinginan kita untuk bisa kembali kepada Allah maka tentu ada banyak hal yang harus kita perhatikan.
Ustadz Fadly Gugul S.Ag, anggota Dewan Konsultasi Bimbingan Islam menjelaskan, setelah hijrah kita harus tetap menjaga dan menjalin pertemanan, namun ada beberapa yang harus diperhatikan, agar hijrah yang kita jalani bisa tetap istiqamah. Hal yang harus diperhatikan dalam pertemanan tersebut, menurut dai alumni STDI Imam Syafi’i Jember ini, yakni :
1. Tetap menjaga hubungan dengan keluarga
Jika teman-teman yang dimaksud ini adalah keluarga dan kerabat maka ini masuk kategori silaturahim. Menjaga hubungan dengan mereka adalah bagian dari ibadah bukan untuk sekadar mencari kenyamanan diri dan hati pribadi kita.
Di samping itu kondisi tidak nyaman yang kita hadapi di dalam menjalankan ibadah adalah menjadi satu ujian dan cobaan tersendiri yang jika kita mampu melewatinya dengan baik. Maka ia akan menjadi sebab kemuliaan di dunia dan akhirat serta pahala besar yang akan kita dapatkan.
Secara khusus berkaitan dengan hijrah yang tengah kita lakukan, hendaknya kita belajar bagaimana mencairkan suasana. Memalingkan pembicaraan serta menyelipkan usaha dakwah di dalam setiap pertemuan keluarga yang kita hadiri sesuai kemampuan. Bisa kita mengusulkan untuk mengundang ustadz agar diganti pengajian. Bisa juga kita datang membawa hadiah kecil diselipkan buku agama dan lain-lain.
"Tugas kita hanya menyampaikan nasihat tanpa menggurui dengan cara terbaik, taufiq itu dari Allah Ta’ala semata. Dan merupakan penjelasan yang dipahami bahwa tugas setiap utusan (Rasul) hanyalah memberikan penjelasan yang segamblang-gamblangnya sesuai yang diperintahkan,"paparnya.
Jika yang dijelaskan itu diterima, maka itu adalah taufik dari Allah Ta’ala. Jika tidak diterima dan yang didakwahi tetap dalam keadaan belum mendapat hidayah, maka rasul utusan tak bisa bertindak apa-apa, karena hidayah taufiq adalah hak Allah saja.
Al Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat
قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya.” (QS. Ibrahim: 11).
Beliau berkata,
يقولون إنما علينا أن نبلغكم ما أرسلنا به إليكم، فإذا أطعتم كانت لكم السعادة في الدنيا والآخرة، وإن لم تجيبوا فستعلمون غِبَّ ذلك ،والله أعلم
“Utusan itu berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan pada kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat. Jika tidak mau mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua. Wallahu a’lam.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6/333).
2. Menyeleksi teman-teman terbaik
Apabila teman-teman ini bukan keluarga dan kerabat, maka menjaga pertemanan setelah hijrah dapat dilakukan dengan memberi nasihat dan saran terbaik. Teman-teman yang bukan keluarga dan kerabat ini misalnya adalah hanya teman permainan, teman sekolah dulu, dan teman nongkrong.
Tidak mudah menghadapi teman-teman yang mempunyai watak suka mengghibah dan ada kecenderungan menyakiti saudaranya dengan lisan yang tidak baik.
Bila memang benar-benar tidak kuasa mendekati dan bersabar untuk berinteraksi sehingga beberapa teman bisa berubah atau mengurangi sifat-sifat yang buruk itu, maka mulailah dalam memilih dan menyeleksi teman-teman terbaik saja, yang mendatangkan kebaikan. Diperbolehkan juga bagi kita untuk menjauhi mereka sementara. Namun tetap bisa bergaul dalam kondisi tertentu sekadar mengingatkan dan menjaga hubungan baik.