7 Golongan yang Dinaungi Allah Saat Kiamat
Selasa, 07 Juli 2020 - 04:18 WIB
Golongan ketiga adalah seseorang yang hatinya tergantung pada masjid Allah. Hal ini menjadi kelanjutan dari kriteria di atas, sehingga dalam hal ini tidak lagi dibatasi oleh usia: apakah muda atau tua.
Jika senantiasa suka datang ke masjid dengan selalu mengikuti aktivitas-aktivitas kebaikan di dalamnya, maka hal ini dapat memenuhi kriteria itu. Bagi siapa saja tanpa kecuali memakmurkan masjid Allah merupakan aktivitas utama.
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah 17-18).
Bersahabat karena Allah
Golongan keempat adalah dua orang yang bersahabat dan saling mencintai karena Allah, sehingga jika bertemu dan berpisah juga karena Allah. Persahabatan yang demikian jelas berdasarkan ketakwaan kepada Allah.
Maka mencari sahabat yang senantiasa mengedepankan nilai kebenaran merupakan kebutuhan penting dalam sebuah pergaulan, sebagaimana perintah dalam hadits di atas.
Sebaliknya sahabat yang tidak lagi mengindahkan nilai kebenaran harus dihindari. Karena pasti berdampak kepada buruknya pula kehidupan yang berkaitan dengan kualitas spritualitas diri.
Membentuk komunitas pecinta ilmu atau komunitas taklim dalam rangka memahami ilmu-ilmu Allah juga merupakan bagian dari kriteria hadits tersebut. Sepanjang aktivitas di dalamnya dalam rangka di jalan Allah SWT.
Sahabat sejati selalu saling mencintai karena Allah. Bertemu dan berpisah karena Allah. Tidak tergantung dalam kondisi kaya atau miskin, sahabat sejati selalu setia dalam suka dan duka. Saling bahu-membahu dan menopang untuk tetap istikamah di jalan Allah. Apapun keadaan dan kondisinya.
Hal ini juga tergambar dalam Surat al-Ashr: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.Kkecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (al-Ashr 1-3)
Dalam konteks ayat di atas, dalam sahabat sejati tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya. Mereka duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Kesedihan yang dialami salah satunya menjadi kesedihan shabatnya. Demikian pula jika terdengar kebahagiaan maka akan membahagiakan bagi lainnya. Sungguh persahabatan yang indah karena Allah. Maka pantaslah Allah memberikan naungan pada mereka.
Menahan Nafsu Syahwat
Golongan kelima adalah seorang laki-laki yang diajak seorang perempuan yang cantik dan berpunya, tetapi dia menolak. Bahkan dia mengatakan, “Aku takut kepada Allah.”
Betapa luar biasa kuatnya iman seorang laki-laki tersebut. Nilai ketakwaannya telah mendarah-daging dalam jiwanya. Dia tidak mudah tergelincir oleh bujuk rayu keindahan dan kemewahan dunia.
Jika senantiasa suka datang ke masjid dengan selalu mengikuti aktivitas-aktivitas kebaikan di dalamnya, maka hal ini dapat memenuhi kriteria itu. Bagi siapa saja tanpa kecuali memakmurkan masjid Allah merupakan aktivitas utama.
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah 17-18).
Bersahabat karena Allah
Golongan keempat adalah dua orang yang bersahabat dan saling mencintai karena Allah, sehingga jika bertemu dan berpisah juga karena Allah. Persahabatan yang demikian jelas berdasarkan ketakwaan kepada Allah.
Maka mencari sahabat yang senantiasa mengedepankan nilai kebenaran merupakan kebutuhan penting dalam sebuah pergaulan, sebagaimana perintah dalam hadits di atas.
Sebaliknya sahabat yang tidak lagi mengindahkan nilai kebenaran harus dihindari. Karena pasti berdampak kepada buruknya pula kehidupan yang berkaitan dengan kualitas spritualitas diri.
Membentuk komunitas pecinta ilmu atau komunitas taklim dalam rangka memahami ilmu-ilmu Allah juga merupakan bagian dari kriteria hadits tersebut. Sepanjang aktivitas di dalamnya dalam rangka di jalan Allah SWT.
Sahabat sejati selalu saling mencintai karena Allah. Bertemu dan berpisah karena Allah. Tidak tergantung dalam kondisi kaya atau miskin, sahabat sejati selalu setia dalam suka dan duka. Saling bahu-membahu dan menopang untuk tetap istikamah di jalan Allah. Apapun keadaan dan kondisinya.
Hal ini juga tergambar dalam Surat al-Ashr: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.Kkecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (al-Ashr 1-3)
Dalam konteks ayat di atas, dalam sahabat sejati tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya. Mereka duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Kesedihan yang dialami salah satunya menjadi kesedihan shabatnya. Demikian pula jika terdengar kebahagiaan maka akan membahagiakan bagi lainnya. Sungguh persahabatan yang indah karena Allah. Maka pantaslah Allah memberikan naungan pada mereka.
Menahan Nafsu Syahwat
Golongan kelima adalah seorang laki-laki yang diajak seorang perempuan yang cantik dan berpunya, tetapi dia menolak. Bahkan dia mengatakan, “Aku takut kepada Allah.”
Betapa luar biasa kuatnya iman seorang laki-laki tersebut. Nilai ketakwaannya telah mendarah-daging dalam jiwanya. Dia tidak mudah tergelincir oleh bujuk rayu keindahan dan kemewahan dunia.