Bagaimana Sunnah Mengajarkan Saat Hari Ketujuh Kelahiran Bayi?
Selasa, 25 Oktober 2022 - 10:18 WIB
‘Bersama (kelahiran) seorang anak laki-laki (ada kewajiban) ‘aqiqah, dialirkan atas kelahirannya darah (hewan kurban), dan dihilangkan kotoran yang ada padanya.’” (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).
Dan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami menyembelih dua ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak laki-laki dan satu ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak perempuan.” (HR. Ibnu Majah)
Dan dari al-Hasan dari Samurah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Semua anak (yang lahir) tergadaikan dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing ‘aqiqah) untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i)
Keempat, Khitan.
Ini adalah perilaku Sunnah Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam yang berhukum wajib. Sebab ia merupakan lambang dalam syariat. Khitan menjadi pembeda antara orang muslim dan kafir. Misalnya, ketika ditemukan mayit tanpa identitas, maka untuk mempermudah cara penguburannya apakah memakai syariat Islam atau tidak, maka diketahui dari si mayit berkhitan atau tidak.
Secara syar'i khitan adalah memotong kulit yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki, atau memotong daging yang menonjol di atas vagina, disebut juga dengan klitoris bagi wanita.
Khitan bermula dari ajaran Nabi Ibrahim, sedangkan sebelumnya tidak ada seorangpun yang berkhitan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ibrahim berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun”. (HR. Bukhari-Muslim).
Secara sunnah khitan memang dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Tapi ulama membolehkan jika khitan dilakukan setelah lewat hari ketujuh. Bahkan, di kalangan masyarakat kita, masih yang berkhitan di atas usia lebih dari 7 tahun.
Wallahu A'lam
Dan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami menyembelih dua ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak laki-laki dan satu ekor kambing ‘aqiqah untuk seorang anak perempuan.” (HR. Ibnu Majah)
Dan dari al-Hasan dari Samurah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Semua anak (yang lahir) tergadaikan dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan (kambing ‘aqiqah) untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i)
Keempat, Khitan.
Ini adalah perilaku Sunnah Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam yang berhukum wajib. Sebab ia merupakan lambang dalam syariat. Khitan menjadi pembeda antara orang muslim dan kafir. Misalnya, ketika ditemukan mayit tanpa identitas, maka untuk mempermudah cara penguburannya apakah memakai syariat Islam atau tidak, maka diketahui dari si mayit berkhitan atau tidak.
Secara syar'i khitan adalah memotong kulit yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki, atau memotong daging yang menonjol di atas vagina, disebut juga dengan klitoris bagi wanita.
Khitan bermula dari ajaran Nabi Ibrahim, sedangkan sebelumnya tidak ada seorangpun yang berkhitan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ibrahim berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun”. (HR. Bukhari-Muslim).
Secara sunnah khitan memang dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Tapi ulama membolehkan jika khitan dilakukan setelah lewat hari ketujuh. Bahkan, di kalangan masyarakat kita, masih yang berkhitan di atas usia lebih dari 7 tahun.
Wallahu A'lam
(wid)