3 Kisah Mengagumkan Sebelum Imam Said bin Jubair Syahid di Tangan Hajjaj
Jum'at, 04 November 2022 - 22:29 WIB
Di antara kezaliman penguasa Kuffah, Hajjaj bin Yusuf (wafat 95 H) adalah membunuh Imam Sa'id bin Jubair rahimahullah (wafat 95 H atau 714 M), seorang ulama Tabiin di masa Dinasti Umayyah.
Hajjaj memang dikenal sebagai sosok penguasa bengis dan bertanggung jawab atas kematian ribuan kaum muslimin pada masanya. Berikut beberapa kisah Imam Said bin Jubair yang menakjubkan sebelum wafat syahid di tangan Hajjaj bin Yusuf.
Pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq menceritakan sosok Imam Said bin Jubair yang sarat dengan hikmah. Beliau lahir pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hanya tahun tepatnya ulama berbeda pendapat. Sebagian menyatakan pada 38 Hijriyah, sedangkan ahli sejarah lainnya mengatakan lahir tahun 46 Hijriyah.
Imam Ibnu Jauzi berkata tentang Said bin Jubair: "Beliau adalah seorang imam, ahli Hadits, qari, ahli tafsir dan seorang syahid."
Berikut beberapa kisah yang dialami Imam Said sebelum dibunuh oleh Hajjaj. Apa dikhawatirkan oleh orang-orang terhadap Imam Sa'id bin Jubair akhirnya benar-benar terjadi. Gubernur Mekkah Khalid bin Abdullah Al-Qasri akhirnya mengirim pasukannya untuk menangkap beliau yang dipimpin seorang komandan bernama Multamis bin Ahwash.
Pasukan ini bergerak ke suatu daerah hingga mereka sampai di sebuah Biara, lalu menanyakan kepada pendeta penghuni biara itu tentang Said bin Jubair. Setelah disebutkan ciri-cirinya, pendeta itupun kemudian menunjukkan jalan menuju rumah Said bin Jubair rahimahullah.
Imam Said Dijaga oleh Dua Harimau
Rombongan pasukan ini bergerak cepat menuju lokasi yang ditunjukkan. Dan benar di sana kemudian mereka menemukan sang imam sedang dalam keadaan sujud. Mereka memanggilnya dengan teriakan, sang imam dengan tenang mengakhiri sholatnya. Pasukan itu mendekat dan mengucapkan Salam kepada beliau.
Sang imam menjawab salam mereka lalu bertanya: "Apakah aku harus ikut dengan kalian?" Mereka menjawab: "Iya, tidak boleh tidak." Sang imam bangkit sambil mengucap "Alhamdulillah" lalu menyerahkan dirinya untuk dibawa pasukan tersebut.
Pasukan ini pun bergerak. Ketika mereka tiba kembali di Biara tempat pendeta yang menunjukkan jalan, mereka mampir di sana. Sang pendeta mengatakan: "Sebentar lagi waktu malam akan tiba, masuklah kalian ke dalam biara. Karena biasanya singa-singa dan harimau akan berkeliaran mencari mangsa."
Pasukan itupun masuk ke dalam biara, namun Imam Said bin Jubair menolak dan meminta agar dibiarkan berada di luar biara. Multamis, si komandan pasukan itu menghardik beliau: "Apakah engkau ingin merencanakan untuk melarikan diri?"
Imam Said menjawab:
لا، ولكن لا أدخل منزل مشرك أبدا
"Saya tidak akan melarikan diri. Tapi alasannya karena saya tidak akan mau masuk ke tempat kesyirikan selama-lamanya."
Mereka mengatakan: "Jika kami biarkan engkau di luar, singa juga akan memangsamu."
Sang imam kembali menjawab:
لا ضير، إن معي ربي يصرفها عني، ويجعلها حرسا تحرسني
"Dia tidak akan membahayakanku. Sungguh yang bersamaku adalah Tuhanku. Bahkan Dia akan menjadikan singa itu sebagai penjaga untukku di malam ini."
Pendeta itu bertanya kepadanya: "Apakah kamu seorang Nabi?"
Imam Said menjawab:
ما أنا من الأنبياء، ولكن عبد من عبيد الله مذنب
"Bukan. Aku bukan Nabi. Aku hanya hamba dari hamba-hamba Allah yang banyak dosanya."
Akhirnya mereka meninggalkan sang imam berada di luar biara seorang diri, menutup semua pintu dan jendela rapat-rapat. Tentu sambil membuat celah kecil guna bisa mengawasi dari balik jendela. Khawatir beliau celaka diterkam oleh singa atau malah melarikan diri.
Tidak lama kemudian datanglah seekor singa besar. Singa itu mendekati Said bin Jubair yang kala itu sedang sholat. Setelah mengamati beberapa saat, singa itu mendekat lalu menundukkan kepala kepada Imam Said bin Jubeir dan menjilat-jilat kepala beliau.
Tak lama datang lagi seekor singa lainnya, ia juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh singa pertama. Lalu kedua singa itu duduk di samping Said yang tetap dalam keadaan mengerjakan sholat.
Pendeta dan Penghuni Biara Masuk Islam
Seluruh pemilik mata yang menyaksikan itu dibuat takjub dengan pemandangan yang mereka lihat. Sepanjang malam kedua singa itu duduk menderum di samping Imam Said bin Jubair yang sedang sholat seperti sedang menjaganya.
Ketika waktu pagi tiba, sang pendeta langsung turun menemui Said dan bertanya beberapa hal tentang agama Islam. Beliau pun kemudian menerangkan tentang ajaran syariat dan sunnah Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya pendeta dan para penghuni biara lainnya mengucapkan kalimat Syahadat.
Multamis sang komandan pasukan berkata: "Wahai Said, kami memang diperintahkan untuk menangkapmu, namun silakan perintahkan kepada kami apapun yang engkau mau."
Imam Said bin Jubair menjawab:
امضوا لأمركم، فإني لائذ بخالقي ، ولا راد لقضائه
"Tunaikan tugas yang diperintahkan kepada kalian, aku meminta perlindungan hanya kepada penciptaku dan tidak ada yang bisa menolak takdir-Nya."
Komandan Pasukan dan Prajuritnya Minta Didoakan Imam Said
Pasukan itu kembali bergerak menuju Kuffah untuk membawa sang imam kepada Hajjaj bin Yusuf. Ketika mereka telah sampai di daerah bernama Wasith, dekat dengan tempat yang mereka tuju, Imam Said meminta kepada mereka agar ia diperkenankan sholat sepanjang malam di tempat tersebut.
Pasukan itupun mengizinkannya tanpa syarat apapun. Malam itu mereka menatap sang imam dengan pandangan iba. Sa'id bin Jubeir sejak bersama mereka menolak untuk makan dan minum. Namun ia tidak nampak lemah sama sekali dalam mengerjakan ibadah. Dan malam itu mereka menyaksikan sang imam sujud sambil menangis sepanjang malam.
Setelah Said selesai sholat, Multamis berkata kepadanya:
يا خير أهل الأرض، ليتنا لم نعرفك، ولم نسرح إليك، الويل لنا ويلا طويلا، كيف ابتلينا بك! اعذرنا عند خالقنا يوم الحشر الأكبر
"Wahai sebaik-baik penghuni bumi, seandainya saja kami ini tidak mengenalmu sama sekali, sehingga kami tidak terlibat dalam kasus ini. Celaka kami dengan kecelakaan sepanjang usia kami. Bagaimana bisa kami menyerahkan orang seperti dirimu? Maafkan dan mohonkan ampun atas diri-diri kami pada hari Mahsyar yang dahsyat nanti."
Imam Said bin Jubeir menjawab dengan lembut dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Komandan dan para pasukan itu semuanya menangis tersedu-sedu. Mereka sampai ada yang berkata: "Sungguh kami tidak akan bisa lagi bertemu dengan orang sepertimu selama-lamanya."
Selanjutnya sang imam membersihkan diri dan pakaiannya. Setelah tiba waktu Subuh, beliau mengerjakan sholat lalu selanjutnya beliau bersiap-siap untuk bertemu sang penguasa zalim, Hajjaj bin Yusuf.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? Kita tunggu saja cerita Ustaz Ahmad Syahrin Thariq berikutnya. Insya Allah!
Referensi:
Siyar A'lam Nubala (4/321-330)
Hajjaj memang dikenal sebagai sosok penguasa bengis dan bertanggung jawab atas kematian ribuan kaum muslimin pada masanya. Berikut beberapa kisah Imam Said bin Jubair yang menakjubkan sebelum wafat syahid di tangan Hajjaj bin Yusuf.
Pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq menceritakan sosok Imam Said bin Jubair yang sarat dengan hikmah. Beliau lahir pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hanya tahun tepatnya ulama berbeda pendapat. Sebagian menyatakan pada 38 Hijriyah, sedangkan ahli sejarah lainnya mengatakan lahir tahun 46 Hijriyah.
Imam Ibnu Jauzi berkata tentang Said bin Jubair: "Beliau adalah seorang imam, ahli Hadits, qari, ahli tafsir dan seorang syahid."
Berikut beberapa kisah yang dialami Imam Said sebelum dibunuh oleh Hajjaj. Apa dikhawatirkan oleh orang-orang terhadap Imam Sa'id bin Jubair akhirnya benar-benar terjadi. Gubernur Mekkah Khalid bin Abdullah Al-Qasri akhirnya mengirim pasukannya untuk menangkap beliau yang dipimpin seorang komandan bernama Multamis bin Ahwash.
Pasukan ini bergerak ke suatu daerah hingga mereka sampai di sebuah Biara, lalu menanyakan kepada pendeta penghuni biara itu tentang Said bin Jubair. Setelah disebutkan ciri-cirinya, pendeta itupun kemudian menunjukkan jalan menuju rumah Said bin Jubair rahimahullah.
Imam Said Dijaga oleh Dua Harimau
Rombongan pasukan ini bergerak cepat menuju lokasi yang ditunjukkan. Dan benar di sana kemudian mereka menemukan sang imam sedang dalam keadaan sujud. Mereka memanggilnya dengan teriakan, sang imam dengan tenang mengakhiri sholatnya. Pasukan itu mendekat dan mengucapkan Salam kepada beliau.
Sang imam menjawab salam mereka lalu bertanya: "Apakah aku harus ikut dengan kalian?" Mereka menjawab: "Iya, tidak boleh tidak." Sang imam bangkit sambil mengucap "Alhamdulillah" lalu menyerahkan dirinya untuk dibawa pasukan tersebut.
Pasukan ini pun bergerak. Ketika mereka tiba kembali di Biara tempat pendeta yang menunjukkan jalan, mereka mampir di sana. Sang pendeta mengatakan: "Sebentar lagi waktu malam akan tiba, masuklah kalian ke dalam biara. Karena biasanya singa-singa dan harimau akan berkeliaran mencari mangsa."
Pasukan itupun masuk ke dalam biara, namun Imam Said bin Jubair menolak dan meminta agar dibiarkan berada di luar biara. Multamis, si komandan pasukan itu menghardik beliau: "Apakah engkau ingin merencanakan untuk melarikan diri?"
Imam Said menjawab:
لا، ولكن لا أدخل منزل مشرك أبدا
"Saya tidak akan melarikan diri. Tapi alasannya karena saya tidak akan mau masuk ke tempat kesyirikan selama-lamanya."
Mereka mengatakan: "Jika kami biarkan engkau di luar, singa juga akan memangsamu."
Sang imam kembali menjawab:
لا ضير، إن معي ربي يصرفها عني، ويجعلها حرسا تحرسني
"Dia tidak akan membahayakanku. Sungguh yang bersamaku adalah Tuhanku. Bahkan Dia akan menjadikan singa itu sebagai penjaga untukku di malam ini."
Pendeta itu bertanya kepadanya: "Apakah kamu seorang Nabi?"
Imam Said menjawab:
ما أنا من الأنبياء، ولكن عبد من عبيد الله مذنب
"Bukan. Aku bukan Nabi. Aku hanya hamba dari hamba-hamba Allah yang banyak dosanya."
Akhirnya mereka meninggalkan sang imam berada di luar biara seorang diri, menutup semua pintu dan jendela rapat-rapat. Tentu sambil membuat celah kecil guna bisa mengawasi dari balik jendela. Khawatir beliau celaka diterkam oleh singa atau malah melarikan diri.
Tidak lama kemudian datanglah seekor singa besar. Singa itu mendekati Said bin Jubair yang kala itu sedang sholat. Setelah mengamati beberapa saat, singa itu mendekat lalu menundukkan kepala kepada Imam Said bin Jubeir dan menjilat-jilat kepala beliau.
Tak lama datang lagi seekor singa lainnya, ia juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh singa pertama. Lalu kedua singa itu duduk di samping Said yang tetap dalam keadaan mengerjakan sholat.
Pendeta dan Penghuni Biara Masuk Islam
Seluruh pemilik mata yang menyaksikan itu dibuat takjub dengan pemandangan yang mereka lihat. Sepanjang malam kedua singa itu duduk menderum di samping Imam Said bin Jubair yang sedang sholat seperti sedang menjaganya.
Ketika waktu pagi tiba, sang pendeta langsung turun menemui Said dan bertanya beberapa hal tentang agama Islam. Beliau pun kemudian menerangkan tentang ajaran syariat dan sunnah Nabi shollallahu 'alaihi wasallam. Akhirnya pendeta dan para penghuni biara lainnya mengucapkan kalimat Syahadat.
Multamis sang komandan pasukan berkata: "Wahai Said, kami memang diperintahkan untuk menangkapmu, namun silakan perintahkan kepada kami apapun yang engkau mau."
Imam Said bin Jubair menjawab:
امضوا لأمركم، فإني لائذ بخالقي ، ولا راد لقضائه
"Tunaikan tugas yang diperintahkan kepada kalian, aku meminta perlindungan hanya kepada penciptaku dan tidak ada yang bisa menolak takdir-Nya."
Komandan Pasukan dan Prajuritnya Minta Didoakan Imam Said
Pasukan itu kembali bergerak menuju Kuffah untuk membawa sang imam kepada Hajjaj bin Yusuf. Ketika mereka telah sampai di daerah bernama Wasith, dekat dengan tempat yang mereka tuju, Imam Said meminta kepada mereka agar ia diperkenankan sholat sepanjang malam di tempat tersebut.
Pasukan itupun mengizinkannya tanpa syarat apapun. Malam itu mereka menatap sang imam dengan pandangan iba. Sa'id bin Jubeir sejak bersama mereka menolak untuk makan dan minum. Namun ia tidak nampak lemah sama sekali dalam mengerjakan ibadah. Dan malam itu mereka menyaksikan sang imam sujud sambil menangis sepanjang malam.
Setelah Said selesai sholat, Multamis berkata kepadanya:
يا خير أهل الأرض، ليتنا لم نعرفك، ولم نسرح إليك، الويل لنا ويلا طويلا، كيف ابتلينا بك! اعذرنا عند خالقنا يوم الحشر الأكبر
"Wahai sebaik-baik penghuni bumi, seandainya saja kami ini tidak mengenalmu sama sekali, sehingga kami tidak terlibat dalam kasus ini. Celaka kami dengan kecelakaan sepanjang usia kami. Bagaimana bisa kami menyerahkan orang seperti dirimu? Maafkan dan mohonkan ampun atas diri-diri kami pada hari Mahsyar yang dahsyat nanti."
Imam Said bin Jubeir menjawab dengan lembut dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Komandan dan para pasukan itu semuanya menangis tersedu-sedu. Mereka sampai ada yang berkata: "Sungguh kami tidak akan bisa lagi bertemu dengan orang sepertimu selama-lamanya."
Selanjutnya sang imam membersihkan diri dan pakaiannya. Setelah tiba waktu Subuh, beliau mengerjakan sholat lalu selanjutnya beliau bersiap-siap untuk bertemu sang penguasa zalim, Hajjaj bin Yusuf.
Bagaimanakah kisah selanjutnya? Kita tunggu saja cerita Ustaz Ahmad Syahrin Thariq berikutnya. Insya Allah!
Referensi:
Siyar A'lam Nubala (4/321-330)
(rhs)