Kisah Syahidnya Imam Said di Tangan Penguasa Zalim Hajjaj bin Yusuf
Sabtu, 05 November 2022 - 07:05 WIB
Imam Said: "Ilmu tentang urusan itu di sisi-Nya."
Hajjaj: "Aku senang engkau berkata jujur kepadaku."
Imam Said: "Karena aku tidak suka untuk mendustaimu."
Hajjaj: "Mengapa engkau tidak pernah ketawa?"
Imam Said: "Siapalah gerangan akan ketawa, kalau dia tahu dia berasal dari tanah yang akan dibakar api."
Hajjaj: "Jadi, salahkah kami kalau kami tertawa?"
Imam Said: "Hati kita tidak sama".
Kemudian dibawalah ke hadapan Said bin Jubair berbagai batu permata yang mahal-mahal dan harta yang banyak. Melihat itu Said berkata: "Kalau harta ini bisa menebus dirimu dari huru-hara hari Kiamat, beruntunglah kamu dapat mengumpulnya.
Tetapi satu hentakan saja pada hari Kiamat, dapat menggugurkan anak yang masih di dalam kandungan dan dapat melepaskan anak dari pangkuan ibunya. Tidak ada gunanya mengumpul harta, kalau tidak dapat menolong di hari Kiamat. Harta tidak berfaedah kecuali yang diperoleh secara baik dan bersih."
Kemudian Hajjaj menyuruh orang memainkan alat-alat musik dan nyanyian di hadapan Said. Mendengar bunyi-bunyian itu, beliau menangis. Hajjaj bin Yusuf lantas bertanya kepadanya: "Mengapa engkau menangis?"
Imam Said: "Karena tiupan seruling ini mengingatkan aku akan tiupan Sangkakala hari Kiamat yang Maha dahsyat."
Hajjaj: "Celakalah engkau Wahai Said".
Imam Said: "Orang yang celaka adalah orang yang tidak dimasukkan ke surga, tetapi justru dilemparkan ke dalam neraka."
Hajjaj: "Wahai Sa'id, pilihlah bagaimana cara aku membunuhmu!".
Imam Said: "Engkau sendiri yang berhak memilihnya. Demi Allah, cara apapun yang engkau tempuh untuk membunuhku, engkau akan menerima hal yang sama."
Hajjaj: "Apakah engkau akan meminta ampun? Aku bersedia mengampunimu."
Imam Said: "Kalau ampunan itu dari engkau, aku tidak akan memohonnya. Ampunan itu milik Allah, karenanya aku cukup memohon terus kepada-Nya."
Hajjaj: "Bawalah dia, dan bunuhlah segera!"
Lalu Imam Said dibawa oleh pengawal Hajjaj, ketika akan keluar dari pintu ruangan. Justru beliau tertawa, satu hal yang sangat mengherankan termasuk para pengawal karena Imam Said tidak pernah tertawa.
Hal itu lalu diberitahukan kepada Hajjaj. Ia pun menjadi sangat penasaran, Said bin Jubair pun diminta untuk dibawa kembali menghadap kepadanya.
Hajjaj: "Aku senang engkau berkata jujur kepadaku."
Imam Said: "Karena aku tidak suka untuk mendustaimu."
Hajjaj: "Mengapa engkau tidak pernah ketawa?"
Imam Said: "Siapalah gerangan akan ketawa, kalau dia tahu dia berasal dari tanah yang akan dibakar api."
Hajjaj: "Jadi, salahkah kami kalau kami tertawa?"
Imam Said: "Hati kita tidak sama".
Kemudian dibawalah ke hadapan Said bin Jubair berbagai batu permata yang mahal-mahal dan harta yang banyak. Melihat itu Said berkata: "Kalau harta ini bisa menebus dirimu dari huru-hara hari Kiamat, beruntunglah kamu dapat mengumpulnya.
Tetapi satu hentakan saja pada hari Kiamat, dapat menggugurkan anak yang masih di dalam kandungan dan dapat melepaskan anak dari pangkuan ibunya. Tidak ada gunanya mengumpul harta, kalau tidak dapat menolong di hari Kiamat. Harta tidak berfaedah kecuali yang diperoleh secara baik dan bersih."
Kemudian Hajjaj menyuruh orang memainkan alat-alat musik dan nyanyian di hadapan Said. Mendengar bunyi-bunyian itu, beliau menangis. Hajjaj bin Yusuf lantas bertanya kepadanya: "Mengapa engkau menangis?"
Imam Said: "Karena tiupan seruling ini mengingatkan aku akan tiupan Sangkakala hari Kiamat yang Maha dahsyat."
Hajjaj: "Celakalah engkau Wahai Said".
Imam Said: "Orang yang celaka adalah orang yang tidak dimasukkan ke surga, tetapi justru dilemparkan ke dalam neraka."
Hajjaj: "Wahai Sa'id, pilihlah bagaimana cara aku membunuhmu!".
Imam Said: "Engkau sendiri yang berhak memilihnya. Demi Allah, cara apapun yang engkau tempuh untuk membunuhku, engkau akan menerima hal yang sama."
Hajjaj: "Apakah engkau akan meminta ampun? Aku bersedia mengampunimu."
Imam Said: "Kalau ampunan itu dari engkau, aku tidak akan memohonnya. Ampunan itu milik Allah, karenanya aku cukup memohon terus kepada-Nya."
Hajjaj: "Bawalah dia, dan bunuhlah segera!"
Lalu Imam Said dibawa oleh pengawal Hajjaj, ketika akan keluar dari pintu ruangan. Justru beliau tertawa, satu hal yang sangat mengherankan termasuk para pengawal karena Imam Said tidak pernah tertawa.
Hal itu lalu diberitahukan kepada Hajjaj. Ia pun menjadi sangat penasaran, Said bin Jubair pun diminta untuk dibawa kembali menghadap kepadanya.