Kisah Abu Yazid Al-Busthami, Anaknya, dan Seekor Unta
Selasa, 28 April 2020 - 03:58 WIB
ABU Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan al-Busthami. Lahir di Bustham yang terletak di bagian timur Laut Persia. Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau adalah salah seorang Sulton Aulia, yang merupakan salah satu Syaikh yang ada di silsilah dalam thoriqoh Sadziliyah, Thoriqoh Suhrowardiyah dan beberapa thoriqoh lain. Tetapi beliau sendiri menyebutkan di dalam kitab karangan tokoh di negeri Irbil sbb: "...bahwa mulai Abu Bakar Shiddiq sampai ke aku adalah golongan Shiddiqiah." (
)
Suatu ketika Abu Yazid di dalam perjalanan, ia membawa seekor unta sebagai tunggangan dan pemikul perbekalannya. "Binatang yang malang, betapa berat beban yang engkau tanggung. Sungguh kejam!" seseorang berseru.
Setelah beberapa kali mendengar seruan ini, akhirnya Abu Yazid menjawab, "Wahai anak muda, sebenarnya bukan unta ini yang memikul beban".
Kemudian si pemuda meneliti apakah beban itu benar-benar berada di atas punggung onta tersebut. Barulah ia percaya setelah melihat beban itu mengambang satu jengkal di atas punggung unta dan binatang itu sedikitpun tidak memikul beban tersebut.
"Maha besar Allah, benar-benar menakjubkan!" seru si pemuda. ( )
"Jika kusembunyikan kenyataan-kenyataan yang sebenarnya mengenai diriku, engkau akan melontarkan celaan kepadaku," kata Abu Yazid kepadanya.
"Tetapi jika kujelaskan kenyataan-kenyataan itu kepadamu, engkau tidak dapat memahaminya. Bagaimana seharusnya sikapku kepadamu?"
Menuruti orang itu memang nggak ada benemya, seperti kisah Luqman saat mendidik anaknya, diajaknya anaknya ke pasar dengan membawa keledai. Awalnya Luqman yang naik keledai itu. Lewatlah di suatu desa. Orang-orang di situ berteriak mencemooh. "Lihatlah itu, seorang Bapak yang tega pada anaknya. Udara panas begini, anaknya disuruh jalan kaki sedang Bapaknya enak-enak di atas keledai."
"Catat itu anakku," kata Luqman.
Kemudian ganti yang berjalan sedang anaknya dinaikkan keledai. Lewatlah mereka di satu desa lagi. Orang-orang di desa itu melihat mereka dengan mencemooh, "Lihat itu, zaman sudah edan. Itulah contoh anak durhaka pada orang tua. Anaknya enak-enak naik keledai, sedang Bapaknya yang sudah tua disuruh jalan kaki di udara panas seperti ini". ( )
"Catat itu anakku," kata Luqman lagi.
Kini, dua-duanya berjalan kaki. Jadi iring-iringan bertiga dengan keledainya berjalan kaki. Lewatlah mereka di satu desa. Orang-orang di desa itu mencemooh, "Lihat itu, orang-orang bodoh. Mereka bercapek-capek jalan kaki sementara ada tunggangan keledai dibiarkan saja". (
)
"Catat itu anakku," kata Luqman.
Mereka mencari bambu panjang, dan sekarang keledainya mereka panggul berdua. Lewatlah mereka di satu desa lain. Orang-orang di situ melihat mereka dan mencemooh, "Lihat itu bapak dan anak sama-sama gila. Keledai tidak apa-apa dipanggul. Enaklah jadi keledainya."
Lukman berkata pada anaknya, "Catat itu wahai anakku. Kalau engkau menuruti omongan orang-orang, maka tidak akan pemah benar. Maka kuatkanlah keyakinanmu. ( )
Suatu ketika Abu Yazid di dalam perjalanan, ia membawa seekor unta sebagai tunggangan dan pemikul perbekalannya. "Binatang yang malang, betapa berat beban yang engkau tanggung. Sungguh kejam!" seseorang berseru.
Setelah beberapa kali mendengar seruan ini, akhirnya Abu Yazid menjawab, "Wahai anak muda, sebenarnya bukan unta ini yang memikul beban".
Kemudian si pemuda meneliti apakah beban itu benar-benar berada di atas punggung onta tersebut. Barulah ia percaya setelah melihat beban itu mengambang satu jengkal di atas punggung unta dan binatang itu sedikitpun tidak memikul beban tersebut.
"Maha besar Allah, benar-benar menakjubkan!" seru si pemuda. ( )
"Jika kusembunyikan kenyataan-kenyataan yang sebenarnya mengenai diriku, engkau akan melontarkan celaan kepadaku," kata Abu Yazid kepadanya.
"Tetapi jika kujelaskan kenyataan-kenyataan itu kepadamu, engkau tidak dapat memahaminya. Bagaimana seharusnya sikapku kepadamu?"
Menuruti orang itu memang nggak ada benemya, seperti kisah Luqman saat mendidik anaknya, diajaknya anaknya ke pasar dengan membawa keledai. Awalnya Luqman yang naik keledai itu. Lewatlah di suatu desa. Orang-orang di situ berteriak mencemooh. "Lihatlah itu, seorang Bapak yang tega pada anaknya. Udara panas begini, anaknya disuruh jalan kaki sedang Bapaknya enak-enak di atas keledai."
"Catat itu anakku," kata Luqman.
Kemudian ganti yang berjalan sedang anaknya dinaikkan keledai. Lewatlah mereka di satu desa lagi. Orang-orang di desa itu melihat mereka dengan mencemooh, "Lihat itu, zaman sudah edan. Itulah contoh anak durhaka pada orang tua. Anaknya enak-enak naik keledai, sedang Bapaknya yang sudah tua disuruh jalan kaki di udara panas seperti ini". ( )
"Catat itu anakku," kata Luqman lagi.
Kini, dua-duanya berjalan kaki. Jadi iring-iringan bertiga dengan keledainya berjalan kaki. Lewatlah mereka di satu desa. Orang-orang di desa itu mencemooh, "Lihat itu, orang-orang bodoh. Mereka bercapek-capek jalan kaki sementara ada tunggangan keledai dibiarkan saja". (
Baca Juga
"Catat itu anakku," kata Luqman.
Mereka mencari bambu panjang, dan sekarang keledainya mereka panggul berdua. Lewatlah mereka di satu desa lain. Orang-orang di situ melihat mereka dan mencemooh, "Lihat itu bapak dan anak sama-sama gila. Keledai tidak apa-apa dipanggul. Enaklah jadi keledainya."
Lukman berkata pada anaknya, "Catat itu wahai anakku. Kalau engkau menuruti omongan orang-orang, maka tidak akan pemah benar. Maka kuatkanlah keyakinanmu. ( )
(mhy)