Menyikapi Pujian dan Menghindari Bahayanya
Jum'at, 10 Juli 2020 - 16:06 WIB
Dalam kehidupan sehari-hari, pasti akan menemui berbagai karakter manusia. Salah satunya, seseorang yang selalu gemar memuji, dipuji atau bahkan yang gila pujian. Soal pujian ini, ternyata ada bahaya yang mengintainya.
Ketika memuji, mungkin saja karena selalu berharap ada komentar baik terhadapnya, kemudian yang dipuji-dipuji juga bisa membawa lupa dan takjub pada diri sendiri.
Bagaimana Islam memandang hal ini? Hakikatnya,pujian adalah ujian , karena fitnah (ujian) itu bisa berupa ujian kebaikan maupun keburukan. Allah Ta'ala berfirman :
ﻭَﻧَﺒْﻠُﻮﻛُﻢ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﺘْﻨَﺔً ﻭَﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Pujian seseorang kepada orang lain biasanya disampaikan dengan kata-kata manis. Ada yang betul-betul ikhlas memberikannya karena seseorang itu layak dipuji, namun ada pula dicampuri dengan pamrih tertentu. Pamrih inilah, umumnya berkonotasi negatif, yang sesungguhnya yang amat berbahaya. (Baca juga : Cara Bertaubat dari Tabarruj Menurut Al-Qur'an )
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih Bukhari)
Abu Musa berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ – الرجل
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih [Bukhari: 78-Kitab Al Adab)
.
Terhadap orang seperti itu, Imam Ghazali mengutip pernyataan keras Rasulullah :
''Taburkanlah tanah ke wajah para pemuji.'' Cara lain, berdoa kepada Allah seperti dilakukan Sayidina Ali RA ketika dipuji seseorang, ''Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang dia tidak ketahui dan jangan Engkau siksa aku atas apa yang mereka katakan, serta jadikanlah aku lebih baik dari yang mereka kira.''
Kalau begitu adanya, apakah memuji orang lain dilarang dalam Islam? Sebenarnya, Islam membolehkan seorang muslim memberikan pujian kepada orang lain. Memuji orang lain dikatakan baik jika pujian yang diberikan ditujukan untuk memuji kebaikan orang lain yang memang ada pada dirinya.
Apabila pujian ditujukan untuk memuji sesuatu yang memang tidak ada padanya atau tidak diperbuat olehnya maka hal inilah yang tidak boleh. Allah Subhanahu wa Ta'ala :.
لَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوا۟ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا۟ بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا۟ فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ ٱلْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali Imran : 188)
Kemudian RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
Ketika memuji, orang yang melontarkan pujiannya merasa aman dari sisi fitnah (sisi negatif). Ini penting dan dibolehkan dalam syari'at. (Baca juga : Mulai Kapan Anak-anak Perempuan Wajib Berhijab? )
Dalilnya, dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,
وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان
“Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih Ash Shahihah (875), hadis ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi)
Hati-hati pula, dalam pujian itu juga terdapat penipuan. Ibnu ‘Ajibah mengatakan :
“Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)
Doa Ketika Mendapat Pujian
Karena itu, ketikakita dipuji atau mendapat pujian, hendaknya langsung berdoa. Seperti yang selalu dilakukan Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Doa yang selalu dipanjatkan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, yakni :
.
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Jadi, jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah Ta'ala saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia. (Baca juga : Inilah Parameter Tanda Kebahagiaan )
Wallahu A'lam
Ketika memuji, mungkin saja karena selalu berharap ada komentar baik terhadapnya, kemudian yang dipuji-dipuji juga bisa membawa lupa dan takjub pada diri sendiri.
Bagaimana Islam memandang hal ini? Hakikatnya,pujian adalah ujian , karena fitnah (ujian) itu bisa berupa ujian kebaikan maupun keburukan. Allah Ta'ala berfirman :
ﻭَﻧَﺒْﻠُﻮﻛُﻢ ﺑِﺎﻟﺸَّﺮِّ ﻭَﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻓِﺘْﻨَﺔً ﻭَﺇِﻟَﻴْﻨَﺎ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮﻥَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Pujian seseorang kepada orang lain biasanya disampaikan dengan kata-kata manis. Ada yang betul-betul ikhlas memberikannya karena seseorang itu layak dipuji, namun ada pula dicampuri dengan pamrih tertentu. Pamrih inilah, umumnya berkonotasi negatif, yang sesungguhnya yang amat berbahaya. (Baca juga : Cara Bertaubat dari Tabarruj Menurut Al-Qur'an )
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih Bukhari)
Abu Musa berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ – الرجل
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih [Bukhari: 78-Kitab Al Adab)
.
Terhadap orang seperti itu, Imam Ghazali mengutip pernyataan keras Rasulullah :
''Taburkanlah tanah ke wajah para pemuji.'' Cara lain, berdoa kepada Allah seperti dilakukan Sayidina Ali RA ketika dipuji seseorang, ''Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang dia tidak ketahui dan jangan Engkau siksa aku atas apa yang mereka katakan, serta jadikanlah aku lebih baik dari yang mereka kira.''
Kalau begitu adanya, apakah memuji orang lain dilarang dalam Islam? Sebenarnya, Islam membolehkan seorang muslim memberikan pujian kepada orang lain. Memuji orang lain dikatakan baik jika pujian yang diberikan ditujukan untuk memuji kebaikan orang lain yang memang ada pada dirinya.
Apabila pujian ditujukan untuk memuji sesuatu yang memang tidak ada padanya atau tidak diperbuat olehnya maka hal inilah yang tidak boleh. Allah Subhanahu wa Ta'ala :.
لَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوا۟ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا۟ بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا۟ فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ ٱلْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali Imran : 188)
Kemudian RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
Ketika memuji, orang yang melontarkan pujiannya merasa aman dari sisi fitnah (sisi negatif). Ini penting dan dibolehkan dalam syari'at. (Baca juga : Mulai Kapan Anak-anak Perempuan Wajib Berhijab? )
Dalilnya, dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,
وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان
“Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih Ash Shahihah (875), hadis ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi)
Hati-hati pula, dalam pujian itu juga terdapat penipuan. Ibnu ‘Ajibah mengatakan :
“Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)
Doa Ketika Mendapat Pujian
Karena itu, ketikakita dipuji atau mendapat pujian, hendaknya langsung berdoa. Seperti yang selalu dilakukan Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Doa yang selalu dipanjatkan Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, yakni :
.
اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Jadi, jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah Ta'ala saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia. (Baca juga : Inilah Parameter Tanda Kebahagiaan )
Wallahu A'lam
(wid)