Hakikat Pujian adalah Ujian, Hati-hati Saat Menerimanya
loading...
A
A
A
Fitrah manusia pasti senang dipuji, namun Islam mengingatkan bahwa pujian pada hakikatnya adalah ujian. Kenapa demikian? Karena ujian itu bisa berupa ujian kebaikan maupun keburukan.
Pujian seseorang kepada orang lain biasanya disampaikan dengan kata-kata manis. Ada yang betul-betul ikhlas memberikannya karena seseorang itu layak dipuji, namun ada pula dicampuri dengan pamrih tertentu. Pamrih inilah, umumnya berkonotasi negatif, yang sesungguhnya yang amat berbahaya.
Dikutip dari kitab Shahih Bukhari, dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih Bukhari)
Abu Musa berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih Bukhari: 78-Kitab Al Adab)
Terhadap orang seperti itu, Imam Al-Ghazali mengutip pernyataan keras Rasulullah :
''Taburkanlah tanah ke wajah para pemuji.'' Cara lain, berdoa kepada Allah seperti dilakukan Sayidina Ali RA ketika dipuji seseorang, ''Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang dia tidak ketahui dan jangan Engkau siksa aku atas apa yang mereka katakan, serta jadikanlah aku lebih baik dari yang mereka kira.''
Kalau begitu adanya, apakah memuji orang lain dilarang dalam Islam? Sebenarnya, Islam membolehkan seorang muslim memberikan pujian kepada orang lain. Memuji orang lain dikatakan baik jika pujian yang diberikan ditujukan untuk memuji kebaikan orang lain yang memang ada pada dirinya.
Apabila pujian ditujukan untuk memuji sesuatu yang memang tidak ada padanya atau tidak diperbuat olehnya maka hal inilah yang tidak boleh. Allah Subhanahu wa Ta'ala :.
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali Imran : 188)
Kemudian RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
Ketika memuji, orang yang melontarkan pujiannya merasa aman dari sisi fitnah (sisi negatif). Ini penting dan dibolehkan dalam syari'at. Dalilnya, dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan, “Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih Ash Shahihah (875), hadis ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi)
Pujian seseorang kepada orang lain biasanya disampaikan dengan kata-kata manis. Ada yang betul-betul ikhlas memberikannya karena seseorang itu layak dipuji, namun ada pula dicampuri dengan pamrih tertentu. Pamrih inilah, umumnya berkonotasi negatif, yang sesungguhnya yang amat berbahaya.
Dikutip dari kitab Shahih Bukhari, dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.” (Shahih Bukhari)
Abu Musa berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ – الرجل
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih Bukhari: 78-Kitab Al Adab)
Terhadap orang seperti itu, Imam Al-Ghazali mengutip pernyataan keras Rasulullah :
''Taburkanlah tanah ke wajah para pemuji.'' Cara lain, berdoa kepada Allah seperti dilakukan Sayidina Ali RA ketika dipuji seseorang, ''Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang dia tidak ketahui dan jangan Engkau siksa aku atas apa yang mereka katakan, serta jadikanlah aku lebih baik dari yang mereka kira.''
Kalau begitu adanya, apakah memuji orang lain dilarang dalam Islam? Sebenarnya, Islam membolehkan seorang muslim memberikan pujian kepada orang lain. Memuji orang lain dikatakan baik jika pujian yang diberikan ditujukan untuk memuji kebaikan orang lain yang memang ada pada dirinya.
Apabila pujian ditujukan untuk memuji sesuatu yang memang tidak ada padanya atau tidak diperbuat olehnya maka hal inilah yang tidak boleh. Allah Subhanahu wa Ta'ala :.
لَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَآ أَتَوا۟ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُوا۟ بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا۟ فَلَا تَحْسَبَنَّهُم بِمَفَازَةٍ مِّنَ ٱلْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS. Ali Imran : 188)
Kemudian RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ﺛَﻠَﺎﺙٌ ﻣُﻬْﻠِﻜَﺎﺕٌ : ﺷُﺢٌّ ﻣُﻄَﺎﻉٌ ﻭَﻫَﻮًﻯ ﻣُﺘَّﺒَﻊٌ ﻭَﺇِﻋْﺠَﺎﺏُ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺑِﻨَﻔْﺴِﻪِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
Ketika memuji, orang yang melontarkan pujiannya merasa aman dari sisi fitnah (sisi negatif). Ini penting dan dibolehkan dalam syari'at. Dalilnya, dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan, “Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih Ash Shahihah (875), hadis ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi)