Kerelaan Rabiah Al-Adawiyah Terhadap Keputusan Allah SWT
Minggu, 11 Desember 2022 - 15:59 WIB
Rabiah Al-Adawiyah berasal dari Basrah. Ia seorang perempuan zuhud yang rajin beribadah. Nama aslinya Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah al-Bashriyah al- Qaisiyah. Sosok yang disebut juga ibu para sufi ini diriwayatkan lahir sekitar tahun 95 H/713 M di wilayah yang dulu bernama Bashrah (sekarang Irak). Dikisahkan bahwa beliau meninggal di usia lebih dari 80 tahun.
Dinamakan Rabi'ah karena wanita shaleha ini merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga miskin. Orang tuanya sekadar meninggalkan perahu yang digunakan Rabi’ah muda untuk mencari nafkah sebagai penarik perahu yang menyeberangkan orang di sebuah sungai di kampungnya. Sedangkan ketiga saudara perempuannya hanya menenun kain atau memintal benang di rumah.
Dalam buku berjudul Radhi Biqadha' Illah karya Syaikh Manshur Abdul Hakim diceritakan bahwa Abdullah bin Isa berkata, "Saya datang menemui Rabiah al-Adawiyah, lalu saya melihat cahaya di wajahnya. Beliau adalah perempuan yang banyak menangis disebabkan selalu mengingat kebesaran Allah Rabbul'Alamiin."
Dikatakan lagi, "Ketika seseorang membacakan ayat Al-Qur'an untuknya yang menceritakan tentang neraka, ia berteriak dan jatuh. Saya menemuinya ketika ia sedang duduk di atas sabut. Seorang laki-laki berbicara di dekatnya tentang sesuatu, maka saya meilihat air matanya jatuh di atas sabut. Kemudian ia bergetar dan berteriak, lalu kami berdiri dan keluar."
Dikisahkan juga bahwa ada seorang laki-laki datang menemui Rabiah Al-Adawiyah membawa 40 dinar seraya berkata kepadanya, "Anda bisa memakainya untuk keperluan kebutuhan hidup." Kemudian tiba-tiba ia menangis sambil mengangkat kepalanya ke arah langit dam berkata, "Dia mengetahui bahwa saya malu ketika meminta kepada-Nya untuk memberikan isi dunia sedangkan Dia memilikinya. Lantas bagaimana saya harus mengambil pemberianmu sedangkan kamu adalah orang yang tidak memilikinya."
Ja'far bin Sulaiman berkata, "Sufyan Ats-Tsauri mengambil dan memegang tanganku seraya berkata, "Marilah kita menuju ke tempat jamuan makan yang saya tidak jumpai kecuali jika untuk istirahat." Tatkala kami masuk ke tempat ke perjamuan itu, Sufyan ats-Tsauri mengangkat kedua tangannya dan berdoa : "Ya Allah sesungguhnya saya memohon keselamatan dari-Mu." Rabiah yang ada di situ dan mendengarnya pun menangis.
Lalu Sufyan berkata, "Apa yang membuatmu menangis?" Rabiah menjawab, "Kamulah yang membuatku menangis." Sufyan berkata, "Bagaimana bisa seperti itu?" Rabiah menjawab, "Tidakkah kamu ketahui, bahwasannya keselamatan dari dunia adalah apabila kita meninggalkan apa yang ada di dunia. Bagaimana sedangkan kamu masih bersenang-senang dan bergelimang dunia.'
Suatu ketika, saat Rabiah Al-Adawiyah bertahajud dan khusyuk memanjatkan doa dan terus melakukan shalat malam, majikannya dikejutkan oleh cahaya di atas kepala Rabiah Al-Adawiyah. Cahaya itu terang benderang bagaikan lampu yang menyinari seluruh isi rumah. Sinarnya menyorot di kegelapan malam.
Melihat hal itu kemudian majikannya menjadi ketakutan dan memutuskan keesokan harinya membebaskan Rabiah sebagai pembantu di rumah tersebut. Namun sebelum Rabiah pergi, majikan yang berprofesi sebagai pedagang itu menawarkan kepada Rabiah untuk tinggal di Basrah dan ia akan menanggung segala keperluan dan kebutuhannya.
Rabiah Al-Adawiyah menolak dengan tawadhu' karena kezuhudannya. Dan sesuai janjinya jika ia bebas, maka Rabiah akan mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah. Setelah itu Rabiah dikenal sebagai seorang sufi wanita yang sangat zuhud dan hanya berpikir tentang kecintaannya kepada Allah Ta'ala. Dia tidak tertarik kepada kehidupan duniawi, sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Wallahu A'lam
Dinamakan Rabi'ah karena wanita shaleha ini merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari keluarga miskin. Orang tuanya sekadar meninggalkan perahu yang digunakan Rabi’ah muda untuk mencari nafkah sebagai penarik perahu yang menyeberangkan orang di sebuah sungai di kampungnya. Sedangkan ketiga saudara perempuannya hanya menenun kain atau memintal benang di rumah.
Dalam buku berjudul Radhi Biqadha' Illah karya Syaikh Manshur Abdul Hakim diceritakan bahwa Abdullah bin Isa berkata, "Saya datang menemui Rabiah al-Adawiyah, lalu saya melihat cahaya di wajahnya. Beliau adalah perempuan yang banyak menangis disebabkan selalu mengingat kebesaran Allah Rabbul'Alamiin."
Dikatakan lagi, "Ketika seseorang membacakan ayat Al-Qur'an untuknya yang menceritakan tentang neraka, ia berteriak dan jatuh. Saya menemuinya ketika ia sedang duduk di atas sabut. Seorang laki-laki berbicara di dekatnya tentang sesuatu, maka saya meilihat air matanya jatuh di atas sabut. Kemudian ia bergetar dan berteriak, lalu kami berdiri dan keluar."
Dikisahkan juga bahwa ada seorang laki-laki datang menemui Rabiah Al-Adawiyah membawa 40 dinar seraya berkata kepadanya, "Anda bisa memakainya untuk keperluan kebutuhan hidup." Kemudian tiba-tiba ia menangis sambil mengangkat kepalanya ke arah langit dam berkata, "Dia mengetahui bahwa saya malu ketika meminta kepada-Nya untuk memberikan isi dunia sedangkan Dia memilikinya. Lantas bagaimana saya harus mengambil pemberianmu sedangkan kamu adalah orang yang tidak memilikinya."
Ja'far bin Sulaiman berkata, "Sufyan Ats-Tsauri mengambil dan memegang tanganku seraya berkata, "Marilah kita menuju ke tempat jamuan makan yang saya tidak jumpai kecuali jika untuk istirahat." Tatkala kami masuk ke tempat ke perjamuan itu, Sufyan ats-Tsauri mengangkat kedua tangannya dan berdoa : "Ya Allah sesungguhnya saya memohon keselamatan dari-Mu." Rabiah yang ada di situ dan mendengarnya pun menangis.
Lalu Sufyan berkata, "Apa yang membuatmu menangis?" Rabiah menjawab, "Kamulah yang membuatku menangis." Sufyan berkata, "Bagaimana bisa seperti itu?" Rabiah menjawab, "Tidakkah kamu ketahui, bahwasannya keselamatan dari dunia adalah apabila kita meninggalkan apa yang ada di dunia. Bagaimana sedangkan kamu masih bersenang-senang dan bergelimang dunia.'
Suatu ketika, saat Rabiah Al-Adawiyah bertahajud dan khusyuk memanjatkan doa dan terus melakukan shalat malam, majikannya dikejutkan oleh cahaya di atas kepala Rabiah Al-Adawiyah. Cahaya itu terang benderang bagaikan lampu yang menyinari seluruh isi rumah. Sinarnya menyorot di kegelapan malam.
Melihat hal itu kemudian majikannya menjadi ketakutan dan memutuskan keesokan harinya membebaskan Rabiah sebagai pembantu di rumah tersebut. Namun sebelum Rabiah pergi, majikan yang berprofesi sebagai pedagang itu menawarkan kepada Rabiah untuk tinggal di Basrah dan ia akan menanggung segala keperluan dan kebutuhannya.
Rabiah Al-Adawiyah menolak dengan tawadhu' karena kezuhudannya. Dan sesuai janjinya jika ia bebas, maka Rabiah akan mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah. Setelah itu Rabiah dikenal sebagai seorang sufi wanita yang sangat zuhud dan hanya berpikir tentang kecintaannya kepada Allah Ta'ala. Dia tidak tertarik kepada kehidupan duniawi, sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Wallahu A'lam
(wid)
Lihat Juga :