Kisah Perang Hunain : Sejarah, Strategi, dan Pelajaran untuk Kaum Muslimin
Jum'at, 13 Januari 2023 - 12:17 WIB
Melihat pasukan muslimin semakin lemah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan ‘Abbas untuk berseru lantang: “Wahai ‘Abbas, panggil para pengikut Bai’at Ridhwan (Ash-habus Samurah).” ‘Abbas mulai berseru: “Wahai orang-orang Anshar yang menampung dan membela. Wahai kaum Muhajirin yang bersumpah setia di bawah pohon. Ini Muhammad masih hidup, kemari!” ‘Abbas mengulangi seruannya: “Wahai Ash-habus Samurah. Wahai penghafal Surat Al-Baqarah!”
Teriakan ‘Abbas menggema mengalahkan dentingan pedang dan tombak yang beradu. Menembus ke dalam jantung mereka yang mengerti arti panggilan itu.Serta-merta dengan izin Allah Subhanahuwata’ala, terbangkitlah semangat kaum muslimin. Bagaikan sapi betina yang meradang melihat anaknya terancam bahaya, prajurit muslimin berbalik menyambut seruan ‘Abbas: “Labbaik, labbaik.”
Mereka yang berada di atas kuda dan untanya berusaha membelokkan unta dan kudanya ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di tengah-tengah kepungan musuh. Perlahan tapi pasti, mulai terkumpul kembali seratus orang di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam memungut beberapa butir kerikil lalu melemparkannya ke arah musuh sambil berkata: “Wajah-wajah buruk.” Muka yang terkena lemparan menjadi hitam. Perang semakin memuncak. Pasukan muslimin yang tadi melarikan diri, mulai merapat ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pertempuran sengit semakin berkobar. Satu demi satu korban dari pihak musuh mulai bertambah. Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallahu anhu menewaskan lebih dari 40 orang. Sementara Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu terluka cukup berat.
Jubair bin Muth’im menceritakan: “Sungguh sebelum kekalahan musuh ini, aku melihat ada orang-orang yang berperang seperti bayangan hitam yang turun dari langit, jatuh ke tengah-tengah kami. Aku lihat semut hitam memenuhi perut lembah, dan ternyata akhirnya mereka kalah. Aku tidak sangsi kalau mereka adalah malaikat.”
Setelah menempatkan ghanimah tersebut di tempat yang aman, mulailah kaum muslimin menyiapkan senjata untuk mengejar musuh yang melarikan diri. Kaum musyrikin yang dipimpin Malik bin ‘Auf berlari menuju Thaif dan menyusun pasukan di Authas. Ketika mereka di Authas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan dipimpin oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari. Terjadi pertempuran dan Abu ‘Amir terkena panah musuh dan gugur sebagai syahid.
Sengaja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunggu beberapa hari dengan harapan ada pihak Hawazin yang datang masuk Islam, meminta tawanan dan harta mereka. Namun sudah ketetapan Allah Subhanahuwata’ala bahwa ghanimah berupa harta itu menjadi hak kaum muslimin. Kemudian mulailah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan ghanimah yang diperoleh dalam perang Hunain itu.
Beliau memberi harta itu kepada orang-orang yang dilunakkan hati mereka kepada Islam. Abu Sufyan diberi seratus ekor unta dan 40 uqiyah perak. Mu’awiyah juga menerima jumlah yang sama. Setelah itu, beliau memberi Hakim bin Hizam seratus ekor unta dan dia minta seratus lagi, beliau memberinya. Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah menerima seratus ekor unta. Kemudian beberapa orang lainnya dari pembesar Quraisy. Ghanimah yang dibagikan itu hampir mencapai 14.850 ekor unta, yang diambil dari khumus.
Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam perintahkan Zaid bin Tsabit menghitung kambing dan jumlah pasukan. Baru kemudian beliau bagikan kepada pasukan. Setiap orang menerima empat ekor unta dan empat puluh ekor kambing. Kalau dia dari pasukan berkuda, dia menerima 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.
Sebuah renungan dan pelajaran yang perlu dicamkan. Di Perang Hunain, jumlah kaum muslim 3x lipat lebih besar dari pasukan musuh. Namun kaum muslimin kalah di putaran pertama, akibat merasa bangga dengan jumlah yang banyak.
Merasa ujub dengan jumlah yang banyak ternyata menjadi sebab kaum muslimin sempat terdesak dan terpukul mundur di perang Hunain.
Wallahu A'lam
Teriakan ‘Abbas menggema mengalahkan dentingan pedang dan tombak yang beradu. Menembus ke dalam jantung mereka yang mengerti arti panggilan itu.Serta-merta dengan izin Allah Subhanahuwata’ala, terbangkitlah semangat kaum muslimin. Bagaikan sapi betina yang meradang melihat anaknya terancam bahaya, prajurit muslimin berbalik menyambut seruan ‘Abbas: “Labbaik, labbaik.”
Mereka yang berada di atas kuda dan untanya berusaha membelokkan unta dan kudanya ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang berada di tengah-tengah kepungan musuh. Perlahan tapi pasti, mulai terkumpul kembali seratus orang di sekitar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam memungut beberapa butir kerikil lalu melemparkannya ke arah musuh sambil berkata: “Wajah-wajah buruk.” Muka yang terkena lemparan menjadi hitam. Perang semakin memuncak. Pasukan muslimin yang tadi melarikan diri, mulai merapat ke arah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pertempuran sengit semakin berkobar. Satu demi satu korban dari pihak musuh mulai bertambah. Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallahu anhu menewaskan lebih dari 40 orang. Sementara Khalid bin Al-Walid radhiyallahu anhu terluka cukup berat.
Jubair bin Muth’im menceritakan: “Sungguh sebelum kekalahan musuh ini, aku melihat ada orang-orang yang berperang seperti bayangan hitam yang turun dari langit, jatuh ke tengah-tengah kami. Aku lihat semut hitam memenuhi perut lembah, dan ternyata akhirnya mereka kalah. Aku tidak sangsi kalau mereka adalah malaikat.”
Setelah menempatkan ghanimah tersebut di tempat yang aman, mulailah kaum muslimin menyiapkan senjata untuk mengejar musuh yang melarikan diri. Kaum musyrikin yang dipimpin Malik bin ‘Auf berlari menuju Thaif dan menyusun pasukan di Authas. Ketika mereka di Authas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim pasukan dipimpin oleh Abu ‘Amir Al-Asy’ari. Terjadi pertempuran dan Abu ‘Amir terkena panah musuh dan gugur sebagai syahid.
Sengaja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunggu beberapa hari dengan harapan ada pihak Hawazin yang datang masuk Islam, meminta tawanan dan harta mereka. Namun sudah ketetapan Allah Subhanahuwata’ala bahwa ghanimah berupa harta itu menjadi hak kaum muslimin. Kemudian mulailah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membagikan ghanimah yang diperoleh dalam perang Hunain itu.
Beliau memberi harta itu kepada orang-orang yang dilunakkan hati mereka kepada Islam. Abu Sufyan diberi seratus ekor unta dan 40 uqiyah perak. Mu’awiyah juga menerima jumlah yang sama. Setelah itu, beliau memberi Hakim bin Hizam seratus ekor unta dan dia minta seratus lagi, beliau memberinya. Kemudian An-Nadhr bin Al-Harits bin Kaladah menerima seratus ekor unta. Kemudian beberapa orang lainnya dari pembesar Quraisy. Ghanimah yang dibagikan itu hampir mencapai 14.850 ekor unta, yang diambil dari khumus.
Beliau Shallalahu 'Alaihi wa Sallam perintahkan Zaid bin Tsabit menghitung kambing dan jumlah pasukan. Baru kemudian beliau bagikan kepada pasukan. Setiap orang menerima empat ekor unta dan empat puluh ekor kambing. Kalau dia dari pasukan berkuda, dia menerima 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.
Sebuah renungan dan pelajaran yang perlu dicamkan. Di Perang Hunain, jumlah kaum muslim 3x lipat lebih besar dari pasukan musuh. Namun kaum muslimin kalah di putaran pertama, akibat merasa bangga dengan jumlah yang banyak.
Merasa ujub dengan jumlah yang banyak ternyata menjadi sebab kaum muslimin sempat terdesak dan terpukul mundur di perang Hunain.
Wallahu A'lam
(wid)