Ketika Pengaruh Alexander Yang Agung Dianggap Berbobot Sama dengan Hitler

Senin, 23 Januari 2023 - 05:15 WIB
loading...
Ketika Pengaruh Alexander Yang Agung Dianggap Berbobot Sama dengan Hitler
Alexander yang Agung dalam al-Quran disebut-sebut sebagai Dzulqarnain atau Iskandar Zulkarnaen. Foto/IlustrasI: Ist
A A A
Michael H Hart menempatkan Alexander Yang Agung di nomor urut 33 dari 100 tokoh berpengaruh dalam sejarah. Nomor ini jauh di bawah Lenin (15) bahkan Jengis Khan (21). Astrofisikawan Yahudi -Amerika ini dalam buku "The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History" menempatkan Nabi Muhammad SAW di nomor puncak.

"Alexander, Napoleon , dan Hitler rasanya punya persamaan dalam bobot pengaruhnya secara umum," ujar Michael H Hart dalam buku yang diterjemahkan H. Mahbub Djunaidimenjadi "Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah" (PT Dunia Pustaka Jaya, 1982) tersebut. Itu sebabnya, dia menempatkan Napoleon Bonaparte di urutan berikutnya (34), disusul Adolf Hitler (36).

Alexander Yang Agung dalam Al-Quran dikenal sebagai Dzulqarnain. Tepatnya dalam surah al-Kahfi ayat 83-98. Oleh karena itu, ada yang menyebutnya dengan Iskandar Zulkarnain.

Lepas dari itu, memang banyak cerita yang termuat dalam berbagai buku sejarah tentang sosok Alexander yang Agung (Alexander the Great). Ada yang menyebutnya dengan nama Alexander dari Makedonia (Alexander of Macedonia). Sebutan lainnya adalah Iskandar al-Maqduni dan Cyrus II serta banyak lagi.



Kekuatan Tempur
Michael H Hart menyebut sang penakluk yang kesohor dari dunia silam itu dilahirkan di Pello tahun 356 SM, ibukota Macedonia. Ayahnya, Raja Philip II dari Macedonia seorang yang punya kesanggupan dan berpandangan jauh. Philip memperbesar dan mengorganisir Angkatan Bersenjata Macedonia dan mengubahnya menjadi kekuatan tempur yang bermutu tinggi.

Pertama kali penggunaan Angkatan Bersenjata pilihan ini adalah waktu ia menaklukkan daerah sekitar hingga sampai ke utara Yunani, kemudian berbalik ke selatan dan menaklukkan hampir seluruh Yunani. Kemudian Philip membentuk federasi kota-kota Yunani dan dia sendiri jadi pemimpinnya.

Tatkala dia lagi merancang rencana penyerangan terhadap Kekaisaran Persia yang luas itu yang berada di sebelah timur Yunani-bahkan penyerbuan sudah mulai terjadi di tahun 336 SM-Philip terbunuh, tatkala usianya baru mencapai empat puluh enam tahun.

Umur Alexander baru dua puluh tahun tatkala ayahnya mati tetapi tanpa kesulitan dia menggantikan naik tahta. Philip dengan cermat jauh-jauh hari sudah melakukan persiapan untuk penggantinya dan si Alexander muda sudah punya pengetahuan dan pengalaman kemiliteran yang lumayan.

Dalam hal pendidikan intelektual pun Philip tidak mengabaikannya. Guru buat Alexander disediakan ayahnya seorang yang istimewa: Aristoteles, seorang yang mungkin paling cendikiawan dan filosof yang paling termasyhur di dunia masa itu.

Baik di Yunani maupun daerah-daerah belahan sebelah utara, penduduk yang ditaklukkan Philip memandang kematian Philip merupakan kesempatan bagus untuk menghalau dan menumbangkan kekuasaan cengkeraman Macedonia. Tetapi, hanya dalam tempo dua tahun sesudah naik tahta, Alexander sudah mampu mengatasi kedua daerah itu. Sesudah itu perhatian dialihkan ke Persia.



Selama dua ribu tahun bangsa Persia menguasai wilayah yang amat luas, membentang mulai dari Laut Tengah hingga India. Kendati Persia tidak lagi berada dalam puncak kehebatannya, namun masih tetap merupakan lawan yang tangguh dan disegani, kekaisaran yang paling luas, paling kuat dan paling kaya di muka bumi.

Alexander melancarkan serangan pertamanya ke Persia tahun 334 SM. Karena dia harus menyisihkan sebagian pasukannya di dalam negeri untuk memelihara dan mengawasi inilik Eropanya, Alexander cuma punya 35.000 tentara yang menyertainya tatkala dia melakukan petualangan berani matinya, suatu jumlah kecil tak berarti jika dibandingkan dengan kekuatan Angkatan Bersenjata Persia.

Di samping sejumlah kemalangan yang menimpanya, Alexander memenangkan serentetan kemenangan dalam gempurannya terhadap pasukan Persia.

Ada tiga faktor yang menjadi sebab kemenangannya. Pertama, pasukan yang ditinggalkan ayahandanya, Philip, betul-betul terlatih dan terorganisir baik, lebih baik dari pasukan Persia.

Kedua, Alexander sendiri seorang panglima perang yang genius, mungkin paling genius di sepanjang jaman.

Ketiga, keberanian Alexander sendiri. Meskipun dia memimpin tahap-tahap pertama pertempuran belakang garis front, keputusan Alexander adalah memimpin sendiri pasukan berkuda yang memberi pukulan menentukan.



Ini merupakan cara yang penuh risiko dan dia sering terluka dalam pertempuran macam begini. Tetapi pasukannya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Alexander betul-betul tidak kepalang tanggung menghadapi bahaya dan tak mau membebankan risiko pada pundak orang lain. Hal ini membawa akibat langsung dalam hal peningkatan moral prajurit yang meyakinkan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)