Kisah Jibril Membelah Tenggorokan sampai Ulu Hati Nabi SAW sebelum Isra dan Mikraj

Kamis, 26 Januari 2023 - 11:14 WIB
loading...
Kisah Jibril Membelah Tenggorokan sampai Ulu Hati Nabi SAW sebelum Isra dan Mikraj
Sebelum diperlankan dalam Isra dan Mikraj, malaikat Jibril membelah dada Nabi SAW untuk disucikan.. Foto/Ilustrasi: Orami
A A A
Sebelum Rasulullah SAW diperjalankan dalam Isra dan Mikraj , Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hati beliau. Bukan itu saja, Jibril lalu mencuci isi dada dan perut beliau dengan memakai air zamzam . Demikian bunyi hadis dari Anas bin Malik ra.

Saat menafsirkan Surat Al-Isra ayat 1, Ibnu Katsir menukil sejumlah hadis antara lain hadis dari Anas bin Malik yang menceritakan kisah Isra dan Mikraj. Allah SWT berfirman:

{سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) }

Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ( QS Al-Isra : 1)



Ibnu Katsir menukil hadis riwayat sahabat Anas ibnu Malik ra. Beliau menceritakan bahwa malam hari yang ketika itu Rasulullah SAW mengalami Isra dari Masjid Ka'bah ( Masjidil Haram ). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi SAW) sedang tidur di Masjidil Haram.

Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, "Yang manakah dia itu?"

Orang yang pertengahan menjawab, "Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik."

Orang yang terakhir berkata, "Ambillah yang paling baik dari mereka."

Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi SAW tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya; sedangkan matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur.

Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur. Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung membawanya, lalu membaringkannya di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka.

Kemudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya dengan memakai air zamzam.

Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi SAW. Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas, wadah itu berisikan iman dan hikmah.

Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongannya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama.



Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama, maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, "Siapakah orang ini?"

Jibril menjawab, "Saya Jibril."

Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?"

Jibril menjawab, "Orang yang bersamaku adalah Muhammad."

Mereka bertanya, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?"

Jibril menjawab "Ya."

Mereka berkata, "Selamat datang untuknya."

Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya. Para penduduk langit tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka.

Nabi SAW bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ini adalah bapakmu Adam."



Maka Nabi SAW mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau."

Di langit pertama itu Nabi SAW tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir. Maka ia bertanya, "Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?"

Jibril menjawab, "Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya."

Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu. Tiba-tiba Nabi SAW melihat sungai lain. Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi SAW menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?"

Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu."

Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, "Siapa­kah orang ini?"

Jibril menjawab, "Saya Jibril."

Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?"

Jibril menjawab, "Muhammad."

Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?"

Jibril menjawab, "Ya."

Mereka berkata, "Selamat atas kedatangannya."



Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua.

Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaganya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelum­nya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya.

Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam. Para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelumnya. Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya.

Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril.

Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain: Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima; perawi tidak ingat lagi namanya. Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah SWT.

Musa berkata "Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku."

Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah SWT, hingga sampailah Nabi SAW di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Maka ia makin bertambah dekat, sehingga jadilah ia (Nabi SAW) dekat dengan-Nya.



Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, "Aku wajibkan lima puluh kali sholat setiap siang dan malam hari atas umatmu."

Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, "Hai Muhammad, apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?"

Nabi SAW menjawab, "Tuhan­ku telah memerintahkan kepadaku sholat lima puluh kali setiap siang dan malam hari."

Musa berkata, "Sesungguhnya umatku tidak akan mampu mengerjakannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buatmu dan buat umatmu."

Nabi SAW menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut. Dan Jibril menjawab, "Baiklah jika kamu menghendakinya."

Maka Jibril membawanya lagi naik kepada Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahasuci, lalu Nabi SAW memohon kepada Allah SWT yang berada di tempat-Nya, "Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya."

Maka Allah memberikan keringanan sepuluh sholat kepadanya. Nabi SAW kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah sholat lima waktu.



Setelah ditetapkan sholat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah membujuk Bani Israil:—umatku— untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu, tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya.

Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengarannya; maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu."

Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi SAW selalu menoleh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami."

Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci, lagi Mahatinggi berfirman, "Hai Muhammad." Nabi SAW menjawab, "Labbaikawasa'daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan)." Allah berfirman, "Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi, persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).

Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban sholat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab, sedangkan bagimu tetap lima kali."

Nabi SAW kembali kepada Musa dan Musa berkata "Apakah yang telah engkau lakukan?"

Nabi SAW menjawab, "Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal."



Musa berkata, "Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan buat dirimu juga."

Rasulullah SAW bersabda, "Hai Musa, sesungguhnya —demi Allah— saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya."

Musa berkata, "Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi SAW terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram."

Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid, bagian dari kitab sahihnya.

Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Sifatun Nabi SAW, dari Ismail ibnu Abu Uwais, dari saudaranya (yaitu Abu Bakar Abdul Hamid), dari Sulaiman ibnu Bilal.

Imam Muslim meriwayatkannya dari Harun ibnu Sa'id dari Ibnu Wahb dari Sulaiman, yang di dalam riwayatnya Sulaiman memberikan tambahan, ada pula yang dikuranginya, serta ada yang didahulukan dan yang dibelakangkan.

Pada kenyataannya memang seperti apa yang dikatakan oleh Imam Muslim, karena sesungguhnya Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir kacau dalam hadis ini dan hafalannya buruk, ia tidak dapat menyusunnya dengan baik; seperti yang akan dijelaskan kemudian dalam hadis-hadis lain, insya Allah.

Di antara perawi ada yang menganggap peristiwa ini terjadi di saat Nabi SAW sedang tidur, karena menyelaraskannya dengan apa yang terjadi sesudah itu.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2584 seconds (0.1#10.140)