Hagia Sophia dan Kehebatan Sultan Muhammad Al-Fatih

Selasa, 14 Juli 2020 - 21:28 WIB
loading...
Hagia Sophia dan Kehebatan Sultan Muhammad Al-Fatih
Hagia Sophia atau Aya Sofya yang bermakna kebijaksanaan suci adalah tempat ibadah paling bersejarah di Turki. Foto/Istimewa
A A A
14 abad lalu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah memprediksi bahwa pasukan muslim akan merebut Konstantinopel (kini bernama Istanbul Turki). Beliau bersabda dalam satu hadis:

لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ، فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا، وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ

"Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik amir (pemimpin) adalah amir yang memimpin penaklukannya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu". (HR Ahmad)

Turki menjadi perbincangan dunia menyusul pengembalian fungsi Hagia Sophia atau Aya Sofya dari museum menjadi masjid (Jumat, 10 Juli 2020). Hagia Sophia atau Aya Sofya yang bermakna 'kebijaksanaan suci' merupakan sebuah tempat ibadah paling bersejarah di Istanbul, Turki. (Baca Juga: Kehebatan Anak-anak Muda di Sekitar Rasulullah SAW)

KH Hafidz Abdurrahman MA (Khadim Ma'had Wakaf Syaraful Haramain Bogor) mengatakan, dibalik pengembalian fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid ada peristiwa bersejarah, yang membuktikan kebenaran bisyarah Rasulullah SAW , 825 tahun sebelumnya. Peristiwa ini menghentak dunia. Bukan saja negara-negara Eropa, Rusia, Amerika, tetapi juga dunia Islam.

"Tidak hanya itu, di sana juga ada peristiwa yang kemudian menjadi momok bagi negara-negara Kristen Eropa, karena pusat Kerajaan Romawi Timur, Bizantium, dengan Hagia Sophianya itu jatuh ke tangan Sultan Muhammad Al-Fatih , yang umurnya belum genap 22 tahun. Siapa yang tidak ngeri? Ini yang dikenal sebagai Musykilah Syarqiyyah (masalah dari Timur/Islam), yang membuat mereka bangun," kata Kiyai Hafidz Abdurrahman yang dilansir dari kanalsembilan.net. ( )
Hagia Sophia dan Kehebatan Sultan Muhammad Al-Fatih

Iya, di balik peristiwa ini memang ada memori yang tak akan dilupakan oleh kaum Muslim maupun non Muslim. Tetapi, yang menarik adalah ketajaman pandangan matahati Sultan Muhammad Al-Fatih yang masih muda kala itu. Sultan Muhammad Al-Fatih atau dikenal dengan Sultan Mehmed II , penguasa Utsmani ke-7 pada era 1444-1446 dan 1451-1481.Saat berkuasa, beliau membangun 300 masjid besar atau sedang, 57 madrasah, 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani termasuk Istanbul.

Kata Kiyai Hafidz, sebagai penakluk, Muhammad Al-Fatih bisa saja merampas semua kepemilikan orang-orang Kristen, baik atas nama ghanimah, fai' maupun anfal. Tetapi, Muhammad Al-Fatih tidak melakukannya. Ketika beliau memasuki Konstantinople, dan masuk ke Hagia Sophia , justru beliau umumkan jaminan keamanan kepada para penduduknya.

Hagia Sophia pun tidak diambil, apalagi dirampas dengan semena-mena, sebelum akhirnya dijadikan masjid, tetapi dibeli dengan uang pribadinya. Bukan dari dana negara, Baitul Mal, atau kekayaan kaum Muslim. Tapi, benar-benar dari kantongnya sendiri. Setelah itu, Hagia Sophia dijadikan Masjid, dan diwakafkan hingga Hari Kiamat untuk umat.

"Inilah kebijakan Sultan Muhammad Al-Fatih , yang luar biasa. Kebijakan yang lahir dari ketakwaan, dan sikap wara', jauh dari arogansi dan kezaliman. Subhanallah. Dokumen yang terlampir ini adalah bukti autentik," papar Kiyai Hafidz.

Maka, kesalahan Kemal Attaturk adalah mengubah Masjid Wakaf ini menjadi museum pada tahun 1934. Sejak saat itu, Aya Sofya yang merupakan wakaf berubah statusnya. Inilah dosa Attaturk, setelah revolusi Kufurnya, dengan meruntuhkan Khilafah, diganti dengan Republik.

Kiyai Hafidz melanjutkan, apa yang dilakukan Erdogan, dengan kekuasaannya sebenarnya hanya membatalkan keputusan Attaturk yang batil itu, dan mengembalikan status Masjid Wakaf kepada status yang semestinya."Maka, siapa pun, termasuk kaum Kristen tidak mempunyai hak untuk keberatan, apalagi protes, karena hak mereka atas gereja sudah dibeli oleh Sultan Muhammad Al-Fatih kala itu," tegasnya.

Keputusan Muhammad Al-Fatih membeli Hagia Sophia adalah keputusan brilian, yang akhirnya membungkam suara penentangnya ratusan tahun kemudian. Kebijakan yang lahir dari kejernihan hati dan pikiran, serta ketajaman bashirah (matahati) yang luar biasa. (Baca Juga: Kisah Sultan Murad IV dan Waliyullah yang Gemar Beli Khamar)

Karena bashirahnya pula, Sultan Muhammad Al-Fatih telah melayakkan dirinya sebagai penakluk dan mewujudkan bisyarah Nabi yang selama 825 belum berhasil diwujudkan. Maka, terwujudnya bisyarah kedua, juga membutuhkan bashirah, sebagaimana bashirah Muhammad Al-Fatih. Persis seperti ungkapan hikmah: "Siapa yang bisa melihat masa depan (dengan ketajaman matahatinya), maka dia pasti bisa bersabar."

Begitulah Sang Penakluk Sultan Muhammad Al-Fatih melatih dan mengasah bashirahnya, dan begitulah kita seharusnya. Tidaklah lahir seorang pemimpin yang hebat kecuali ditempa oleh guru terbaik dan ketakwaan hakiki. Sultan Mehmed II sukses menjadi pemimpin sekaligus panglima perang sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW 14 abad lalu. ( )

Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1447 seconds (0.1#10.140)