Kisah Kegagalan Penaklukan Konstantinopel sebelum Al-Fatih

Kamis, 23 Februari 2023 - 15:41 WIB
loading...
A A A
Sultan pada saat itu melakukan perjanjian dengan kaisar dan menuntutnya untuk menyerahkan kota dengan cara damai pada kaum Muslimin. Namun kaisar mengulur-ngulur waktu dan berusaha meminta bantuan kepada negara-negara Eropa, untuk menghadang serangan tentara Islam ke Konstantinopel.

Pada saat bersamaan, tentara Mongolia di bawah pimpinan Timur Leng menyerbu wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Utsmani.

Pasukan Timur Leng melakukan pengrusakan-pengrusakan. Peristiwa tersebut memaksa sultan Bayazid menarik mundur pasukannya dan pengepungannya pada Konstantinopel, untuk kemudian menghadapi pasukan Mongolia.

Dia memimpin sendiri sisa-sisa pasukannya dalam menghadapi pasukan Mongol, berkecamuklah pertempuran Angkara yang sangat terkenal, di mana Bayazid ditawan dan meninggal saat berstatus sebagai tawanan pada tahun 1402 M.

Akibatnya, goyahlah pemerintahan Utsmani untuk sementara waktu dan terhentilah pemikiran serta usaha untuk menaklukkan kota Konstantinopel dalam jangka waktu yang cukup lama.



Ketika pemerintahan Utsmani kembali stabil, semangat jihad kembali berkobar pada masa pemerintahan Murad II pada tahun 824 H/ 1451 M. Beberapa kali usaha penaklukan Konstantinopel dilakukan. Bahkan di masa pemerintahnnya beberapa kali tentara Islam mampu mengepung kota tersebut.

Pada saat itu, kaisar Byzantium berusaha menimbulkan fitnah di antara kaum Muslimin, dengan memberi bantuan pada orang-orang yang melakukan pemberontakan terhadap sultan. Cara tersebut ternyata efektif memecahkan konsentrasi pasukan Murad II dalam menaklukkan Konstantinopel. Sehingga pasukan Utsmani tidak mampu merealisasikan cita-cita Murad II.

Sultan Muhammad Al-Fatih

Penaklukan Konstantinopel menjadi kerinduan dan impian kaum Utsmani sejak berdirinya Dinasti mereka, Sultan Utsman, pendiri Dinasti, telah mewasiatkan penaklukan kota ini kepada sultan-sultan setelahnya. Tapi tidak ada satu sultan pun sesudah Utsman yang mampu mewujudkannya sampai masa Sultan Muhammad II yang merupakan anak dari sultan Murad II, sejak hari itu pula Muhammad II digelari al Fatih.

Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu setelah Sultan Salahuddin Al Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di Ain al Jalut melawan tentara Mongol).

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik dan strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga seleksi pemilihan tentaranya.

Sultan Muhammad al Fatih diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Aaq Syamsuddin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel.



Sultan al Fatih memulai persiapan penaklukan. Ia membangun benteng di daratan Eropa dekat selat Bosphorus yang menghadap sebuah benteng di daratan Asia yang dibangun Sultan Bayazid I, dengan demikian ia dapat mengawasi selat Bosphorus dan mencegah bantuan Kristen datang ke Konstantinopel.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya.

Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Byzantium di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer. Maka dijalinlah perjanjian dengan negara Galata yang berbatasan dengan Konstantinopel dari arah timur yang dipisahkan dengan Selat Tanduk Mas.

Sebagaimana ia juga menjalin perjanjian dengan negara Majd dan Venezia, dua negara yang berbatasan dengan negara-negara Eropa. Namun, negara-negara tersebut mengabaikan perjanjian, ketika serangan Sultan Al Fatih mulai beroperasi di Konstantinopel, pasukan negara-negara tersebut datang ke Konstantinopel, ikut membantu mempertahankan Konstantinopel.

Di bidang militer, Sultan al Fatih menyiapkan sebanyak 250 ribu tentara. Para tentara diberikan pelatihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Saw terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad al Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2217 seconds (0.1#10.140)