4 Bidang Utama Sasaran Hukum Islam Menurut KH Ali Yafie
loading...
A
A
A
Profesor Kiai Haji Ali Yafie (wafat: 25 Februari 2023) dalam buku "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" saat membahas konsep-konsep hukum Islam menyatakan penjabaran yang merinci hukum-hukum al-Qur'an memperlihatkan adanya empat bidang utama yang menjadi sasaran dari hukum itu, yakni bidang ibadat, bidang mu'amalat, bidang munakahat dan bidang jinayat.
Hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khaliqnya (Allah), katanya, diatur penataannya melalui hukum ibadat. Tata hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam lalulintas pergaulan dan hubungan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diatur dalam hukum mu'amalat.
Tata hubungan manusia dalam kehidupan berkeluarga dalam suatu lingkungan rumah tangga, diatur melalui hukum munakahat, dan terakhir tata hubungan keselamatan, keamanan serta kesejahteraannya yang ditegakkan oleh pemegang kekuasaan umum atau badan peradilan, diatur melalui hukum jinayat.
Adanya hukum--ibadat dalam batang tubuh hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an itu merupakan ciri utama hukum Islam. Ibadat tidak lain adalah perwujudan dari akidah yang diimani.
Di sinilah terlihat secara nyata keterkaitan hukum itu dengan akidah/keimanan. Hubungan antara makhluk (manusia) dengan Al-Khaliq, diatur secara pasti.
Menurut Kiai Ali Yafie, adanya hukum niat yang diberi peran menentukan nilai perilaku manusia, memperlihatkan dengan jelas peran moral dalam hukum itu. Di sini pula tampak titik awal perbedaan antara pemahaman hukum menurut ilmu hukum dengan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an.
Menurut ilmu hukum, hukum itu hanya sekadar mengurus dan mengatur hubungan antar sesama manusia. Di luar itu tidak diperlukan hukum.
Selain itu, masih ada perbedaan asasi antara kedua jenis hukum itu. Menurut ilmu hukum, hukum itu terdiri dari suruhan/perintah dan larangan serta hak dan kewajiban. Apa yang dimaksud dengan nilai moral dan akhlak tidaklah tergolong hukum.
Dengan demikian tidaklah mengherankan akibatnya dalam rangka pembinaan hukum, hanya diarahkan supaya tidak melanggar rambu-rambu hukum. Kepatuhan mentaati hukum menjadi kepatuhan yang semu dan bersifat lahiriah belaka.
Sebaliknya, kata Kiai Ali Yafie, hukum menurut ajaran al-Qur'an penegakannya berjalan sekaligus dengan penabinaan moral dan akhlak yang bersumber dari akidah/keimanan. Karena itu penegakan hukum menurut ilmu hukum selama tidak diawasi dan diketahui pejabat/aparat hukum selalu terjadi pelanggaran hukum.
Pembinaan hukum di sini tidak diarahkan kepada pembinaan diri manusianya. Dalam penegakan hukum menurut ajaran al-Qur'an selalu ditekankan suatu pesan sebagai berikut:
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan." ( QS An-Nisa : 135)
"Itulah pesan al-Qur'an, bagaimana seyogyanya seorang berbuat adil. Tidak dituntut dari dan terhadap orang lain saja, yang pertama ialah dari dan terhadap dirinya sendiri," ujar Kiai Ali Yafie.
Kemungkinan seorang pencari keadilan berlaku memperdaya hakim, atau adanya aparat hukum yang menyalahgunakan kedudukannya, secara dini al-Qur'an memperingatkan:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." ( QS Al-Baqarah : 188)
Hubungan manusia sebagai makhluk dengan Khaliqnya (Allah), katanya, diatur penataannya melalui hukum ibadat. Tata hubungan antara manusia dengan sesamanya dalam lalulintas pergaulan dan hubungan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diatur dalam hukum mu'amalat.
Tata hubungan manusia dalam kehidupan berkeluarga dalam suatu lingkungan rumah tangga, diatur melalui hukum munakahat, dan terakhir tata hubungan keselamatan, keamanan serta kesejahteraannya yang ditegakkan oleh pemegang kekuasaan umum atau badan peradilan, diatur melalui hukum jinayat.
Adanya hukum--ibadat dalam batang tubuh hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an itu merupakan ciri utama hukum Islam. Ibadat tidak lain adalah perwujudan dari akidah yang diimani.
Di sinilah terlihat secara nyata keterkaitan hukum itu dengan akidah/keimanan. Hubungan antara makhluk (manusia) dengan Al-Khaliq, diatur secara pasti.
Menurut Kiai Ali Yafie, adanya hukum niat yang diberi peran menentukan nilai perilaku manusia, memperlihatkan dengan jelas peran moral dalam hukum itu. Di sini pula tampak titik awal perbedaan antara pemahaman hukum menurut ilmu hukum dengan hukum Islam yang bersumber dari al-Qur'an.
Menurut ilmu hukum, hukum itu hanya sekadar mengurus dan mengatur hubungan antar sesama manusia. Di luar itu tidak diperlukan hukum.
Selain itu, masih ada perbedaan asasi antara kedua jenis hukum itu. Menurut ilmu hukum, hukum itu terdiri dari suruhan/perintah dan larangan serta hak dan kewajiban. Apa yang dimaksud dengan nilai moral dan akhlak tidaklah tergolong hukum.
Dengan demikian tidaklah mengherankan akibatnya dalam rangka pembinaan hukum, hanya diarahkan supaya tidak melanggar rambu-rambu hukum. Kepatuhan mentaati hukum menjadi kepatuhan yang semu dan bersifat lahiriah belaka.
Sebaliknya, kata Kiai Ali Yafie, hukum menurut ajaran al-Qur'an penegakannya berjalan sekaligus dengan penabinaan moral dan akhlak yang bersumber dari akidah/keimanan. Karena itu penegakan hukum menurut ilmu hukum selama tidak diawasi dan diketahui pejabat/aparat hukum selalu terjadi pelanggaran hukum.
Pembinaan hukum di sini tidak diarahkan kepada pembinaan diri manusianya. Dalam penegakan hukum menurut ajaran al-Qur'an selalu ditekankan suatu pesan sebagai berikut:
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan." ( QS An-Nisa : 135)
"Itulah pesan al-Qur'an, bagaimana seyogyanya seorang berbuat adil. Tidak dituntut dari dan terhadap orang lain saja, yang pertama ialah dari dan terhadap dirinya sendiri," ujar Kiai Ali Yafie.
Kemungkinan seorang pencari keadilan berlaku memperdaya hakim, atau adanya aparat hukum yang menyalahgunakan kedudukannya, secara dini al-Qur'an memperingatkan:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ࣖ
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui." ( QS Al-Baqarah : 188)