Kisah Wafatnya Al-Fatih Disambut Pesta di Roma dan Sembahyang Khusus di Gereja
loading...
A
A
A
Sultan Muhammad al-Fatih atau Mehmed II atau Mehmed Sang Penakluk wafat pada tanggal 4 Rabiul Awwal 886 H/Mei 1481 M. Penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444 – 1446 dan 1451 – 1481 ini dipanggil Allah Taala di tengah-tengah pasukan besarnya. Beliau berpulang saat berusia 52 tahun dan telah berkuasa selama 30 tahun lebih.
Wafatnya al-Fatih disambut duka kaum Muslimin, namun suka ria oleh kaum Nasrani . Tatkala kabar wafatnya Sultan sampai ke Roma, Paus sangat gembira dan segera memerintahkan gereja-gereja segera dibuka dan dilakukan sembahyang khusus untuk mensyukuri kematian Sultan. Tak lupa mereka juga menggelar pesta-pesta karena merasa sangat gembira.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" meriwayatkan, pada bulan Rabiul Awal tahun 887 H/1481 M, Sultan Muhammad Al-Fatih berangkat menuju Asia Kecil. Di kawasan Askadar telah dipersiapkan sebuah pasukan dalam jumlah besar.
Sebelum keluar dari lstambul menuju Asia Kecil, Sultan diserang penyakit panas. Namun dia tidak peduli dengan penyakit ini, karena kecintaannya begitu besar untuk berjihad di jalan Allah.
Biasanya meskipun mengalami sakit, Sultan akan segera mendapat kesembuhan jika telah terjun dalam peperangan. Namun kali ini, ternyata penyakitnya semakin parah dan panasnya semakin tinggi. Ketika sampai di Askadar, Sultan memanggil para dokter. Namun ketentuan Allah telah berlaku, saat itu tidak berguna lagi peranan dokter dan obat.
Kondisi Sultan semakin parah sehingga puncaknya, Allah mencabut nyawanya di tempat tersebut.
Gembira dan Duka
Setelah kabar kematian Sultan menyebar di Barat dan Timur, terjadilah kegemparan luar biasa di tengah kaum muslimin dan kaum Nasrani. Orang-orang Nasrani sangat gembira mendengar wafatnya Sultan. Mereka yang berada di Rhodesia seketika melakukan ibadah untuk mensyukuri kematian Sultan. Perasaan mereka begitu gembira karena telah terlepas dari musuh yang sangat ditakuti.
Tentara Utsmani saat itu telah sampai di Italia bagian Selatan untuk menaklukkan wilayah tersebut. Kabar kematian Sultan tersebut sampai kepada mereka, sehingga menimbulkan duka-cita yang sangat besar di hati mereka.
Dengan kematian tersebut, tentara Utsmani terpaksa melakukan perjanjian damai dengan Raja Napoli, agar mereka bisa menarik diri dari wilayah itu dengan aman. Mereka pun sepakat dengan perjanjian itu. Namun orang-orang Nasrani itu tidak menepati janjinya. Saat pasukan Utsmani mulai menarik diri, mereka menangkap beberapa pasukan yang berada di bagian paling belakang, lalu ditawan.”
Tatkala kabar wafatnya Sultan sampai ke Roma, Paus sangat gembira dan segera memerintahkan gereja-gereja segera dibuka dan dilakukan sembahyang khusus untuk mensyukuri kematian Sultan. Tak lupa mereka juga menggelar pesta-pesta karena merasa sangat gembira.
Gelombang manusia pun segera memenuhi jalan-jalan. Mereka menyanyikan lagu-lagu kemenangan dan kegembiraan, seraya diramaikan dengan suara dentuman meriam. Pesta ini berlangsung di Roma selama tiga hari berturut-turut.
Dengan kematian Sultan Muhammad Al-Fatih, mereka merasa terbebaskan dari seorang musuh yang mereka paling berbahaya dan sangat mengancam kehidupan mereka.
Ash-Shalabi menyebutkan ada satu misteri besar yang tidak terpecahkan ketika Sultan Al Fatih mendadak wafat dalam perjalanan jihad. Misteri itu adalah: “Kemana arah tujuan Sultan dengan pasukan besar yang dibawanya? Wilayah mana yang akan beliau serang dalam rangka jihad fi sabilillah?”
“Nah, pertanyaan-pertanyaan ini tidak terjawab. Tidak ada yang tahu arah gerakan pasukan Sultan, selain dirinya sendiri dan Allah Al ‘Alim,” ujar Ash-Shalabi.
Banyak pendapat berkembang di tengah manusia tentang masalah ini. Apakah Sultan bermaksud menyerang Rhodesia untuk membuka kepulauan itu yang sebelumnya tidak bisa ditaklukkan oleh Masih Pasya? Atau dia sedang bersiap-siap bergabung dengan tentaranya di Italia Selatan, lalu setelah itu berangkat ke Roma, Perancis Utara, dan Spanyol? Semua ini tetap menjadi misteri. Rahasia ini terkubur bersama jasad Sultan yang dimakamkan ke bumi dengan penuh kehormatan.
Menurut Ash-Shalabi, adalah merupakan kebiasaan Sultan Al-Fatih untuk merahasiakan arah gerakan tentaranya saat melakukan serangan. Dia selalu menjaga rahasia serapat-rapatnya, sehingga hal itu membuat musuh-musuhnya lalai dan bingung. Mereka tidak tahu, kapan serangan akan datang dari pasukan Utsmani? Saat mereka lengah, Sultan tiba-tiba melakukan serangan mendadak, sehingga tidak memberikan peluang kepada musuh untuk melakukan persiapan secara maksimal.
Suatu hari, pernah ada seorang hakim bertanya kepada Sultan, ke mana dia akan melakukan serangan? Sultan menjawab, “Andaikata seuntai rambut yang ada di kepalaku ini tahu, ke mana aku akan melakukan serangan, maka seketika itu akan aku lempar rambut itu ke dalam api."
Wafatnya al-Fatih disambut duka kaum Muslimin, namun suka ria oleh kaum Nasrani . Tatkala kabar wafatnya Sultan sampai ke Roma, Paus sangat gembira dan segera memerintahkan gereja-gereja segera dibuka dan dilakukan sembahyang khusus untuk mensyukuri kematian Sultan. Tak lupa mereka juga menggelar pesta-pesta karena merasa sangat gembira.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" meriwayatkan, pada bulan Rabiul Awal tahun 887 H/1481 M, Sultan Muhammad Al-Fatih berangkat menuju Asia Kecil. Di kawasan Askadar telah dipersiapkan sebuah pasukan dalam jumlah besar.
Sebelum keluar dari lstambul menuju Asia Kecil, Sultan diserang penyakit panas. Namun dia tidak peduli dengan penyakit ini, karena kecintaannya begitu besar untuk berjihad di jalan Allah.
Biasanya meskipun mengalami sakit, Sultan akan segera mendapat kesembuhan jika telah terjun dalam peperangan. Namun kali ini, ternyata penyakitnya semakin parah dan panasnya semakin tinggi. Ketika sampai di Askadar, Sultan memanggil para dokter. Namun ketentuan Allah telah berlaku, saat itu tidak berguna lagi peranan dokter dan obat.
Kondisi Sultan semakin parah sehingga puncaknya, Allah mencabut nyawanya di tempat tersebut.
Gembira dan Duka
Setelah kabar kematian Sultan menyebar di Barat dan Timur, terjadilah kegemparan luar biasa di tengah kaum muslimin dan kaum Nasrani. Orang-orang Nasrani sangat gembira mendengar wafatnya Sultan. Mereka yang berada di Rhodesia seketika melakukan ibadah untuk mensyukuri kematian Sultan. Perasaan mereka begitu gembira karena telah terlepas dari musuh yang sangat ditakuti.
Tentara Utsmani saat itu telah sampai di Italia bagian Selatan untuk menaklukkan wilayah tersebut. Kabar kematian Sultan tersebut sampai kepada mereka, sehingga menimbulkan duka-cita yang sangat besar di hati mereka.
Dengan kematian tersebut, tentara Utsmani terpaksa melakukan perjanjian damai dengan Raja Napoli, agar mereka bisa menarik diri dari wilayah itu dengan aman. Mereka pun sepakat dengan perjanjian itu. Namun orang-orang Nasrani itu tidak menepati janjinya. Saat pasukan Utsmani mulai menarik diri, mereka menangkap beberapa pasukan yang berada di bagian paling belakang, lalu ditawan.”
Tatkala kabar wafatnya Sultan sampai ke Roma, Paus sangat gembira dan segera memerintahkan gereja-gereja segera dibuka dan dilakukan sembahyang khusus untuk mensyukuri kematian Sultan. Tak lupa mereka juga menggelar pesta-pesta karena merasa sangat gembira.
Gelombang manusia pun segera memenuhi jalan-jalan. Mereka menyanyikan lagu-lagu kemenangan dan kegembiraan, seraya diramaikan dengan suara dentuman meriam. Pesta ini berlangsung di Roma selama tiga hari berturut-turut.
Dengan kematian Sultan Muhammad Al-Fatih, mereka merasa terbebaskan dari seorang musuh yang mereka paling berbahaya dan sangat mengancam kehidupan mereka.
Ash-Shalabi menyebutkan ada satu misteri besar yang tidak terpecahkan ketika Sultan Al Fatih mendadak wafat dalam perjalanan jihad. Misteri itu adalah: “Kemana arah tujuan Sultan dengan pasukan besar yang dibawanya? Wilayah mana yang akan beliau serang dalam rangka jihad fi sabilillah?”
“Nah, pertanyaan-pertanyaan ini tidak terjawab. Tidak ada yang tahu arah gerakan pasukan Sultan, selain dirinya sendiri dan Allah Al ‘Alim,” ujar Ash-Shalabi.
Banyak pendapat berkembang di tengah manusia tentang masalah ini. Apakah Sultan bermaksud menyerang Rhodesia untuk membuka kepulauan itu yang sebelumnya tidak bisa ditaklukkan oleh Masih Pasya? Atau dia sedang bersiap-siap bergabung dengan tentaranya di Italia Selatan, lalu setelah itu berangkat ke Roma, Perancis Utara, dan Spanyol? Semua ini tetap menjadi misteri. Rahasia ini terkubur bersama jasad Sultan yang dimakamkan ke bumi dengan penuh kehormatan.
Menurut Ash-Shalabi, adalah merupakan kebiasaan Sultan Al-Fatih untuk merahasiakan arah gerakan tentaranya saat melakukan serangan. Dia selalu menjaga rahasia serapat-rapatnya, sehingga hal itu membuat musuh-musuhnya lalai dan bingung. Mereka tidak tahu, kapan serangan akan datang dari pasukan Utsmani? Saat mereka lengah, Sultan tiba-tiba melakukan serangan mendadak, sehingga tidak memberikan peluang kepada musuh untuk melakukan persiapan secara maksimal.
Suatu hari, pernah ada seorang hakim bertanya kepada Sultan, ke mana dia akan melakukan serangan? Sultan menjawab, “Andaikata seuntai rambut yang ada di kepalaku ini tahu, ke mana aku akan melakukan serangan, maka seketika itu akan aku lempar rambut itu ke dalam api."