Kisah Salat Tarawih yang Dipraktikkan Rasulullah SAW

Sabtu, 25 Maret 2023 - 19:03 WIB
loading...
A A A


Masih dari Kitab yang sama yakni Kitab Qiyam Ramadhan 6, yang disusun oleh Imam al-Marwadzi, disebutkan tentang sahabat Ubai bin Ka’ab: Dari jabir bin Abdullah, disebutkan bahwa Ubai bin Ka’ab datang kepada Nabi SAW kemudian bertanya: “Wahai Rasul, semalam ada sesuatu di rumah ku.”

Nabi SAW bertanya: “Apa itu?”

Beliau menjawab: “Wanita-wanita di rumahku mengaku tidak punya hafalan Qur’an, maka mereka salat menjadi makmumku di rumah, dan akupun salat menjadi imam mereka dengan 8 rakaat!”

Nabi SAW pun diam seakan memberikan isyarat ridha (kebolehan). (HR al-Marwadzi)

Begitu juga Nabi SAW yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Beliau mengajak orang rumahnya untuk mendirikan malam Ramadan dengan salat malam. Setidaknya Nabi SAW pernah dalam 4 kali mengumpukan keluarga untuk salat malam bersamanya.

Dari Anas bin Malik ra mengatakan bahwa Nabi SAW mengajak istrinya malam 21 Ramadan untuk salat malam sampai sepertiga malam. Kemudian beliau ajak lagi di malam ke 22, dan salat bersamanya sampai pertengahan malam. Lalu di malam ke 23 mereka salat malam sampai 2/3 malam.

Kemudian Nabi SAW juga mengajaknya lagi untuk salat di malam 24, dan mereka salat sampai subuh. Dan Nabi SAW tidak lagi mengajaknya kemudian.



Hadis-hadis yang disebutkan itu sebetulnya menjadi informasi bagi kita bahwa memang syariat salat malam di malam-malam Ramadan ketika awal-awal pensyariatannya, masih berupa anjuran umum. Dan datangnya Nabi SAW kepada sahabat yang sedang beribadah di masjid Nabawi lalu mengikuti jadi makmum beliau, dan salatnya beliau sendirian di rumah lalu di malam berikutnya mengajak istri untuk berjamaah, memberikan banyak informasi dasar tentang salat malam di Ramadan.

Pertama, itu berarti salat malam di bulan Ramadan, waktunya tidak pernah ditentukan, apakah ia di awal atau di tengah atau di akhir. Kedua, salat malam yang dikerjakan di malam Ramadan itu tidak diharuskan dikerjakan sendiri atau berjamaah. Keduanya boleh dilakukan. Nabi SAW pun melakukan keduanya.

Ketiga, Nabi SAW tidak ingin memberatkan umatnya. Dalam keadaan sendiri, Nabi SAW mengerjakan salat dengan pengerjaan yang lama. Tapi ketika ia mengerjakan di masjid lalu sadar diikuti oleh sahabat di belakangannya, Nabi mempercepat itu agar tidak memberatkan.

Keempat, riwayat yang sampai kepada kita terkait awal-awal pensyariatan qiyam Ramadan, tidak pernah disebutkan ada batasan jumlah rakaat, baik itu minimal atau maksimal.

Nabi SAW tidak diriwayatkan secara eksplisit tentang jumlah rakaat tertentu. Nabi SAW hanya mengimami sebanyak 3 malam. Menurut Zarkasih itu terjadi di malam ke 23, 25, dan juga 27, dengan waktu salat yang lamanya berbeda-beda.



Dari Abu Dzar ra berkata: kami berpuasa bersama Nabi SAW di bulan Ramadan, dan beliau tidak pernah menghidupkan malam Ramadan bersama kami (di masjid) kecuali ketika pada malam ke-23. Beliau salat bersama kami sampai 1/3 malam. Di malam ke-24, beliau datang kepada kami. Dan malam ke- 25 beliau datang menjadi imam salat kami, sampai setengah malam.

Kemudian beberapa dari kami mengatakan kepada Nabi SAW: “Apa tidak kita habiskan saja satu malam untuk beribadah sunnah ini?”, kemudian Nabi menjawab: “Siapa yang salat malam bersama imam, maka seluruh malamnya dihitung sebagai ibadah”. Dan beliau tidak datang kepada kami di malam 26, dan datang lagi di malam ke-27, dan di malam itu kami salat bersama beliau dengan manusia yang banyak dan salat yang lama sampai kami khawatir melewatkan sahur. (HR al-Baihaqi)
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1541 seconds (0.1#10.140)