Masjid Agung Roma, Salah Satu Masjid Terbesar di Eropa

Masjid Agung Roma ada di Ibu Kota Italia, Roma. Masjid ini didirikan di atas lahan seluas 30.000 meter persegi dengan kapasitas sekitar 12.000 orang. Masjid yang beroperasi sejak 1995 ini adalah salah satu yang terbesar di Eropa .

Gagasan mendirikan masjid di pusat Gereja Katolik Roma ini bukanlah hal baru. Sekelompok duta besar Arab mengajukan proposal kepada pemerintah Italia lebih dari 40 tahun lalu. Hanya saja, karena ada pihak-pihak yang menentang, rencana itu tidak dapat direalisasikan.

Sampai kemudian, pada tahun 1973, Raja Faisal dari Arab Saudi berkunjung ke Roma. Kala itu sikap penentang sudah tidak ada lagi. Kunjungan Raja Faisal memperlancar rencana pembangunan masjid tersebut. Negara-negara Muslim menyumbangkan sekitar $20 juta untuk biaya membangun masjid.


Dewan Kota Roma memberikan sebidang tanah berhutan seluas tujuh setengah hektar di kaki Monte Antenne. Selanjutnya, organisasi sponsor proyek tersebut, Pusat Kebudayaan Islam Italia, mengadakan kontes global dan mendukung desain yang rumit dan inovatif. Majis ini diarsiteki Sami Mousawi, seorang arsitek Irak yang bekerja di Inggris, dan dua arsitek Italia, Paolo Portoghesi dan Vittorio Gigliotti.

Perencanaannya memakan waktu lebih dari 10 tahun. Dewan Kota Romawi menyumbangkan tanah tersebut pada tahun 1974, tetapi batu pertama baru diletakkan pada tahun 1984, di hadapan Presiden Republik Italia Sandro Pertini, dengan peresmiannya pada tanggal 21 Juni 1995.



Masjid Terbesar

Masjid Agung Roma adalah masjid terbesar di dunia barat yang pernah dibangun. Bangunan itu berada di kawasan Acqua Acetosa, di kaki Monti Parioli, sebelah utara kota.

Selain menjadi tempat pertemuan untuk kegiatan keagamaan, masjid ini juga menyediakan layanan budaya dan sosial yang menghubungkan umat Islam secara beragam. Itu juga memegang ajaran, upacara pernikahan, layanan pemakaman, tafsir, pameran, konvensi, dan acara penting lainnya.

Pada mulanya ada beberapa penentang terhadap pembangunan masjid tersebut, namun ketika Paus Yohanes Paulus II memberikan restunya untuk proyek tersebut sikap tersebut mereda.

Salah satu isu yang harus disepakati adalah ketinggian menara dan pengaruhnya terhadap kaki langit Roma. Pada akhirnya masalah tersebut diselesaikan dengan memperpendek sedikit ketinggian menara menjadi kurang lebih satu meter di bawah kubah Santo Petrus.