Mengenal Masjid Al Muttaqin, Masjid Tertua Berusia Hampir 4 Abad di Kota Manado
loading...
A
A
A
Masjid Al-Muttaqin merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kota Manado, Sulawesi Utara. Usianya mencapai hampir 4 abad, karena dibangun sekitar tahun 1775 masehi. Masjid ini salah satu bukti syiar Islam yang pernah berkembang di kawasan pesisir wilayah yang dikenal mayoritas beragama nasrani.
Masjid Al-Muttaqin ini tidak terlepas dari sejarah masuknya agama Islam di Kota Manado, lewat jalur pesisir laut yang dibawa oleh rombongan Kesultanan Ternate. Mereka mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Dua rombongan nelayan dari Kesultanan Ternate ini, datang ke wilayah Sulawesi Utara, sekitar tahun 1750, satu kapal ke Manado, sedang satu kapal lagi ke Sangihe. Para nelayan itu masuk lewat pesisir laut, dan tiba di Pondol.
Pada waktu itu, Pondol, merupakan kampung yang letaknya paling ujung, di sebelah utara masih merupakan gunung dan hutan rimba. Pondol berasal dari bahasa Bantik, yang artinya ujung. Selain menangkap ikan, mereka juga mulai berdakwah tentang ajaran Islam kepada masyarakat pesisir.
Lama-kelamaan mereka mulai menetap dan semakin berkembang, sehingga dibangunlah Masjid Al Muttaqin pada tahun 1775 Masjid Al Muttaqin yang terletak di Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Kota Manado, juga tidak lepas dari sejarah Kesultanan Yogyakarta.
Di kawasan Masjid Al Muttaqin, dahulu disebut Pondol Raden Mas yang merupakan tempat tinggal dari Pangeran Arya Suryeng Ngalaga, Putra Sultan Hamengku Buwono V dari istrinya Kanjeng Ratu Sekar Kedaton. Kanjeng Ratu Sekar Kedaton di buang ke Manado, sekitar tahun 1855. Di Manado, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, dan putranya bersama para pengikutnya menetap di Kampung Pondol.
Pada waktu itu Pondol terbagi dua, Pondol Keraton, dan Pondol Raden Mas. Sayangnya peninggalan-peninggalan benda sejarah dari masjid ini sudah tidak ada lagi, karena masjid tersebut pernah hancur terkena bom pada masa perang dunia dua.
Masjid Al-Muttaqin ini tidak terlepas dari sejarah masuknya agama Islam di Kota Manado, lewat jalur pesisir laut yang dibawa oleh rombongan Kesultanan Ternate. Mereka mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Dua rombongan nelayan dari Kesultanan Ternate ini, datang ke wilayah Sulawesi Utara, sekitar tahun 1750, satu kapal ke Manado, sedang satu kapal lagi ke Sangihe. Para nelayan itu masuk lewat pesisir laut, dan tiba di Pondol.
Pada waktu itu, Pondol, merupakan kampung yang letaknya paling ujung, di sebelah utara masih merupakan gunung dan hutan rimba. Pondol berasal dari bahasa Bantik, yang artinya ujung. Selain menangkap ikan, mereka juga mulai berdakwah tentang ajaran Islam kepada masyarakat pesisir.
Lama-kelamaan mereka mulai menetap dan semakin berkembang, sehingga dibangunlah Masjid Al Muttaqin pada tahun 1775 Masjid Al Muttaqin yang terletak di Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Kota Manado, juga tidak lepas dari sejarah Kesultanan Yogyakarta.
Di kawasan Masjid Al Muttaqin, dahulu disebut Pondol Raden Mas yang merupakan tempat tinggal dari Pangeran Arya Suryeng Ngalaga, Putra Sultan Hamengku Buwono V dari istrinya Kanjeng Ratu Sekar Kedaton. Kanjeng Ratu Sekar Kedaton di buang ke Manado, sekitar tahun 1855. Di Manado, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, dan putranya bersama para pengikutnya menetap di Kampung Pondol.
Pada waktu itu Pondol terbagi dua, Pondol Keraton, dan Pondol Raden Mas. Sayangnya peninggalan-peninggalan benda sejarah dari masjid ini sudah tidak ada lagi, karena masjid tersebut pernah hancur terkena bom pada masa perang dunia dua.
(wid)