Sifat Malu Menjadi Tanda Kecerdasan Seorang Anak
loading...
A
A
A
Dalam Islam, rasa atau sifat malu adalah benteng pertahanan bagi seluruh akhlak . Ia merupakan keutamaan yang agung dan karenanya perilaku manusia menjadi terarah. Ia adalah pagar yang melindungi tatanan nilai dan moral.
Dalam kitab 'Fiqhul Haya', DR Muhammad Ismail Al-Muqoddam menjelaskan, sifat malu ini ternyata menjadi tanda kecerdasan seorang anak. Menurutnya, perilaku malu yang sudah tertanam pada anak semenjak kecil, menjadi kabar gembira bagi orang tuanya jika anak tersebut tumbuh menjadi sosok yang cerdas saat menginjak usia dewasa.
Karenanya seorang anak yang pemalu, janganlah diremehkan, tapi dibantu untuk memosisikan sikap malunya secara proposional.
Ibnu Maskawih berkata, "Jika kamu melihat seorang anak kecil merasa malu, menundukkan pandangannya ke bawah dengan tersipu, juga tidak menataomu, maka ini adalah tanda keluhurannya dan merupakan bukti bahwa jiwanya sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk."(Tahdzib al-Akhlaq h 48),
Amr bin Uqbah berkata, "Ketika aku berusia 15 tahun, ayahku berkata kepadaku, 'Hai anakku, telah habis masa kanak-kanakmu. Maka dari itu, peganglah rasa malu dan masuklah kamu menjadi ahlinya serta janganlah kamu meninggalkannya, maka kamu akan tahu manfaat dari sifat malu'."
Pertama, malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.
Kedua, malu kepada manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
Ketiga, malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu mengawasinya.
Mengingat sifat malu penting sebagai benteng memelihara akhlak seseorang dan sumber utama kebaikan, maka sifat ini perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik.
Wallahu A'lam
Dalam kitab 'Fiqhul Haya', DR Muhammad Ismail Al-Muqoddam menjelaskan, sifat malu ini ternyata menjadi tanda kecerdasan seorang anak. Menurutnya, perilaku malu yang sudah tertanam pada anak semenjak kecil, menjadi kabar gembira bagi orang tuanya jika anak tersebut tumbuh menjadi sosok yang cerdas saat menginjak usia dewasa.
Karenanya seorang anak yang pemalu, janganlah diremehkan, tapi dibantu untuk memosisikan sikap malunya secara proposional.
Ibnu Maskawih berkata, "Jika kamu melihat seorang anak kecil merasa malu, menundukkan pandangannya ke bawah dengan tersipu, juga tidak menataomu, maka ini adalah tanda keluhurannya dan merupakan bukti bahwa jiwanya sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk."(Tahdzib al-Akhlaq h 48),
Amr bin Uqbah berkata, "Ketika aku berusia 15 tahun, ayahku berkata kepadaku, 'Hai anakku, telah habis masa kanak-kanakmu. Maka dari itu, peganglah rasa malu dan masuklah kamu menjadi ahlinya serta janganlah kamu meninggalkannya, maka kamu akan tahu manfaat dari sifat malu'."
Tiga Macam Rasa Malu
Ada tiga macam malu yang perlu melekat pada seseorang.Pertama, malu kepada diri sendiri ketika sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan kebaikan untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah dan umat.
Kedua, malu kepada manusia. Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun yang bersangkutan tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malunya bukan karena Allah. Namun, malu seperti ini dapat memberikan kebaikan baginya dari Allah karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
Ketiga, malu kepada Allah. Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah, tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah selalu mengawasinya.
Mengingat sifat malu penting sebagai benteng memelihara akhlak seseorang dan sumber utama kebaikan, maka sifat ini perlu dimiliki dan dipelihara dengan baik.
Wallahu A'lam
(wid)