Kisah Fatimah binti Abdul Malik, Ibu Negara yang Tanggalkan Kemewahan dan Fasilitas Istana
loading...
A
A
A
وصلك الله يا أمير المؤمنين فقد كفيت المسألة وأجزلت العطية
"Semoga Allah senantiasa menyambungkan dirimu (dengan kebaikan) wahai Amirul Mukminin. Permintaan telah engkau penuhi dan engkau memberi sesuatu yang sangat besar." [Mukhtashar Tarikh Damsyiq (20/360)]
4. Menyerahlan Semua Hartanya ke Baitul Mal
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat Khalifah, beliau meminta Fatimah agar menyerahkan semua harta dan perhiasannya. Umar berkata:
قد علمت حَال هَذَا الْجَوْهَر لحليها وَمَا صنع فِيهِ أَبوك وَمن أَيْن أَصَابَهُ فَهَل لَك أَن أجعله فِي تَابُوت ثمَّ أطبع عَلَيْهِ وأجعله فِي أقْصَى بَيت مَال الْمُسلمين وَأنْفق مَا دونه فَإِن خلصت إِلَيْهِ أنفقته وَأَن مت قبل ذَلِك فلعمري ليردنه إِلَيْك
"Engkau telah mengetahui tentang semua asal muasal perhiasan-perhiasan ini dan apa yang telah dilakukan oleh bapakmu. Tidakkah engkau mau memasukkan semuanya ke sebuah peti dan mengemasnya lalu engkau serahkan ke baitul mal kaum muslimin untuk dimanfaatkan? Aku akan membelanjakannya untuk kebutuhan umat dan jika ternyata aku mati sebelum menghabiskannya, maka harta itu boleh engkau ambil sisanya."
Fatimah pun menjawab perkataan suaminya dengan mengatakan:
افعل ما شئت يا أمير المؤمنين
"Silakan lakukan apapun untuk hartaku wahai Amirul Mukminin." [Sirah Umar bin Abdul Aziz hal 58]
5. Menenangkan Hati Suami
Fatimah pernah melihat suaminya Umar bin Abdul Aziz menangis sesenggukan dan wajahnya dilelehi oleh air mata. Fatimah pun bertanya: "Mengapa engkau menangis sedemikian dahsyat wahai suamiku?"
Umar bin Abdul Aziz menjawab:
إني قد وليت من أمر هذه الأمة ما وليت، فتفكرت في الفقير الجائع، والمريض الضائع، والعاري المجهود، واليتيم المكسور، والأرملة الوحيدة، والمظلوم المقهور، والغريب، والأسير، والشيخ الكبير، وذي العيال الكثير والمال القليل، وأشباههم في أقطار الأرض وأطراف البلاد، فعلمت أن ربي عز وجل سيسألني عنهم يوم القيامة، وأن خصمي دونهم محمد صلى الله عليه وسلم، فخشيت أن لا يثبت لي حجة عند خصومته، فرحمت نفسي فبكيت
"Aku telah dijadikan penanggung jawab atas urusan umat ini. Aku merenungkan tentang keadaan orang yang sedang terasing dan nasib kaum miskin yang kelaparan, telanjang dan sengsara. Juga orang-orang yang tertindas dan mengalami cobaan berat. Kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua renta, orang yang punya keluarga besar tetapi penghasilannya sedikit. Serta orang-orang dalam keadaan yang semisal di pelosok negeri yang terpencil."
"Aku sangat tahu bahwa Tuhanku kelak akan meminta pertanggung-jawabanku tentang mereka pada Hari Kebangkitan. Dan aku sangat takut bahwa pembelaan diri yang bagaimanapun tidak akan berguna saat itu. Ketika aku memikirkan semua itu aku pun menangis." [Bidayah wa Nihayah (12/627)]
Mendengar itu Fatimah berkata:
لك الله يا ابن العم، هون عليك، فداك أبي وأمي، لكأنك تحسب أن الله ما خلق النار إلا من أجلك
"Allah akan menjagamu wahai anak pamanku. Tetaplah tenangkan dirimu, ayah dan ibuku sebagai tebusan untukmu. Sungguh engkau bersikap seolah-olah neraka itu tidaklah diciptakan kecuali khusus untuk dirimu."
6. Menolak Hartanya Dikembalikan
Setelah kewafatan suaminya, datanglah petugas Baitul Mal menemui dirinya. Penjaga Baitul Mal itu berkata kepada Fatimah:
إن مجوهراتك يا سيدتي لا تزال كما هي، وإني اعتبرتها أمانة لك، وحفظتها لذلك اليوم، وقد جئت أستأذنك في إحضارها
"Wahai tuan putri, sesungguhnya semua harta perhiasan Anda masih ada seperti sedia kala. Aku menilainya saat menyimpan harta-harta itu dalam rangka hanya menjaga titipan Anda. Dan Aku meminta izin untuk mengembalikan itu kepada anda sekarang."
Mendengar itu Fatimah menjelaskan kalau ia dahulu saat menyerahkan seluruh harta perhiasan itu kepada suaminya, Umar bin Abdul Aziz adalah sebagai hibah ke baitul mal, bukan titipan. Seraya menjawab tegas saat petugas Baitul Mal masih bersikeras untuk mengembalikannya:
"Semoga Allah senantiasa menyambungkan dirimu (dengan kebaikan) wahai Amirul Mukminin. Permintaan telah engkau penuhi dan engkau memberi sesuatu yang sangat besar." [Mukhtashar Tarikh Damsyiq (20/360)]
4. Menyerahlan Semua Hartanya ke Baitul Mal
Ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat Khalifah, beliau meminta Fatimah agar menyerahkan semua harta dan perhiasannya. Umar berkata:
قد علمت حَال هَذَا الْجَوْهَر لحليها وَمَا صنع فِيهِ أَبوك وَمن أَيْن أَصَابَهُ فَهَل لَك أَن أجعله فِي تَابُوت ثمَّ أطبع عَلَيْهِ وأجعله فِي أقْصَى بَيت مَال الْمُسلمين وَأنْفق مَا دونه فَإِن خلصت إِلَيْهِ أنفقته وَأَن مت قبل ذَلِك فلعمري ليردنه إِلَيْك
"Engkau telah mengetahui tentang semua asal muasal perhiasan-perhiasan ini dan apa yang telah dilakukan oleh bapakmu. Tidakkah engkau mau memasukkan semuanya ke sebuah peti dan mengemasnya lalu engkau serahkan ke baitul mal kaum muslimin untuk dimanfaatkan? Aku akan membelanjakannya untuk kebutuhan umat dan jika ternyata aku mati sebelum menghabiskannya, maka harta itu boleh engkau ambil sisanya."
Fatimah pun menjawab perkataan suaminya dengan mengatakan:
افعل ما شئت يا أمير المؤمنين
"Silakan lakukan apapun untuk hartaku wahai Amirul Mukminin." [Sirah Umar bin Abdul Aziz hal 58]
5. Menenangkan Hati Suami
Fatimah pernah melihat suaminya Umar bin Abdul Aziz menangis sesenggukan dan wajahnya dilelehi oleh air mata. Fatimah pun bertanya: "Mengapa engkau menangis sedemikian dahsyat wahai suamiku?"
Umar bin Abdul Aziz menjawab:
إني قد وليت من أمر هذه الأمة ما وليت، فتفكرت في الفقير الجائع، والمريض الضائع، والعاري المجهود، واليتيم المكسور، والأرملة الوحيدة، والمظلوم المقهور، والغريب، والأسير، والشيخ الكبير، وذي العيال الكثير والمال القليل، وأشباههم في أقطار الأرض وأطراف البلاد، فعلمت أن ربي عز وجل سيسألني عنهم يوم القيامة، وأن خصمي دونهم محمد صلى الله عليه وسلم، فخشيت أن لا يثبت لي حجة عند خصومته، فرحمت نفسي فبكيت
"Aku telah dijadikan penanggung jawab atas urusan umat ini. Aku merenungkan tentang keadaan orang yang sedang terasing dan nasib kaum miskin yang kelaparan, telanjang dan sengsara. Juga orang-orang yang tertindas dan mengalami cobaan berat. Kaum tak dikenal dalam penjara, orang-orang tua renta, orang yang punya keluarga besar tetapi penghasilannya sedikit. Serta orang-orang dalam keadaan yang semisal di pelosok negeri yang terpencil."
"Aku sangat tahu bahwa Tuhanku kelak akan meminta pertanggung-jawabanku tentang mereka pada Hari Kebangkitan. Dan aku sangat takut bahwa pembelaan diri yang bagaimanapun tidak akan berguna saat itu. Ketika aku memikirkan semua itu aku pun menangis." [Bidayah wa Nihayah (12/627)]
Mendengar itu Fatimah berkata:
لك الله يا ابن العم، هون عليك، فداك أبي وأمي، لكأنك تحسب أن الله ما خلق النار إلا من أجلك
"Allah akan menjagamu wahai anak pamanku. Tetaplah tenangkan dirimu, ayah dan ibuku sebagai tebusan untukmu. Sungguh engkau bersikap seolah-olah neraka itu tidaklah diciptakan kecuali khusus untuk dirimu."
6. Menolak Hartanya Dikembalikan
Setelah kewafatan suaminya, datanglah petugas Baitul Mal menemui dirinya. Penjaga Baitul Mal itu berkata kepada Fatimah:
إن مجوهراتك يا سيدتي لا تزال كما هي، وإني اعتبرتها أمانة لك، وحفظتها لذلك اليوم، وقد جئت أستأذنك في إحضارها
"Wahai tuan putri, sesungguhnya semua harta perhiasan Anda masih ada seperti sedia kala. Aku menilainya saat menyimpan harta-harta itu dalam rangka hanya menjaga titipan Anda. Dan Aku meminta izin untuk mengembalikan itu kepada anda sekarang."
Mendengar itu Fatimah menjelaskan kalau ia dahulu saat menyerahkan seluruh harta perhiasan itu kepada suaminya, Umar bin Abdul Aziz adalah sebagai hibah ke baitul mal, bukan titipan. Seraya menjawab tegas saat petugas Baitul Mal masih bersikeras untuk mengembalikannya: