Masjid yang Dibangun di Era Kekaisaran Mughal Ini Sempat Akan Diubah Jadi Gereja

Selasa, 18 Juli 2023 - 12:22 WIB
loading...
Masjid yang Dibangun...
Jemaah masjid mengerumuni Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa, Jumat lalu. (Arab News)
A A A
Masjid-e-Jahan Numa di kota Delhi, India , ini kini dikenal sebagai Masjid Jama atau Masjid Jami . Ini adalah salah satu tempat ibadah terbesar, terindah, dan paling disayangi di anak benua India. Masjid dengan daya tampung 85.000 jemaah ini dibangun oleh Kekaisaran Mughal sekitar 400 tahun yang lalu. Pada era penjajah Inggris sempat akan dijadikan gereja.

Pada Jumat kemarin masjid ini mendatangkan Sheikh Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa sebagai khatib salat Jumat. Beliau adalah sekretaris jenderal Liga Dunia Muslim (Muslim World League/WWL) dan ketua Organisasi Cendekiawan Muslim.

"Ini adalah untuk pertama kali masjid ini menghadirkan ulama dari luar India untuk khobah Jumat ." Arab News melaporkan pada Selasa 18 Juli 2023, mengutip situs Muslim World League. Al-Issa mendapat sambutan hangat dari para jamaah.



Masjid yang Dibangun di Era Kekaisaran Mughal Ini Sempat Akan Diubah Jadi Gereja

Penguasa Mughal Kelima

Kaisar Shah Jahan, penguasa Mughal kelima di India, membangun Masjid Jama pada tahun 1656. Sejak saat itu, masjid tersebut telah membentuk memori populer masyarakat Delhi dan bangsa India yang lebih luas.

"Batu fondasinya diletakkan pada 6 Oktober 1650, di bawah pengawasan Perdana Menteri Saadullah Khan, dan Fazil Khan, kepala rumah tangga Shahjahan, dengan biaya sepuluh lac rupee,” tulis Sadia Aziz, seorang sarjana peneliti di Departemen Sejarah Universitas Delhi, dalam esainya tahun 2017 “Mosque, Memory and State: A Case Study of Jama Masjid (India) and the Colonial State c. 1857.” (A lac adalah sama dengan 100.000.)

Masjid Jama dibangun di atas bukit yang disebut Bhojla Pahari. Lokasi ini adalah 1.000 yard atau 914.4 meter dari Benteng Merah, benteng-istana kerajaan Mughal di ibu kota mereka yang baru didirikan, Shahjahanabad.

Masjid tersebut berukuran panjang sekitar 79,6 meter dan lebar 27.432 meter, atapnya dinaungi oleh tiga kubah yang dihiasi garis-garis marmer hitam dan putih.



Masjid Jama memiliki tiga pintu masuk, utara, selatan dan timur. Yang terakhir adalah gerbang Shahi, disediakan khusus untuk kaisar, yang akan tiba dalam prosesi dengan pangeran, bangsawan dan pengiring mereka dari Benteng Merah setiap hari Jumat dan Idul Fitri.

Masjid ini dikenal dengan dua nama, yang pertama adalah nama kerajaan yang diberikan oleh kaisar: Masjid-i-Jahan Numa. "Jahan" berarti "dunia" dan "Numa" berarti "terlihat", menandakan, secara kiasan, sebuah struktur yang mengatur pandangan ke seluruh dunia.

Menjadi Barak

Nama kedua, Masjid Jama, yang berarti “masjid kolektif atau berjamaah,” muncul dari kesadaran sosial masyarakat dan lama kelamaan menjadi lebih populer daripada nama resminya.

Ketika kota Delhi diambil alih oleh Inggris pada tahun 1803, meninggalkan kaisar Mughal sebagai kepala ritual kekaisaran, otoritas kolonial membantu perbaikan dan renovasi masjid.

Namun, upaya otoritas kolonial untuk membuat diri mereka disayangi oleh penduduk setempat terhenti secara tiba-tiba selama pemberontakan tahun 1857, yang dikenal sebagai Pemberontakan India atau Perang Kemerdekaan Pertama.

Ketika otoritas kolonial dipulihkan pada pertengahan September 1857, populasi Muslim secara khusus menjadi sasaran, karena Inggris menganggap pemberontakan tersebut sebagai konspirasi Muslim melawan mereka. Akibatnya, banyak masjid di Delhi dihancurkan.



Berbagai opsi didiskusikan oleh Inggris mengenai nasib Masjid Jama. Rencananya berkisar dari pembongkaran hingga konversi ke gereja atau perguruan tinggi sekuler. Pada akhirnya, sebuah rencana dibuat untuk mengubahnya menjadi barak bagi tentara Sikh dari Punjab.

Hanya saja, setelah perencanaan awal ini, otoritas kolonial melunakkan pendekatan mereka dan malah mencoba menggunakan masjid sebagai alat tawar-menawar untuk memenangkan warga Muslim Delhi. Setelah banyak petisi, masjid dikembalikan ke penduduk Kota Tua pada 28 November 1862, dengan pemberlakuan beberapa peraturan dan ketentuan yang harus diikuti oleh jemaah.
Masjid yang Dibangun di Era Kekaisaran Mughal Ini Sempat Akan Diubah Jadi Gereja

Muslim World League

Mengingat sejarah Masjid Jama yang panjang, oleh karena itu merupakan momen yang sangat penting untuk meminta ketua Muslim World League menyampaikan khotbah Jumat dan memimpin doa di hadapan jemaah yang mencerminkan keragaman dan persatuan India modern.

Al-Issa tiba di kota itu pada 10 Juli sebagai ketua delegasi MWL, menyusul undangan resmi dari pemerintah India. Selama perjalanannya, dia bertemu dengan Presiden India Droupadi Murmu, Perdana Menteri Narendra Modi dan Menteri Urusan Minoritas Smriti Irani. Dia juga mengadakan pertemuan dengan ulama senior Islam India dan pemimpin agama dari berbagai agama.

Kunjungannya dirancang untuk mempromosikan dialog persaudaraan dan persahabatan, untuk meningkatkan pemahaman dan kerja sama, dan untuk membahas banyak topik yang menjadi kepentingan bersama antar agama, kata para pejabat.

“Kunjungan Yang Mulia Dr Mohammed bin Abdulkarim Al-Issa meningkatkan hubungan antara kedua negara serta hubungan antara Muslim dan pengikut agama lain di India,” kata Mohammed Abdul Hakkim Al-Kandi, imam Masjid Jama dalam pesan video untuk MWL.



India adalah rumah bagi 1,4 miliar orang, termasuk sekitar 210 juta Muslim yang merupakan populasi Muslim-minoritas terbesar di dunia. Mayoritas penduduk India beragama Hindu . Minoritas lainnya termasuk Jain, Sikh, Kristen dan Budha.

Lebih dari 75 tahun setelah India memperoleh kemerdekaannya, negara ini secara umum berhasil mewujudkan cita-cita masyarakat di mana para penganut berbagai agama dapat hidup rukun dan menjalankan keyakinan mereka dengan bebas. Namun, konflik antarkomunitas secara rutin berkobar, yang mengarah pada seruan untuk mediasi dan dialog.

Para pemuka agama yang hadir dalam khotbah Al-Issa dan acara lainnya selama kunjungannya mengatakan mereka berharap hal itu akan semakin mendorong kerukunan antar umat beragama.

Asghar Ali Imam Mahdi Salafi, amir Jamiate Ahle Hadits di India, mengatakan dia berharap kunjungan itu akan memiliki "makna yang luas" dan "dampak positif yang mendalam."

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2220 seconds (0.1#10.140)