Sejarah Kurban dan Kekayaan Nabi Ibrahim yang Mencapai 12.000 Ekor Ternak
loading...
A
A
A
Hari ini umat Islam yang tidak berhaji merayakan Idul Adha dengan menyembelih hewan kurban . Namun ada juga yang melakukan penyembelihan besok hari. Idul Adha disebut juga dengan Hari Raya Haji yang dirayakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah.
Bagaimana sebenarnya sejarah kurban hingga menjadi tradisi setiap Hari Idul Adha ? Berikut ulasan yang dilansir dari catatan "Amal Qurban" [amalqurban.com]. Kata Kurban berasal dari bahasa Arab "Qurban" yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam disebut juga dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah. (Baca Juga: Pelarangan dan Keharaman Puasa di Hari Tasyrik )
Idul Adha dinamai juga "Idul Nahr" artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim 'alaihissalam (AS). Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan "Khalilullah" (kekasih Allah).
Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?" Allah berfirman: "Jangan menilai hambaKu Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah Ta'ala mengizinkan pada para Malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim . Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah. ( )
Nabi Ibrahim Miliki 12.000 Ekor Ternak
Dalam Kitab "Misykatul Anwar" disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner.
Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang "milik siapa ternak sebanyak ini?" maka dijawabnya: "Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga."
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur'an mengemukakan bahwa pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian. Yaitu Allah menguji iman dan takwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun.
Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengejutkan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur'an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Ibrahim berkata: "Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu 'maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS Aa-Saffat: 102)
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, " Ibrahim , kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?" "Apa kata orang nanti?" "Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembelih!" "Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!" "Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!" "Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia."
Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, "Bismillahi Allahu akbar." Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini ketika mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, "Bismillahi Allahu akbar". Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridhai kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
"Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
"Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian".
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
Bagaimana sebenarnya sejarah kurban hingga menjadi tradisi setiap Hari Idul Adha ? Berikut ulasan yang dilansir dari catatan "Amal Qurban" [amalqurban.com]. Kata Kurban berasal dari bahasa Arab "Qurban" yang berarti dekat (قربان). Kurban dalam Islam disebut juga dengan al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah. (Baca Juga: Pelarangan dan Keharaman Puasa di Hari Tasyrik )
Idul Adha dinamai juga "Idul Nahr" artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim 'alaihissalam (AS). Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan "Khalilullah" (kekasih Allah).
Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?" Allah berfirman: "Jangan menilai hambaKu Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”
Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah Ta'ala mengizinkan pada para Malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim . Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah. ( )
Nabi Ibrahim Miliki 12.000 Ekor Ternak
Dalam Kitab "Misykatul Anwar" disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner.
Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang "milik siapa ternak sebanyak ini?" maka dijawabnya: "Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga."
Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur'an mengemukakan bahwa pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian. Yaitu Allah menguji iman dan takwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun.
Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengejutkan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur'an:
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Ibrahim berkata: "Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu 'maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar." (QS Aa-Saffat: 102)
Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, " Ibrahim , kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?" "Apa kata orang nanti?" "Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembelih!" "Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!" "Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!" "Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia."
Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, "Bismillahi Allahu akbar." Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini ketika mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, "Bismillahi Allahu akbar". Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.
Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.
Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridhai kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an surat As-Saffat ayat 107-110:
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
"Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
"Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian".
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ