Kebijakan Rasulullah SAW Ini Membuat Abu Bakar Yakin, Islam Agama Persamaan
loading...
A
A
A
Persamaan adalah pola Islam dan oleh karenanya ia merupakan inti kedaulatannya. Sejumlah kebijakan Rasulullah SAW menyadarkan umat Islam bahwa Islam adalah agama persamaan.
" Abu Bakar Ash-Shiddiq , dengan nalurinya, sudah dapat memahami dan benar-benar yakin akan hal itu," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati" ( Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Dengan nalurinya, lanjut Haekal, Abu Bakar memahami benar bahwa pada intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antarsesama umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat manusia seluruhnya.
Pada masa hidupnya, Rasulullah SAW telah mengangkat bekas-bekas budak ke suatu kedudukan yang tinggi. Begitu juga orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di kalangan Arab.
Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya. Zaid bin Harisah , bekas budak yang pernah dibeli oleh Khadijah lalu diberikan kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi dimerdekakan dan dijadikan anak angkat.
Zaid jugalah yang diangkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah , dan sebelum itu pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah pimpinannya.
Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan, yang anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar, di antaranya Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW juga telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di Yaman.
Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang membedakan orang hanyalah amal perbuatannya.
Sahabat-sahabat Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di jalan Allah, mereka berada di barisan pertama.
Sikap Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an, bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya, dan balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal perbuatannya. Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain, hanya oleh perbuatan dan ketakwaan itu juga.
Sudah tentu, ujar Haekal, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu banyak sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena fanatisma rasialnya, kalaupun mereka hendak membangga-banggakannya juga, apalagi karena Allah telah memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka sendiri, yang akan mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan mereka.
Abu Bakar juga sudah tentu yang dijadikan pegangannya ialah persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu. Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan Persia dan pasukan Romawi bertekuk lutut.
" Abu Bakar Ash-Shiddiq , dengan nalurinya, sudah dapat memahami dan benar-benar yakin akan hal itu," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya yang diterjemahkan Ali Audah berjudul "Abu Bakr As-Siddiq - Yang Lembut Hati" ( Pustaka Litera AntarNusa, 1987).
Dengan nalurinya, lanjut Haekal, Abu Bakar memahami benar bahwa pada intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antarsesama umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat manusia seluruhnya.
Pada masa hidupnya, Rasulullah SAW telah mengangkat bekas-bekas budak ke suatu kedudukan yang tinggi. Begitu juga orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di kalangan Arab.
Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya. Zaid bin Harisah , bekas budak yang pernah dibeli oleh Khadijah lalu diberikan kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi dimerdekakan dan dijadikan anak angkat.
Zaid jugalah yang diangkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah , dan sebelum itu pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah pimpinannya.
Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan, yang anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar, di antaranya Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW juga telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di Yaman.
Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang membedakan orang hanyalah amal perbuatannya.
Sahabat-sahabat Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di jalan Allah, mereka berada di barisan pertama.
Sikap Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an, bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya, dan balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal perbuatannya. Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain, hanya oleh perbuatan dan ketakwaan itu juga.
Sudah tentu, ujar Haekal, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu banyak sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena fanatisma rasialnya, kalaupun mereka hendak membangga-banggakannya juga, apalagi karena Allah telah memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka sendiri, yang akan mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan mereka.
Abu Bakar juga sudah tentu yang dijadikan pegangannya ialah persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu. Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan Persia dan pasukan Romawi bertekuk lutut.
(mhy)