Zaid Bin Haritsah, Satu-satunya Sahabat Nabi yang Namanya Diabadikan Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Sahabat Nabi yang satu ini bukan orang sembarangan. Beliau adalah sahabat terdekat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Beliau bernama Abu Usamah atau lebih dikenal dengan nama Zaid bin Haritsah bin Syarahil (Abu Ishaq membacanya Syurahbil) radhiyallahu 'anhu.
Dari banyak sahabat Nabi yang mulia, Zaid bin Haritsah adalah sosok yang istimewa, sampai-sampai beberapa hukum syariat pun turun berkenaan dengan kisahnya. Belialah satu-satunya sahabat yang namanya diabadikan Allah di dalam Al-Qur'an ( Surah Al-Ahzab Ayat 37). ( )
Dilansir dari islami.co, Peneliti di el-Bukhari Institute Yunal Isra, menceritakan Zaid bin Haritsah merupakan satu-satunya sahabat yang pernah diangkat Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadi anak angkat (mutabanna) sehingga beliau dikenal dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Begitu kurang lebih keterangan yang dijelaskan Imam Ibnu Atsir dalam Usd al-Ghabah-nya.
Selain itu, sebuah kisah yang sangat dilematis juga pernah menimpa Zaid ketika pernikahannya dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha, seorang perempuan terpandang keturunan Quraisy dari suku As’ad, berujung dengan perceraian. Zainab pun akhirnya dinikahi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Muncul pertanyaan, kenapa Rasulullah menikahi mantan istri dari anak angkatnya? Jawabannya tentu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Satu hal pasti, beliau diperintah langsung dari Allah Ta'ala. Dan semua itu untuk menghilangkan tradisi orang Arab dan Yahudi waktu itu yang melarang seorang bapak menikahi mantan istri dari anak angkatnya.
Kisah ini sengaja dirancang oleh Allah untuk menghindari sangkaan orang-orang akan adanya nabi setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sebab, biasanya anak laki-laki dari seorang Nabi/Rasul akan mewarisi kenabian ayahnya. Selain itu, penisbatan nama kepada orang yang bukan orangtua kandung berpotensi merusak sistem keturunan seseorang, mengacaukan penentuan warisan dan perkawinan. ( )
Masa Kecil Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritsah berasal dari suku Bani Mu'in, ibunya bernama Su'da binti Tsa'labah. Tidak ditemukan keterangan pasti mengenai tahun kelahirannya, namun Zaid wafat pada tahun ke-8 Hijriyah ketika menjadi panglima dalam perperangan Mut'ah. Pada zaman jahiliyah, ibu Zaid mengadakan kunjungan ke kampung persukuan anaknya itu, kampung Bani Mu'in.
Namun secara tiba-tiba sekawanan tentara berkuda dari Bani al-Qin bin Jusr menyerang perkampungan tersebut dan merampas serta menawan apapun yang berharga dari kampung tersebut, termasuk Zaid bin Haritsah yang akhirnya dijadikan budak belian. Zaid dibawa ke pasar Ukazh dan dijual seharga 400 dirham kepada Hakim bin Hizam bin Khuwailid, untuk bibinya Siti Khadijah bin Khuwailid.
Pada saat Sayyidah Khadijah radhiyallahu 'anha menikah dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (saat itu belum menjadi Rasul), Zaid pun dihadiahkannya kepada Nabi. Setelah bergaul beberapa lama, hubungan keduanya menjadi sangat akrab dan saling menyayangi, walau Zaid ketika itu masih berstatus sebagai seorang budak.
Lama-kelamaan berita itu terdengar oleh bapak Zaid yang kebetulan juga tengah mencari anaknya. Setelah bertemu dan mengutarakan apa yang dia inginkan kepada Nabi, akhirnya beliau tidak bisa berkata apa-apa melainkan memberikan keputusan sepenuhnya kepada Zaid , yaitu antara memilih tinggal bersama Rasul atau pulang ke rumah orangtuanya. Zaid memutuskan untuk tetap tinggal bersama Nabi dan sejak itulah Nabi memproklamirkan Zaid sebagai anak angkatnya dengan nama Zaid bin Muhammad.
Status Zaid yang 'berorangtuakan' Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hanya berlangsung beberapa tahun saja. Karena setelah itu Allah melarang praktik pengadopsian anak dengan cara seperti itu di dalam Surat Al-Ahzab ayat 5 dan 37, serta menyatakan dengan tegas bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bukanlah bapak dari laki-laki muslim manapun dalam Surah Al-Ahzab ayat 40.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." QS. Al-Ahzab: Ayat 37).
Setelah Allah menurunkan wahyu-Nya dalam Surat Al-Ahzab ayat 5 yang menerangkan, anak-anak angkat tetap harus dipanggil dengan nama ayah kandung mereka, bukan ayah angkatnya. Saat itulah hubungan bapak dengan anak antara Rasulullah dengan Zaid pun terlepas. Kemudian mantan istri Zaid (Zainab binti Jahsy) dinikahi oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pada tahun ke-5 Hijriyah yang sebelumnya terlarang dalam tradisi Arab jahiliyah. ( )
Wallahu A'lam
Dari banyak sahabat Nabi yang mulia, Zaid bin Haritsah adalah sosok yang istimewa, sampai-sampai beberapa hukum syariat pun turun berkenaan dengan kisahnya. Belialah satu-satunya sahabat yang namanya diabadikan Allah di dalam Al-Qur'an ( Surah Al-Ahzab Ayat 37). ( )
Dilansir dari islami.co, Peneliti di el-Bukhari Institute Yunal Isra, menceritakan Zaid bin Haritsah merupakan satu-satunya sahabat yang pernah diangkat Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadi anak angkat (mutabanna) sehingga beliau dikenal dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Begitu kurang lebih keterangan yang dijelaskan Imam Ibnu Atsir dalam Usd al-Ghabah-nya.
Selain itu, sebuah kisah yang sangat dilematis juga pernah menimpa Zaid ketika pernikahannya dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu 'anha, seorang perempuan terpandang keturunan Quraisy dari suku As’ad, berujung dengan perceraian. Zainab pun akhirnya dinikahi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Muncul pertanyaan, kenapa Rasulullah menikahi mantan istri dari anak angkatnya? Jawabannya tentu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Satu hal pasti, beliau diperintah langsung dari Allah Ta'ala. Dan semua itu untuk menghilangkan tradisi orang Arab dan Yahudi waktu itu yang melarang seorang bapak menikahi mantan istri dari anak angkatnya.
Kisah ini sengaja dirancang oleh Allah untuk menghindari sangkaan orang-orang akan adanya nabi setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Sebab, biasanya anak laki-laki dari seorang Nabi/Rasul akan mewarisi kenabian ayahnya. Selain itu, penisbatan nama kepada orang yang bukan orangtua kandung berpotensi merusak sistem keturunan seseorang, mengacaukan penentuan warisan dan perkawinan. ( )
Masa Kecil Zaid bin Haritsah
Zaid bin Haritsah berasal dari suku Bani Mu'in, ibunya bernama Su'da binti Tsa'labah. Tidak ditemukan keterangan pasti mengenai tahun kelahirannya, namun Zaid wafat pada tahun ke-8 Hijriyah ketika menjadi panglima dalam perperangan Mut'ah. Pada zaman jahiliyah, ibu Zaid mengadakan kunjungan ke kampung persukuan anaknya itu, kampung Bani Mu'in.
Namun secara tiba-tiba sekawanan tentara berkuda dari Bani al-Qin bin Jusr menyerang perkampungan tersebut dan merampas serta menawan apapun yang berharga dari kampung tersebut, termasuk Zaid bin Haritsah yang akhirnya dijadikan budak belian. Zaid dibawa ke pasar Ukazh dan dijual seharga 400 dirham kepada Hakim bin Hizam bin Khuwailid, untuk bibinya Siti Khadijah bin Khuwailid.
Pada saat Sayyidah Khadijah radhiyallahu 'anha menikah dengan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم (saat itu belum menjadi Rasul), Zaid pun dihadiahkannya kepada Nabi. Setelah bergaul beberapa lama, hubungan keduanya menjadi sangat akrab dan saling menyayangi, walau Zaid ketika itu masih berstatus sebagai seorang budak.
Lama-kelamaan berita itu terdengar oleh bapak Zaid yang kebetulan juga tengah mencari anaknya. Setelah bertemu dan mengutarakan apa yang dia inginkan kepada Nabi, akhirnya beliau tidak bisa berkata apa-apa melainkan memberikan keputusan sepenuhnya kepada Zaid , yaitu antara memilih tinggal bersama Rasul atau pulang ke rumah orangtuanya. Zaid memutuskan untuk tetap tinggal bersama Nabi dan sejak itulah Nabi memproklamirkan Zaid sebagai anak angkatnya dengan nama Zaid bin Muhammad.
Status Zaid yang 'berorangtuakan' Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hanya berlangsung beberapa tahun saja. Karena setelah itu Allah melarang praktik pengadopsian anak dengan cara seperti itu di dalam Surat Al-Ahzab ayat 5 dan 37, serta menyatakan dengan tegas bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bukanlah bapak dari laki-laki muslim manapun dalam Surah Al-Ahzab ayat 40.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." QS. Al-Ahzab: Ayat 37).
Setelah Allah menurunkan wahyu-Nya dalam Surat Al-Ahzab ayat 5 yang menerangkan, anak-anak angkat tetap harus dipanggil dengan nama ayah kandung mereka, bukan ayah angkatnya. Saat itulah hubungan bapak dengan anak antara Rasulullah dengan Zaid pun terlepas. Kemudian mantan istri Zaid (Zainab binti Jahsy) dinikahi oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pada tahun ke-5 Hijriyah yang sebelumnya terlarang dalam tradisi Arab jahiliyah. ( )
Wallahu A'lam
(rhs)