Jejak Kekejaman Israel: Kisah Pembersihan Orang-Orang Arab dari Bumi Palestina

Rabu, 11 Oktober 2023 - 08:40 WIB
loading...
Jejak Kekejaman Israel:...
Di samping orang-orang yang terusir akibat perang, Israel juga secara sengaja mengusir beribu-ribu orang lainnya dari rumah-rumah mereka. Foto: Wikipedia
A A A
Jejak kekejaman Israel saat merampas tanah Palestina membekas dan terus berlangsung sampai hari ini. Mantan anggota Kongres AS, Paul Findley (1921 – 2019) mengatakan di samping orang-orang yang terusir akibat perang, Israel juga secara sengaja mengusir beribu-ribu orang lainnya dari rumah-rumah mereka.

Warga Palestina yang diusir itu 4.000 orang dari wilayah Yahudi dan Mughrabi di Kota Lama Jerusalem; 10.000 penduduk desa-desa Imwas, Yalu, dan Beit Nalu di Latrun Salient, bahkan tidak memperbolehkan mereka membawa barang-barang milik mereka sendiri; dan 6.000 hingga 20.000 orang Badui dari rumah-rumah mereka di daerah Rafah, Jalur Gaza , di dekat Semenanjung Sinai.

American Israel Public Affairs Committee atau AIPAC menyebut jumlah seluruh pengungsi Arab yang meninggalkan Palestina adalah sekitar 590.000 orang.

"Itu omong kosong," tulis Paul Findley, mengomentari angka yang dilansir AIPAC, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the US - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).



Menurutnya, angka AIPAC itu terlalu rendah setidak-tidaknya 150.000. Setelah banyak usaha dilakukan oleh berbagai negara dan agen internasional untuk memperkirakan jumlah keseluruhan pengungsi Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan pada akhir 1949 bahwa 726.000 orang dari 1,2 juta rakyat Palestina telah terusir dari rumah-rumah mereka dan menjadi pengungsi akibat perang 1948.

"Ini merupakan angka resmi PBB, yang secara umum diterima di luar Timur Tengah," ujar Paul Findley.

Orang-orang Arab berkeras bahwa jumlah yang sesungguhnya mendekati 1 juta, sementara Israel secara resmi menyatakan bahwa angkanya adalah antara 520.000 dan 530.000.

Paul Findley mengaakan dokumen-dokumen internal menunjukkan bahwa para pejabat sejak awal mengetahui bahwa angkanya jauh lebih tinggi daripada yang mereka kemukakan di muka umum.

Ahli sejarah Israel Benny Morris telah mendokumentasikan pengetahuan awal Israel tentang jumlah yang sesungguhnya itu dari catatan-catatan dalam arsip Israel. Satu dokumen menunjukkan bahwa Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri, Rafael Eytan, melaporkan bahwa "jumlah yang sesungguhnya adalah mendekati 800.000."

Namun secara resmi Israel tetap mengemukakan angka yang rendah sebab, seperti kata-kata yang diucapkan oleh seorang pejabat Kementerian Luar Negeri lainnya, "Tampaknya... kita perlu meminimalkan jumlah itu."

Jumlah pengungsi itu menggelembung dalam perang 1967 ketika 323.000 orang Palestina lagi diusir keluar dari rumah-rumah mereka. Dari semua ini, 113.000 adalah pengungsi untuk kedua kalinya dari 726.000 orang yang telah menjadi tunawisma akibat perang 1948.



Pengusiran

Di samping orang-orang yang terusir akibat perang, Israel juga secara sengaja mengusir beribu-ribu orang lainnya dari rumah-rumah mereka.

Paul Findley mengatakan sasaran utama para pemimpin Israel adalah membebaskan diri dari orang-orang Palestina, bukan mendorong mereka agar tetap tinggal di negara Yahudi.

Ahli sejarah Israel Benny Morris melaporkan: "Ben-Gurion jelas-jelas menginginkan sesedikit mungkin orang Arab tinggal di Negara Yahudi. Dia ingin melihat mereka lari. Demikian yang dikatakannya pada para kolega dan ajudannya dalam pertemuan-pertemuan di bulan Agustus, September dan Oktober (1948)"

Sebuah telaah dari Kementerian Luar Negeri pada 1949 mencatat bahwa meskipun telah membuat janji-janji di masa sebelumnya, para pejabat Israel "dengan sangat jelas menunjukkan" bahwa mereka kini tidak akan membiarkan "lebih dari sejumlah kecil pengungsi" untuk kembali ke rumah-rumah mereka.

Dalam diskusi-diskusi internal mereka, sejumlah pejabat Israel menyatakan bahwa mereka tidak menginginkan adanya orang-orang non-Yahudi di dalam negara mereka yang baru.

Anggota Knesset Eliahu Carmeli berkata: "Saya tidak rela untuk menerima bahkan satu orang Arab pun, satu orang goy [non-Yahudi] pun. Saya menginginkan negara Yahudi seluruhnya untuk bangsa Yahudi."



Ayah Moshe Dayan, Shmuel, yang juga seorang anggota Knesset, mengatakan bahwa dia menentang setiap usaha untuk kembali "bahkan jika dipertukarkan dengan perdamaian. Apa yang akan diberikan oleh perdamaian resmi itu pada kita?"

Pada awal Maret 1948, komando militer Israel telah menghasilkan Rencana Dalet, yang bertujuan merebut daerah-daerah di Galilee dan antara Jerusalem dan Tel Aviv yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembagian PBB untuk negara Palestina.

Dalam kata-kata ahli sejarah Morris dalam The Birth of the Palestinian Refugee Problem: "Rencana Dalet bertujuan untuk menaklukkan dan menduduki secara permanen, atau meratakan dengan tanah, desa-desa dan kota-kota kecil Arab. Di situ diinstruksikan bahwa... jika terjadi perlawanan, pasukan bersenjata [Arab] di desa-desa itu harus dihancurkan dan para penduduk harus diusir dari negara."

Ahli sejarah Israel Simha Flapan dalam The Birth of Israel mencatat bahwa "rencana itu mengemukakan secara rinci upaya 'pengusiran penduduk Arab setempat ke luar perbatasan'... Jika ditengok kembali, dapat dilihat bahwa tujuan dari rencana itu adalah pencaplokan --penghancuran desa-desa Arab harus diikuti dengan didirikannya desa-desa Yahudi untuk menggantikannya."

Flapan menyimpulkan: "Beratus-ratus ribu [orang Palestina], yang diintimidasi dan diteror, lari dengan panik, dan yang lain-lainnya diusir oleh angkatan bersenjata Yahudi, yang, di bawah kepemimpinan [David] Ben-Gurion, merencanakan dan melaksanakan pengusiran itu segera setelah adanya Rencana Pembagian PBB."



Satu operasi untuk merebut Galilee dinamakan Matateh (Sapu), dan komandan Yahudi Yigal Allon berbicara secara terbuka tentang perlunya "membersihkan Galilee Atas."

Ben-Gurion meyakinkan para koleganya bahwa serangan atas Galilee akan mengakibatkan wilayah itu menjadi "bersih" dari orang-orang Arab. Sebagaimana dikatakannya: "Tanah dengan orang-orang Arab di atasnya dan tanah tanpa orang-orang Arab di atasnya adalah dua jenis tanah yang berbeda."

Flapan menulis: "Bahwa tujuan utama Ben-Gurion adalah mengevakuasi sebanyak mungkin penduduk Arab dari negara Yahudi hampir tidak mungkin diragukan lagi."

Paul Findley mengatakan jelaslah bahwa larinya orang-orang Israel bukanlah, sebagaimana dikatakan oleh presiden pertama Israel, Chaim Weizman, "suatu penyederhanaan yang ajaib" dari masalah demografi Israel.

Sebaliknya, itu adalah pembuktian yang mengerikan dari ramalan sang pendiri gerakan Zionis, Theodor Herzl, meskipun yang ada dalam benaknya adalah gambaran yang tidak begitu kejam: "Kita akan mendorong penduduk miskin [Palestina] agar melintasi perbatasan dengan menawarkan pekerjaan bagi mereka di negeri-negeri yang dilintasi, sementara meniadakannya di negeri kita sendiri."

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2931 seconds (0.1#10.140)