Jejak Zionis di Ottoman, Sultan Abdul Hamid II: Kenapa Kita Harus Tinggalkan Al-Quds?
loading...
A
A
A
Penguasa Ottoman , Sultan Abdul Hamid II mengetahui tujuan-tujuan orang-orang Yahudi , setelah ia bertemu dengan pemimpin gerakan Zionisme internasional, Theodore Herzl. Kala itu, tahun 1896 M, Palestina adalah bagian dari wilayah Ottoman.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" mengatakan Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya mengatakan: "Ketua gerakan Zionis Herzl tidak akan pernah sekali-kali bisa meyakinkan saya dengan pemikiran-pemikirannya."
"Mungkin saja perkataannya. 'Masalah orang orang Yahudi akan selesai pada saat orang-orang Yahudi telah mampu mengendalikan bajak di tangannya.’ Adalah sebuah ungkapan yang benar dalam pandangannya, bahwa dia memberikan jaminan tanah bagi saudara-saudaranya dari kalangan Yahudi. Namun dia lupa bahwa kecerdikan saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua persoalan.”
“Orang-orang Zionis itu tidak hanya ingin melakukan kegiatan pertanian di Palestina. Mereka menginginkan banyak hal. Seperti pembentukan pemerintahan dan memilih wakil-wakilnya. Saya tahu dengan sebaik-baiknya ambisi mereka. Namun orang-orang Yahudi itu hanya melihat di luaran, bahwa saya akan menerima usaha mereka, sebagaimana saya sanggup membendung mereka untuk tidak melakukan pengabdian di tengah istana saya, maka saya juga akan memusuhi setiap cita-cita dan ambisi mereka di Palestina.”
Sedangkan mengenai Al-Quds, Sultan Abdul Hamid ll mengatakan; "Kenapa kita harus meninggalkan Al-Quds. Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa, dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota-kota suci kita, dan berada di tanah Islam. Al-Quds selamanya harus berada di tangan kita.”
Maksud Sultan Abdul Hamid dalam mendengarkan apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl adalah, untuk mengetahui pertama, hakikat rencana-rencana orang Yahudi. Kedua, mengetahui kekuatan orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Ketiga, menyelamatkan pemerintahan Utsmani dari ancaman bahaya Yahudi.
Sultan Abdul Abdul Hamid mulai membentuk agen-agen internal dan eksternal untuk memantau apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Mereka diminta untuk menuliskan laporan.
Sultan mengeluarkan dua maklumat penting. Pertama, pada bulan Juni tahun 1890 M dan yang kedua pada bulan Juli tahun 1890 M. Dalam maklumat yang pertama disebutkan tentang ditolaknya orang-orang Yahudi di kerajaan-kerajaan Syahsaniyah. Sedangkan yang kedua berisi kewajiban semua menteri untuk melakukan studi beragam serta wajib mengambil keputusan yang serius dan tegas dalam masalah Yahudi tersebut.
Sultan Abdul Hamid II mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah digadaikan Palestina pada orang-orang Yahudi. Atas dasar inilah, dia dengan penuh serius tidak memberikan hak-hak istimewa pada orang-orang Yahudi yang kira-kira akan membuat orang-orang Yahudi tersebut bisa menguasai tanah Palestina.
Dalam kondisi yang demikian, tidak ada jalan lain bagi orang-orang Yahudi, kecuali semua kekuatan Yahudi bersatu padu dan bergandeng tangan untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II dari kursi kekuasaan.
Hal ini dikuatkan oleh apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl: “Sesungguhnya saya kehilangan harapan untuk bisa merealisasikan keinginan orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan pernah bisa masuk ke dalam tanah yang dijanjikan, selama Sultan Abdul Hamid II masih tetap berkuasa dan duduk di atas kursinya.”
Orang-orang Yahudi di seluruh dunia bergerak membantu para musuh Sultan Abdul Hamid II. Mereka di antaranya terdiri dari kalangan pemberontak Armenia, para nasionalis di Balkan, gerakan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Mereka selalu membantu gerakan-gerakan separatis yang tidak lagi ingin bergabung dengan pemerintahan Sultan Abdul Hamid.
Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi dalam bukunya berjudul "Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah" mengatakan Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya mengatakan: "Ketua gerakan Zionis Herzl tidak akan pernah sekali-kali bisa meyakinkan saya dengan pemikiran-pemikirannya."
"Mungkin saja perkataannya. 'Masalah orang orang Yahudi akan selesai pada saat orang-orang Yahudi telah mampu mengendalikan bajak di tangannya.’ Adalah sebuah ungkapan yang benar dalam pandangannya, bahwa dia memberikan jaminan tanah bagi saudara-saudaranya dari kalangan Yahudi. Namun dia lupa bahwa kecerdikan saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua persoalan.”
“Orang-orang Zionis itu tidak hanya ingin melakukan kegiatan pertanian di Palestina. Mereka menginginkan banyak hal. Seperti pembentukan pemerintahan dan memilih wakil-wakilnya. Saya tahu dengan sebaik-baiknya ambisi mereka. Namun orang-orang Yahudi itu hanya melihat di luaran, bahwa saya akan menerima usaha mereka, sebagaimana saya sanggup membendung mereka untuk tidak melakukan pengabdian di tengah istana saya, maka saya juga akan memusuhi setiap cita-cita dan ambisi mereka di Palestina.”
Sedangkan mengenai Al-Quds, Sultan Abdul Hamid ll mengatakan; "Kenapa kita harus meninggalkan Al-Quds. Sesungguhnya dia adalah tanah kita di setiap waktu dan masa, dan akan senantiasa demikian adanya. Dia adalah salah satu dari kota-kota suci kita, dan berada di tanah Islam. Al-Quds selamanya harus berada di tangan kita.”
Maksud Sultan Abdul Hamid dalam mendengarkan apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl adalah, untuk mengetahui pertama, hakikat rencana-rencana orang Yahudi. Kedua, mengetahui kekuatan orang-orang Yahudi di seluruh dunia. Ketiga, menyelamatkan pemerintahan Utsmani dari ancaman bahaya Yahudi.
Sultan Abdul Abdul Hamid mulai membentuk agen-agen internal dan eksternal untuk memantau apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Mereka diminta untuk menuliskan laporan.
Sultan mengeluarkan dua maklumat penting. Pertama, pada bulan Juni tahun 1890 M dan yang kedua pada bulan Juli tahun 1890 M. Dalam maklumat yang pertama disebutkan tentang ditolaknya orang-orang Yahudi di kerajaan-kerajaan Syahsaniyah. Sedangkan yang kedua berisi kewajiban semua menteri untuk melakukan studi beragam serta wajib mengambil keputusan yang serius dan tegas dalam masalah Yahudi tersebut.
Sultan Abdul Hamid II mengambil semua langkah yang diperlukan untuk mencegah digadaikan Palestina pada orang-orang Yahudi. Atas dasar inilah, dia dengan penuh serius tidak memberikan hak-hak istimewa pada orang-orang Yahudi yang kira-kira akan membuat orang-orang Yahudi tersebut bisa menguasai tanah Palestina.
Dalam kondisi yang demikian, tidak ada jalan lain bagi orang-orang Yahudi, kecuali semua kekuatan Yahudi bersatu padu dan bergandeng tangan untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II dari kursi kekuasaan.
Hal ini dikuatkan oleh apa yang dikatakan oleh Theodore Herzl: “Sesungguhnya saya kehilangan harapan untuk bisa merealisasikan keinginan orang-orang Yahudi di Palestina. Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak akan pernah bisa masuk ke dalam tanah yang dijanjikan, selama Sultan Abdul Hamid II masih tetap berkuasa dan duduk di atas kursinya.”
Orang-orang Yahudi di seluruh dunia bergerak membantu para musuh Sultan Abdul Hamid II. Mereka di antaranya terdiri dari kalangan pemberontak Armenia, para nasionalis di Balkan, gerakan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Mereka selalu membantu gerakan-gerakan separatis yang tidak lagi ingin bergabung dengan pemerintahan Sultan Abdul Hamid.
(mhy)