Shabak, Polisi Rahasia Israel yang Lecehkan Rakyat Palestina

Kamis, 19 Oktober 2023 - 11:13 WIB
loading...
Shabak, Polisi Rahasia Israel yang Lecehkan Rakyat Palestina
Aktivis Israel memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional dengan berdemonstrasi di depan kantor Shin Bet/Shabak di Tel Aviv. Foto/Ilustrasi: Activestills
A A A
Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019), mengatakan tidak ada yang lunak menyangkut pendudukan Israel di wilayah-wilayah yang direbut pada 1967. Hak-hak rakyat Palestina telah dilanggar secara sistematis oleh Shabak, polisi rahasia Israel yang sebelumnya dikenal sebagai Shin Bet.

Shabak mempunyai kekuasaan mutlak di wilayah-wilayah pendudukan. Salah satu bentuk pelecehannya yang lebih efektif berasal dari kekuasaan operatifnya untuk menentukan apakah orang-orang Palestina di wilayah-wilayah pendudukan akan diberi izin untuk melaksanakan aspek-aspek yang paling rutin dari kehidupan sehari-hari mereka.

"Sekilas, praktik itu tampaknya cukup lunak. Tetapi otoritas pendudukan Israel telah menyempurnakan pengeluaran izin semacam itu menjadi suatu bentuk seni pelecehan birokratis," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).



Washington Post melaporkan bahwa Israel dengan sengaja menjalankan sistem itu untuk membuat kehidupan sehari-hari menjadi sulit dan menjadikan orang-orang Palestina di wilayah pendudukan frustrasi.

Menurut Jonathan Kuttab, seorang ahli hukum Palestina terkemuka: "Seluruh proses itu dimaksudkan untuk menghancurkan rakyat, untuk mematahkan perlawanan mereka dan memaksa mereka menyadari bahwa apa pun yang mereka lakukan, sistem itu mempunyai kuasa atas mereka dan dapat menyangkal hak-hak mereka."

Sistem perizinan yang mencakup segala hal itu diberlakukan pada awal 1988 dan sejak itu telah membuat kehidupan orang-orang Palestina sangat menyedihkan.

Inti sistem itu adalah sebuah formulir permohonan satu halaman yang secara umum diberi judul "Permohonan Izin Administrasi Wilayah Sipil Yudea dan Samaria."

Sejak 1988, orang-orang Palestina telah harus mengisi formulir itu untuk melakukan salah satu dari 23 kategori aktivitas yang berkisar dari pendaftaran mobil hingga pendirian sebuah pabrik baru. Izin itu diwajibkan bagi setiap pemohon dari semua umur dan mencakup aktivitas-aktivitas sehari-hari seperti mencatatkan kelahiran bayi, mendaftar sekolah, mendapatkan nomor telepon, menerima pensiun, bepergian keluar negeri, dan membeli petak tanah pekuburan.

Agar disetujui, formulir itu harus dicap oleh tujuh kantor Israel yang tersebar di berbagai tempat di mana antrean biasanya harus dilakukan selama berjam-jam.



Para pemohon harus membuktikan bahwa tidak ada kewajiban-kewajiban khusus yang dibebankan pada mereka, termasuk kartu tilang dan pajak yang belum dibayar.

Menurut laporan koresponden Washington Post Jackson Diehl: "Bagi orang-orang Palestina, perang dalam kehidupan sehari-hari berarti bahwa aktivitas-aktivitas yang begitu sederhana seperti mendaftar untuk mendapatkan surat izin mengemudi, atau akta kelahiran, akan membutuhkan berminggu-minggu formalitas di lebih dari setengah lusin kantor pemerintah, termasuk jawatan pemeriksaan pajak lokal dan regional."

Rasa putus asa yang menyeluruh dan kemarahan yang dipendam oleh orang-orang Palestina terhadap pendudukan militer itulah yang menyulut pemberontakan. Taktik Israel, terutama sejak pemberontakan, telah dikecam oleh hampir setiap organisasi hak-hak asasi manusia di dunia, oleh saksi-saksi individual, dan berulangkali oleh para anggota PBB, termasuk Amerika Serikat.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1322 seconds (0.1#10.140)